Ubasuteyama vs. Birrul Walidain

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Hai, Sobat, tentu kita semua sudah tahu dan mendengar perihal Jepang. Negara yang dijuluki negeri Sakura tersebut adalah negara yang terkenal dengan inovasi teknologinya, seperti robot, perangkat elektronik canggih, juga tren yang selalu berkembang. Bahkan, Jepang juga menjadi salah satu negara terbaik dalam bidang otomotif, lo. Keren ya! Terbukti ada banyak nama besar, seperti Toyota, Honda, dan Mitsubishi, yang semuanya berasal dari Jepang.

Nah, ternyata, Jepang tidak hanya terkenal dengan inovasinya saja, Sobat. Negeri tempat lahir Doraemon tersebut juga kaya akan tradisi dan budaya, serta memiliki praktik-praktik unik, bahkan cenderung aneh, lo. Namun, menurut mereka, hal itu menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang oleh masyarakat di sana.

Seperti dilansir timenews.co id (28-02-2024) salah satu praktik kontroversial yang menjadi perhatian dunia luar adalah ubasuteyama, yaitu sebuah tradisi kuno di mana orang tua yang sudah mencapai usia 70 tahun dibawa mendaki gunung dengan cara digendong dan ditinggalkan di tempat tertentu. Wah, tega bener ya, budaya kok bertentangan dengan nurani kita sebagai makhluk sosial yang fitrahnya saling menyayangi, apalagi terhadap seorang ibu.

Jadi, Sobat, ternyata ubasuteyama ini memiliki akar yang kuat dalam sejarah Jepang, terutama pada masa-masa kehidupan ekonomi sulit juga langkanya sumber daya menjadi kenyataan pahit setiap harinya. Praktik tersebut diilhami oleh satu kebutuhan untuk mengurangi beban ekonomi dalam sebuah keluarga yang mungkin akan sulit memberi nafkah jika mulut yang harus diberi makan lebih banyak. Pada umumnya, praktik ini melibatkan anak-anak dengan membawa orang tuanya yang sudah lanjut usia ke puncak gunung Narayama.

Nah, konon katanya, tempat-tempat seperti Narayama dianggap sebagai “tempat terakhir” para orang tua hidup sebelum akhirnya menghadapi kematian. Meskipun tampak kejam bagi sebagian orang, nyatanya praktik ini diyakini sebagai bentuk pengorbanan yang dilakukan untuk kesejahteraan keluarga. Betul-betul sebuah tradisi yang aneh ya, Sobat!

Nah, selain ubasuteyama, ternyata masih banyak tradisi atau budaya Jepang yang cenderung aneh, Sobat. Beberapa di antaranya adalah inemuri (hadir sambil tidur), hikikomori (menarik diri atau mengurung diri), jisatsu (tren bvnvh diri di kalangan anak muda Jepang), dan terakhir yang paling ekstrem adalah seppuku atau biasa dikenal dengan harakiri yaitu ritual bvnvh diri dengan samurai yang dilakukan dengan cara merobek perut dan mengeluarkan ususnya. Hii serem ya, Sobat! Aneh-aneh saja kelakuan orang Jepang, nih. Tentu saja semua itu bisa terjadi karena tidak adanya akidah sebagai landasan yang benar dalam menjalani kehidupan.

Dalam Islam Ada Birrul Walidain

Jika di Jepang ada tradisi ubatuseyama, di dalam ajaran Islam, justru kita mengenal birrul walidain atau berbakti kepada orang tua. Hal tersebut merupakan akhlak yang ditunjukkan dengan tindakan berbuat baik kepada kedua orang tua. Berbakti kepada kedua orang tua hukumnya fardhu ain, Sobat, alias wajib bagi setiap muslim, walaupun misalnya kedua orang tuanya adalah nonmuslim.

Ganjaran merawat orang tua itu amat luar biasa lo, Sobat. Mulai dari melancarkan segala urusan, kemudahan rezeki, hingga di akhirat kelak. Semua itu disebabkan karena rida Allah terletak pada keridaan orang tua. Jika orang tua rida dengan kebaikan dalam kehidupan kita sebagai anak-anaknya, Allah pun pasti rida dan menurunkan karunia-Nya.

Rasulullah saw. bersabda, dari Abdullah bin Umar ra, “Rida Allah tergantung rida orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban, disahihkan oleh Syekh Al Albani).

Oleh karena itu, berbakti kepada orang tua haruslah dilakukan sebisa mungkin dengan cara terbaik yang dapat diikhtiarkan. Alasannya, ya, tentu saja karena tujuan hidup kita di dunia adalah mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk pulang ke akhirat. Hal tersebut bisa dimulai dengan berbakti kepada orang tua.

Contoh nyata perbuatan baik terhadap orang tua telah diteladankan oleh seorang tabi’in yang hidup di zaman Nabi saw., yakni Uwais al-Qarni. Walaupun secara ekonomi Uwais al-Qarni sangat kekurangan dan bahkan diuji sakit sopak, tetapi hal itu tidak menghalanginya untuk senantiasa berbakti kepada sang ibu lo, Sobat, mulai menyiapkan makan, minum, hingga membantu sang ibu untuk beribadah. Semua dilakukan Uwais dengan suka cita. Meski demikian, ternyata ada satu permintaan yang sulit sekali Uwais kabulkan pada saat itu, yaitu permintaan sang ibu untuk melakukan ibadah haji.

Mendengar permintaan tersebut Uwais pun termenung dan berpikir keras. Bukan apa-apa, sebab perjalanan dari Yaman ke Makkah sangatlah jauh, apalagi pada zaman itu kan belum ada pesawat ya, Sobat. Orang-orang biasanya menggunakan unta dengan membawa banyak perbekalan. Namun, Uwais sangat miskin dan tidak punya cukup perbekalan, apalagi kendaraan.

Uwais pun membeli anak lembu, kemudian anak lembu tersebut digendongnya naik turun bukit setiap hari selama 8 bulan hingga musim haji datang. Ternyata tujuan Uwais menggendong lembu setiap hari adalah sebagai latihan guna menggendong ibunya kelak saat musim haji tiba. Wah, masyaallah, ya, perjuangan Uwais kala itu, sampai-sampai dia disangka gila lo, Sobat.

Setelah menempuh perjalanan jauh yang sulit dan melelahkan, akhirnya mereka sampai di Makkah. Setelah melaksanakan wukuf, keduanya kemudian berdoa di hadapan Ka’bah. Di dalam doanya, Uwais memintakan ampunan untuk sang ibunda tercinta. Ibunya pun sampai keheranan dan menanyakan bagaimana dengan Uwais sendiri.

Kemudian dengan sabarnya Uwais pun menjawab bahwa dengan terampuninya dosa sang ibu, otomatis ibunya akan masuk surga, maka cukuplah baginya rida dari sang ibu yang akan membawanya ke surga. Puncaknya, karena ketulusan Uwais tersebut, Allah mengaruniakan kesembuhan kepadanya dan menyisakan tanda bulatan putih di telapak tangannya.

Dari ketulusan selama membaktikan diri kepada sang ibu inilah yang kemudian menjadikan nama Uwais al-Qarni begitu harum dan masyhur di kalangan penduduk langit, walaupun saat itu para sahabat Nabi tidak mengetahui, apalagi mengenal sosok Uwais karena belum pernah berjumpa dengannya. Semoga kita bisa meneladani sosok Uwais al-Qarni dalam kehidupan kita ya, Sobat. Wallahu a’lam [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *