Penulis: Abu Zaid R
Kita tidak mungkin berharap semua orang akan menerima dan menyukai kita sehingga sifat baperan sangat tidak realistis dan membuat siapa pun tidak akan bisa istikamah dalam berjuang. Oleh karena itu, sifat baperan tidak layak dimiliki oleh siapa pun, apalagi oleh pengemban dakwah.
CemerlangMedia.Com — Sebab-sebab gugur dari jalan dakwah yang kedelapan adalah baperan. Baperan, bisa jadi nama baru untuk salah satu penyakit hati. Entahlah, definisi tepatnya seperti apa. Namun, baperan menjadikan sikap atau respons orang lain sebagai sandaran untuk menentukan sikap kita, itu menurut saya, yah.
Orang yang baperan, emosinya tidak stabil. Sangat tergantung kepada respons orang lain terhadap keberadaan dirinya. Jika direspons baik sesuai harapan, ia akan menjadi gembira dan semangat. Jika tidak, emosinya akan rusak dan menjadi tidak semangat, bahkan putus asa.
Pengemban dakwah yang baperan tentunya sangat lemah. Sebab, istikamah bergantung pada sikap orang lain di sekitarnya, misalnya jika sikap gurunya sesuai harapan, dia akan semangat hadir ngaji. Bahkan, bisa jadi lebih semangat dari orang lain.
Namun jika gurunya bersikap tidak sesuai harapan, seperti sang guru menegurnya karena kesalahan yang dia lakukan, maka dia ngambek. Tidak semangat lagi hadir ngaji hingga waktu tertentu sampai suasana hatinya kembali normal, padahal teguran guru justru baik bagi kita agar bisa lebih baik lagi sebagai pengemban dakwah. Bukan begitu?
Jika sikap kawan-kawan seperjuangan sesuai harapan, dia akan semangat dan tidak pernah absen dari agenda dakwah. Namun jika tidak sesuai harapan, dia pun hilang semangat. Bahkan, kemudian menjauhi kawan-kawannya dan tidak lama kemudian meninggalkan dakwah.
Jika sikap keluarganya mendukung dakwah, dia tetap semangat berdakwah. Namun jika sebaliknya, dia dengan serta merta meninggalkan dakwah. Begitu seterusnya.
Baperan menunjukkan sikap kekanak-kanakan dan tidak dewasa. Sikap ini hanya lahir dari orang-orang yang tidak atau kurang ikhlas berjuang. Perjuangan yang ia lakukan tidak sepenuhnya karena Allah sehingga masih membutuhkan respons manis manusia.
Sementara jika dia benar-benar ikhlas berjuang, maka dia hanya membutuhkan respons Allah saja. Dia tidak butuh respons manusia sedikitpun, baik berupa dukungan maupun pengabaian, baik berupa respons positif maupun negatif. Semua tidak berpengaruh baginya dalam berjuang.
Oleh karena itu, tidak layak sama sekali sifat baperan bagi pengembangan dakwah. Sifat ini sangat bertolak belakang dengan karakter yang dibutuhkan sebagai pengemban dakwah. Sungguh aneh dan lucu bukan jika seseorang yang katanya mau mengubah dunia, malah tidak hadir ngaji gegara sikap guru atau kawannya tidak sesuai harapan.
Allah Taala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr: 18)
Maksud ayat ini kata Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (7:235),
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَانْظُرُوا مَاذَا ادْخَرْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ لِيَوْمِ مَعَادِكُمْ وَعَرَضَكُمْ عَلَى رَبِّكُمْ
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Lihatlah apa yang telah kalian siapkan untuk diri kalian berupa amal shalih untuk hari di mana kalian akan kembali dan setiap amal kalian akan dihadapkan kepada Allah.”
Ibnul Jauzi dalam Zaad Al-Masiir berkata mengenai ayat di atas,
لِيَنْظُرَ أَحَدُكُمْ أَيَّ شَيْءٍ قَدَّمَ؟ أَعَمَلًا صَالِحًا يُنْجِيْهِ؟ أَمْ سَيِّئاً يُوبِقُهُ؟
“Supaya salah seorang di antara kalian melihat apa saja amalan yang telah ia siapkan. Apakah yang ia siapkan adalah amalan saleh yang dapat menyelamatkan dirinya ataukah amalan kejelekan yang dapat membinasakannya?”
Kita harus fokus kepada Allah, bukan kepada manusia. Kita wajib fokus dari perbaikan iman dan amal saleh kita sendiri. Tidak usah dipedulikan respons orang lain yang belum tentu sesuai harapan.
Sifat baperan tidak layak dimiliki oleh siapa pun, apalagi oleh pengemban dakwah. Kita manusia biasa yang lebih dengan kekurangan dan kelemahan. Kita tidak mungkin berharap semua orang akan menerima dan menyukai kita sehingga sifat baperan sangat tidak realistis dan membuat siapa pun tidak akan bisa istikamah dalam berjuang. Semoga kita istikamah.
Ngaji, yuk! [CM/NA]