Pungutan Pajak Naik, Benarkah Prestasi?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

“Umat membutuhkan penguasa yang adil dan amanah dan itu akan terwujud jika aturan dari Sang Pencipta manusia dijalankan dalam kehidupan bernegara dan bangsa.”


CemerlangMedia.Com — Direktorat Jendral Perpajakan (Ditjen Pajak) mendapat apresiasi dari Menkeu Sri Mulyani. Pasalnya, penerimaan pajak mengalami kenaikan signifikan dari tahun ke tahun. Pada 1983 hanya Rp130 triliun, sedangkan pada era reformasi naik menjadi Rp400 triliun. Setelah reformasi, naik lima kali lipat, bahkan pada 2024 ditargetkan mencapai Rp1.988,9 triliun (14-7-2024).

Adapun alasan pajak terus dinaikkan, menurut Sri Mulyani, untuk membangun negara yang sejahtera dan adil. Selain itu, pajak merupakan tulang punggung negara. Itulah kenapa, Ditjen Pajak mencari berbagai cara memungut pajak dari rakyat, mulai dari nominal pajak yang dinaikkan hingga perluasan jenis pajak di setiap lini kehidupan.

Pajak sejatinya pungutan atas rakyat. Di tengah lesunya ekonomi masyarakat, seperti daya beli rendah karena naiknya harga kebutuhan pokok, PHK massal, sulit mencari pekerjaan, dan kemiskinan. Justru rakyat dibebani dengan pajak yang nominalnya makin besar dan jenisnya pun banyak.

Makin beratnya beban rakyat merupakan konsekuensi dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, pajak ditempatkan sebagai pemasukan utama APBN. Hal ini menjadi penyebab negara berambisi meningkatkan pajak bagi semua kalangan, tidak terkecuali rakyat miskin. Sungguh miris!

Sesungguhnya jika kekayaan alam Indonesia yang melimpah dikelola oleh negara dengan baik, maka sumber keuangan negara tidak akan defisit dan rakyat tidak dibebani dengan berbagai pungutan. Rakyat pun sejahtera karena segala kebutuhan dan pelayanan dijamin negara.

Kalaupun negara terpaksa menarik pajak, itu jika kondisi kas negara kosong dan ada pembiayaan yang mesti dilaksanakan, seperti gaji tentara, industri militer, dan lainnya. Selain itu, pajak hanya dikenakan kepada laki-laki dewasa yang kaya.

Seyogianya negara lebih memperhatikan kondisi rakyat. Ini karena negara adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warga negaranya. Jangan sampai, pajak terus dibebankan kepada rakyat yang tidak mampu.

Sementara itu, tidak sedikit pejabat pajak terjerat korupsi dan penetapan tax amnesty (pengampunan pajak) kepada orang-orang kaya. Sungguh, fakta ini menunjukkan rasa ketidakadilan.

Dengan demikian, kenaikan pajak bukanlah prestasi, tetapi bentuk kezaliman terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, umat membutuhkan penguasa yang adil dan amanah dan itu akan terwujud jika aturan dari Sang Pencipta manusia dijalankan dalam kehidupan bernegara dan bangsa.

Nining Sarimanah
Bandung [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *