Terpenuhinya segala kebutuhan rakyat dan terlaksananya kewajiban negara akan terwujud jika pengaturannya berdasarkan syariat Islam. Khusus untuk ibadah haji, Islam memberikan solusi, di antaranya pembentukan departemen haji yang berkolaborasi dengan departemen kesehatan dan perhubungan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji.
CemerlangMedia.Com — Dalam acara peresmian Terminal Khusus Haji dan Umrah di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Ahad (4-5-2025), Presiden Prabowo Subianto meminta kepada Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Kepala Badan Penyelenggara Haji Muhammad Irfan Yusuf agar biaya haji diturunkan lagi setelah di awal 2025 ini turun sekitar Rp4 juta, mengingat jumlah jemaah haji dan umrah asal Indonesia mencapai 2,2 juta per tahun. Untuk menunjang keinginan tersebut, Presiden Prabowo juga berencana membangun “Kampung Indonesia” di dekat Masjidilharam, Arab Saudi dalam rangka menekan biaya penginapan jemaah haji Indonesia.
Serba-serbi penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun masih menjadi persoalan yang pelik di negeri ini. Faktanya bisa terlihat setidaknya dari dua aspek. Pertama, persoalan panjangnya antrean. Kedua, persoalan besarnya biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), yakni sebesar Rp 55.451.750,78 atau sekitar 62 persen. Sisanya adalah subsidi dari Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang sebetulnya adalah dana setoran awal dari calon jemaah haji. Untuk itu, pemerintah merasa masih memungkinkan untuk menekan biaya haji dengan beberapa cara, antara lain mengurangi waktu menginap jemaah haji dari 5 hari menjadi 3 hari, melakukan negosiasi dengan maskapai penerbangan, memilihkan hotel dan makanan yang lebih hemat, serta mendukung BPKH untuk melakukan investasi cerdas agar keuntungan yang didapat bisa mengurangi beban jamaah haji.
Pola-pola dan cara kerja pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan, faktanya tidak bisa lepas dari paradigma profit dan bisnis. Inilah ciri bentukan sistem kapitalisme. Jika ada kebijakan yang seolah menolong rakyat, nyatanya hanyalah sensasi sesaat yang seringnya tambal sulam dan menambah masalah baru. Untuk itu, sangat perlu dikaji ulang polemik ibadah haji ini karena hakikatnya sudah menjadi kewajiban negara menjamin kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam hal ibadah, bukan malah mencari keuntungan. Hanya saja, terpenuhinya segala kebutuhan dan terlaksananya kewajiban tersebut akan terwujud jika pengaturannya berdasarkan syariat Islam.
Khusus untuk ibadah haji, Islam memberikan solusi. Pertama, pembentukan departemen haji yang berkolaborasi dengan departemen kesehatan dan perhubungan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji. Kedua, penetapan ONH oleh negara bisa disesuaikan dengan jarak wilayah para jemaah dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), misalnya dengan opsi jalur darat, laut, udara dengan biaya berbeda.
Ketiga, kebijakan visa haji dan umrah bisa dihapuskan, jemaah hanya perlu menunjukkan kartu identitas dan paspor saja. Keempat, tidak menjadikan keterbatasan tempat menjadi alasan sulitnya jemaah berhaji dan umrah. Apabila terkendala, maka bisa diprioritaskan ibadah haji bagi jemaah yang mampu, belum pernah berhaji dan umroh sebelumnya, serta memenuhi syarat sambil membangun dan memperluas infrastruktur pendukung lainnya. Begitulah fungsi pemimpin dalam negara, yakni sebagai raain (pengurus) urusan umat, bukan sebagai fasilitator yang berorientasi pada bisnis.
Fatimah Nafis [CM/Na]