Oleh: Neti Ernawati
(Aktivis Dakwah Yogyakarta)
CemerlangMedia.Com — Zonasi kita kenal sebagai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang disesuaikan dengan wilayah tempat tinggal, merujuk kepada aturan Permendikbud No. 14/2018. Tujuan awal sistem ini adalah pemerataan pendidikan agar tidak ada sekolah favorit dan tidak favorit.
Melalui sistem zonasi diharapkan siswa akan tersaring masuk ke sekolah yang terdekat dengan “zonasi” atau tempat tinggal siswa. Alhasil, tercipta pemerataan di semua sekolah dan setiap sekolah akan mendapatkan siswa sesuai dengan wilayahnya.
Namun dalam praktiknya, tetap saja ada sekolah favorit dan tidak favorit. Sekolah favorit akan menjadi pilihan pertama tujuan pendaftaran dan sekolah cadangan menjadi pilihan terakhir.
Sebenarnya mirip dengan sistem penerimaan siswa baru berdasarkan nilai ujian akhir, hanya bedanya, di sini diikutsertakan aspek jarak rumah calon siswa dari sekolah yang dituju. Dalam beberapa kasus, muncul sekolah yang minim siswa baru, terlebih lagi apabila sekolah tersebut kurang favorit dan jaraknya jauh.
Nilai Prestasi dalam Zonasi
Hal lain yang patut disayangkan dalam sistem ini karena siswa berprestasi akan kalah bersaing dengan siswa kurang berprestasi dalam pendaftaran masuk ke sekolah favorit. Sebab, biasanya, jalur prestasi hanya dibuka sebesar 15% dari total kuota penerimaan siswa.
Siswa yang tidak memungkinkan masuk melalui jalur prestasi dapat mendaftar melalui jalur zonasi, yakni siswa yang jarak tempat tinggalnya paling dekat dengan sekolah yang dituju berdasarkan data kartu keluarga dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Siswa yang jarak rumahnya lebih dekat ke sekolah akan memiliki peluang lebih besar untuk diterima.
Ada pula kuota melalui jalur afirmasi menggunakan “kartu sakti” atau istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kartu miskin. Nilai kurang bagus pun asal bisa masuk jalur zonasi dan afirmasi, maka calon siswa dapat masuk ke sekolah favorit. Kemudian sisanya adalah kuota pindah tugas orang tua dan kuota disabilitas.
Bagi yang masuk radius zona dekat dengan sekolah atau memiliki kartu miskin, sudah barang tentu PPDB ini menjadi mudah. Namun, untuk siswa yang tidak masuk radius zona atau tidak memiliki kartu miskin, harus siap untung-untungan karena yang berprestasi pun tidak semua bisa masuk. Akhirnya, muncul pemikiran, tidak perlu belajar susah-susah, asal rumah dekat sekolah atau punya kartu miskin, pasti bisa lolos PPDB.
Sarat Praktik Kecurangan
Keinginan agar anaknya dapat masuk ke sekolah favorit membuat beberapa orang tua mampu menghalalkan segala macam cara, termasuk melakukan kecurangan. Kepala Ombudsman Sumatra Selatan M Adrian menyebutkan, ada banyak laporan mengenai pelanggaran PPDB. Dari sekian banyak laporan, 80% laporan terbukti terjadi (Tempo.co, 18-06-2024).
Begitu pula di Jawa, Kepala Ombudsman Jawa Tengah Siti Farida juga telah menerima sebanyak 30 aduan dan paling banyak adalah dari jalur afirmasi (RRI.co.id, 16-06-2024). Dari data-data tersebut muncul dugaan bahwa pelanggaran PPDB sangat mungkin terjadi di semua wilayah.
Menurut Ubaid Matraji, Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, beberapa praktik kecurangan pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan terus berulang karena tidak ada perbaikan sistem sejak 2021 (Tempo.co, 11-06-2024). Kecurangan-kecurangan tersebut dapat berbentuk gratifikasi di semua jalur. Bisa dari jalur titipan kursi yang dilakukan oleh oknum sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, komite sekolah, titipan dinas ataupun broker.
Pada beberapa kasus, kecurangan ini dapat terjadi karena tidak ada transparansi data pada proses PPDB. Bisa juga muncul kecurangan dari pihak orang tua, mulai dari memanipulasi sertifikat prestasi untuk mendongkrak nilai siswa, numpang kartu keluarga agar masuk dalam wilayah zonasi, atau pemalsuan data kemiskinan agar dapat mendaftar melalui jalur afirmasi.
Zonasi Bukan Solusi
Pendidikan adalah hak dasar, yakni hak asasi manusia untuk meningkatkan kualitas sumber daya. Negara adalah pihak yg paling bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan, seperti tertuang pada Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 11 ayat (1) UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta jaminan atas penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (Indonesia coruption Watch, 16-06-2024).
Kebijakan zonasi yang dinilai tidak tepat sasaran justru memunculkan diskriminasi. Sangat disayangkan jika siswa berprestasi tidak mampu melanjutkan pendidikan di sekolah terbaik karena terganjal sistem zonasi, padahal meratanya pendidikan tidaklah disebabkan keadaan wilayah. Namun, lebih disebabkan oleh jumlah dan kualitas sekolah. Jika jumlah sekolah cukup dan kualitasnya bagus, pasti pemerataan pendidikan untuk semua anak dapat terwujud.
Zonasi kini malah menjadi ajang rebutan kursi. Segala macam cara untuk lolos PPDB bisa dilalui. Yang berprestasi dapat tersingkir oleh yang melalui jalur zona dan jalur afirmasi. Sekolah pun tidak lagi menjadi tempat untuk melanjutkan prestasi meraih mimpi. Kebijakan zonasi menjadi bukti bahwa pemerintah tidak mampu menjamin setiap anak mendapatkan haknya untuk meningkatkan kualitas intelektual di sekolah negeri.
Pendidikan di Dalam Islam
Pendidikan adalah hak individu. Dalam Islam, menuntut ilmu bukan lagi sekadar hak, tetapi telah menjadi kewajiban. Disebutkan bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).
Untuk mendukung kebutuhan tersebut, pemerintah sebagai pelayan masyarakat wajib menyediakan sekolah yang berkualitas dengan biaya yang murah atau bahkan gratis sehingga mampu diakses oleh semua kalangan, tanpa diskriminasi. Kebutuhan akan dana pendidikan diambil dari keuangan negara yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam, seperti hasil tambang, hutan, laut, atau kekayaan negara lainnya.
Apabila pembiayaan atas pendidikan dilakukan dengan baik, maka kuantitas dan kualitas sekolah pun akan mampu dimaksimalkan. Begitu pentingnya nilai pendidikan di dalam Islam sehingga harus dijalankan oleh pemerintah secara tulus dan bertanggung jawab sebagai wujud penjagaan generasi. Wallahu a’lam [CM/NA]