CemerlangMedia.Com — Gula merupakan salah satu jenis sembako yang dibutuhkan masyarakat. Sayangnya, harga gula kian hari kian melejit. Harga gula di tingkat eceran naik menjadi Rp18.090 per kg pada Jumat (19-4-2024). Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, kenaikan harga gula di tingkat konsumen disebabkan kurangnya ketersedian gula, ditambah pemerintah tidak memiliki stok gula nasional (19-04-2024).
Tingginya harga gula akibat kurangnya ketersedian barang menandakan tata kelola perniagaan yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya praktik permainan harga oleh ritel, penimbunan, hingga monopoli. Namun, praktik di atas merupakan hal yang biasa terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Sebab, sistem kapitalisme menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi/keuntungan sebagai tujuan utamanya.
Di sisi lain, solusi yang ditawarkan pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga gula, yakni melalui pematokan harga dan membuka keran impor kurang tepat. Pasalnya, upaya pematokan harga dan impor bisa menyebabkan ketidakstabilan harga pangan. Pematokan harga bisa merugikan pedagang jika dalam proses pengadaan gula, harga beli lebih tinggi dari harga jual.
Selain itu, membuka keran impor bisa membahayakan kedaulatan pangan dan merugikan petani tebu. Sebab, saat petani tebu panen, harga jualnya bisa lebih rendah/murah dari biaya produksi (biaya tanam, pupuk, ongkos angkut, dan biaya tenaga kerja saat panen) karena melimpahnya produk impor.
Sementara itu, dalam sistem Islam, harga barang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan biaya pengadaan, distribusi, dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi kurangnya ketersediaan barang, maka negara dalam Islam berkewajiban untuk mendorong kemandirian produksi gula tanpa harus membuka keran impor. Pemanfaatan lahan kosong, mensubsidi pupuk, serta pemanfaatan teknologi merupakan upaya yang dilakukan negara agar hasil produksi tetap melimpah.
Alhasil, negara bisa menjaga ketersediaan gula dan menstabilkan harga bagi rakyat. Ini karena negara dalam sistem Islam adalah pelayanan umat, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.,
“Imam/khalifah itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, sudah saatnya kita menerapkan Islam secara menyeluruh (kafah). Meninggalkan sistem kapitalisme yang ada agar kurangnya ketersediaan gula bisa diatasi dan harga gula tidak akan melangit. Wallahu a’lam bisshawwab.
Neni Nurlaelasari
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]