CemerlangMedia.Com — Benih dan pupuk adalah salah satu kebutuhan pokok pertanian. Jika pupuk sebagai penyubur tanaman sulit diperoleh, bahkan harganya terlampau mahal, tentu merupakan persoalan yang harus ditangani serius, apalagi petani sering kali mengeluhkan hilangnya pupuk di pasaran.
Dalam hal ini, meski pemerintah menambah kuota subsidi tahun ini menjadi 9,55 juta ton dari sebelumnya 4,7 juta ton, tetapi subsidi tersebut tidak menjangkau seluruh petani. Kusnan (Kepala Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia) mengatakan, belum adanya realisasi yang berarti bagi petani. Jatah pupuk subsidi yang diberikan, yaitu 100kg urea setiap satu hektare dan 70kg NPK tiap masa tanam belum mencukupi kebutuhan tanaman petani (18-4-2024).
Tambahan pupuk subsidi dari pemerintah hanya dinikmati sebagian petani, mengapa demikian? Hal ini mengacu pada Permentan No 10/2022 Tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Dalam peraturan tersebut, petani yang berhak mendapat alokasi pupuk adalah yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Penyuluh Pertanian (Simluhtan), menggarap maksimal 2 hektare lahan, memakai kartu tani (dalam wilayah tertentu), dan hanya bisa ditebus di kios-kios resmi setempat.
Selain itu, petani yang menggarap sembilan komoditi yang telah ditentukan, yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, tebu rakyat, dan kakao. Ini berarti, selain petani tersebut, tidak lagi mendapat pupuk bersubsidi (20-4-2024).
Dari peraturan inilah awal munculnya mafia pupuk, di samping pendistribusian tidak merata ke wilayah yang membutuhkan (masa pemupukan tanaman), terjadi juga kelangkaan dan permainan harga, bahkan melebihi HET (harga eceran tertinggi). Sedangkan tingginya biaya produksi akan memengaruhi tingginya harga pangan dari produsen sampai ke konsumen. Sungguh tidak terbayangkan harga yang makin mahal.
Kelangkaan pupuk juga dipengaruhi oleh ketergantungan bahan baku impor dari negara lain, seperti Ukraina dan Rusia yang sejak dua tahun silam telah terjadi peperangan. Oleh karena itu, menjadi hal yang krusial agar negara mampu menjamin kemandirian bidang pertanian.
Hendaknya pemerintah memberikan kemudahan agar seluruh petani mendapatkan hak dan menikmati pupuk bersubsidi dengan pengawasan yang lebih ketat sehingga tidak ada praktik mafia pupuk. Melalui mekanisme pendistribusian yang baik akan meningkatkan produksi pertanian dan kedaulatan pangan. Lebih dari itu, negara bukan sekadar memberi kemudahan kepada kalangan pengusaha produsen pupuk, tetapi menganggarkan dana khusus untuk penyediaan bahan baku pupuk.
Semua itu berpangkal dari mabda kapitalisme yang menetapkan kebijakan maupun aturan yang cenderung tidak adil dan merata, hanya menguntungkan kalangan pengusaha atau pemodal. Berbeda dengan aturan dalam sistem Islam yang datang dari Allah Pencipta alam semesta. Di dalamnya, negara wajib melayani rakyat (raa’in) dengan menjamin ketersediaan bahan baku yang anggarannya diambil dari kas negara. Dengan demikian, negara tidak bergantung kepada asing sehingga tercapai kemandirian pangan. Wallahu a’lam.
Hanimatul Umah
(Muslimah Bekasi) [CM/NA]