Moral Pendidik dan si Terdidik di Era Kapitalisme Sekuler

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Dalam Islam, adab terhadap guru bagi seorang siswa itu memang ada, salah satunya harus taat kepada guru. Akan tetapi, tidak ada dalil yang mewajibkan untuk taat dalam kemaksiatan.

CemerlangMedia.Com — Wajah pendidikan sedang dalam kondisi kritis. Banyaknya kasus yang beredar terkait tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswa ataupun sebaliknya menandakan betapa kondisi anak negeri sangat jauh dari aturan Sang Khalik. Seperti yang terjadi di Gorontalo, seorang pendidik bersama siswanya dengan sukarela melakukan hubungan tak senonoh dengan dalih suka sama suka (26-09-2024).

Maraknya kasus tindak asusila pada lingkungan akademik saat ini merupakan tanda kehancuran generasi. Hal ini dipengaruhi oleh hilangnya peran guru sebagai salah satu poros yang dapat menentukan anak muda ke arah agen of change. Pendidikan yang sejatinya mampu memberikan ruang gerak dan mendongkrak pemikiran anak muda untuk menjadi generasi unggul, nyatanya tidak bisa menjadi jaminan.

Semua ini merupakan salah satu efek kebebasan yang digaungkan di tengah kehidupan sekuler kapitalisme. Bagaimana manusia, baik individu maupun kelompok melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di tengah masyarakat.

Kebebasan ini tidak hanya dilakukan oleh muda-mudi yang jauh dari sentuhan pendidikan, tetapi juga kalangan pelajar maupun civitas akademik. Seharusnya selaku pendidik, mereka memberikan pengayoman, ilmu, dan menanamkan akhlak kepada peserta didik untuk memiliki perilaku yang baik, bukan suka rela melakukan tindakan yang berujung maksiat.

Dalih kenyamanan dan suka sama suka menjadi hal yang biasa terdengar di tengah umat apabila perikaku-perilaku bejat ini diungkap. Sejatinya, kehadiran pendidik tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga menanamkan serta memberi teladan yang baik kepada anak didik agar menjadi insan bermartabat, berakhlak, dan memiliki rasa takut kepada Sang Pencipta.

Akan tetapi, kasus di atas tumbuh subur di tengah umat karena penerapan sistem yang rusak saat ini. Ditambah lagi dengan adanya penegakan sanksi yang tidak memberikan efek jera, baik kepada pelaku maupun kepada masyarakat luas. Alhasil, kasus tersebut terjadi lagi dan terus berulang dengan korban dan pelaku yang makin variatif.

Perlu disadari bahwa pendidik dan peserta didik memiliki batasan interaksi, apalagi mereka yang notabene laki-laki dan perempuan. Tidak ada dalih pembenaran bahwa guru dan siswa bebas berinteraksi sampai kebablasan. Peserta didik maupun pendidik harus mengetahui dan memahami seperti apa agama mengatur hubungan tersebut. Jika aturan agama dilalaikan, hasilnya seperti yang ada saat ini. Pendidik kehilangan fitrahnya sebagai pemberi teladan dan peserta didik pun kehilangan akal sehat sebagai penuntut ilmu.

Kodisi ini merupakan hasil dari sistem yang diterapkan oleh negara karena menjauhkan agama dari kehidupan. Kehadiran agama dianggap sebagai candu. Alih-alih mendatangkan keberkahan hidup, aturan agama yang dihilangkan membuat manusia kian hari makin sekuler. Lantas, seperti apa Islam menyikapinya?

Dalam pandangan Islam, interaksi yang dibangun antara peserta didik dan pendidik tidak menyandarkan pada kebebasan. Akan tetapi, memiliki kode etik yang tidak jauh beda dengan interaksi pada umumnya. Tidak ada perlakuan yang berbeda terhadap peserta didik yang satu dengan lainnya, apalagi istilah mengistimewakan peserta didik.

Dalam Islam, adab terhadap guru bagi seorang siswa itu memang ada, salah satunya harus taat kepada guru. Akan tetapi, tidak ada dalil yang mewajibkan untuk taat dalam kemaksiatan. Jadi sangat disayangkan ketika ketaatan kepada guru disalahartikan. Begitu pula bagi seorang siswa yang merasa bahwa kewajiban taat tadi dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Terlebih lagi menaati dalam hal menyerahkan kehormatan dan harga diri. Hal ini tidak hanya mencoreng nama baik sekolah, siswa, dan guru, tetapi mencoreng kehormatan manusia secara keseluruhan.

Hal yang demikian komplit dan rumit seperti di atas, tentu tidak akan mampu teratasi oleh sistem yang hari ini diagungkan oleh penguasa karena berakar pada hukum buatan manusia yang sifatnya cacat dan juga terbatas. Tidak adanya sanksi yang mampu memberikan efek jera kepada pelaku zina dan kemaksiatan lainnya mengakibatkan hari-hari berlalu dengan kemaksiatan yang makin menjamur.

Oleh sebab itu, wajib bagi umat ini untuk segera berganti dari sistem kufur menjadi sistem yang melindungi hak-hak dan martabat manusia, yakni sistem Islam sesuai manhaj kenabian. Sistem dengan metode kepemimpinan ala Rasulullah Muhammad saw.. Dasarnya adalah Islam, aturannya ditetapkan oleh Allah Swt.. Tidak ada tawar-menawar dalam hal mengadili dan mengayomi. Islam akan menuntaskan seluruh problematika kehidupan.

Irsad Syamsul Ainun [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *