Dalam Islam, keuntungan tidak akan menjadi alasan untuk mempertahankan sesuatu yang jelas Allah larang sehingga barang haram tidak lagi memiliki ruang untuk diedarkan. Kebijakan yang berlandaskan syariat Islam inilah yang mampu menghalau keresahan masyarakat sehingga ketenteraman bisa terwujud sepenuhnya.
CemerlangMedia.Com — Pada Oktober 2024 lalu, Kota Yogyakarta diresahkan dengan penusukan dan pengeroyokan dua orang santri oleh pemuda yang sedang mabuk miras. Kejadian ini menjadi saksi ke sekian atas dampak mengerikan dari mengonsumsi miras, zat yang sudah jelas Allah haramkan untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Tidak hanya kali ini, konsumsi miras memang telah banyak mendatangkan keresahan dan hilangnya rasa aman bagi sebagian besar masyarakat.
Saat manusia memasukkan zat tersebut ke dalam tubuh, kesadaran pun dapat hilang sehingga mereka melakukan sesuatu bukan dengan akal sehat, melainkan karena hawa nafsu yang menguasai dirinya. Perbuatan yang dilakukan manusia akibat mengonsumsi miras pun jelas tidak lagi masuk akal. Manusia dengan mudahnya melakukan kejahatan dan perbuatan keji yang tidak terpikirkan oleh akal sehat.
Kejadian meresahkan ini juga mendapat perhatian dari gubernur DIY. Surat instruksi terkait peredaran miras pun diterbitkan bersamaan dengan adanya aksi dari ribuan santri yang turun ke jalan sebagai bentuk solidaritas atas kejadian tersebut. Melalui surat itu, gubernur DIY memberikan arahan kepada seluruh kepala daerah kabupaten di DIY untuk mengendalikan peredaran miras sebagai bentuk perlindungan, menjaga ketertiban, dan ketenteraman masyarakat (31-10-2024).
Meskipun sudah dibatasi, perlu disadari bahwa kebijakan tersebut tidak akan benar-benar menjadi solusi. Melihat masih banyaknya peluang kejahatan yang ditimbulkan akibat konsumsi miras, seharusnya peredaran miras bukan hanya dikendalikan atau dibatasi, tetapi harus diberhentikan. Baik miras legal maupun ilegal, sepanjang barang tersebut masih diperdagangkan, maka demand (permintaan) masyarakat untuk mengonsumsi minuman haram tidak akan benar-benar hilang. Sementara masyarakat membutuhkan keamanan yang hakiki dari pemerintah dan aparat negara agar kejahatan yang bisa muncul akibat mengonsumsi miras benar-benar hilang.
Kebijakan yang diberlakukan hari ini menjadi ilustrasi dilemanya negara saat menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Di satu sisi, negara tidak ingin masyarakat resah akibat kejahatan yang ditimbulkan dari konsumsi miras. Namun di sisi lain, negara juga seakan tidak ingin lepas total dari barang haram yang dirasa masih bisa memberikan keuntungan bagi pemasukan negara melalui tarif cukai.
Berbeda dengan sistem Islam, keuntungan tidak akan menjadi alasan untuk mempertahankan sesuatu yang jelas Allah larang sehingga barang haram tidak lagi memiliki ruang untuk diedarkan. Kebijakan yang berlandaskan syariat Islam seperti inilah yang mampu membuang jauh keresahan masyarakat sehingga ketenteraman bisa terwujud sepenuhnya.
Indah Puspasari, S.E.
Aktivis Dakwah Yogyakarta [CM/NA]