Oleh. Siti Aisah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini Kabupaten Subang)
CemerlangMedia.Com — Tinta emas peradaban Islam telah menulis para perempuan di masa Rasulullah (baca: shahâbiyah) dalam melakukan aktivitas dan perjuangan politik. Mereka bersama-sama beliau dan para sahabat lainnya, berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi. Begitu pula dengan keberadaan peran dari istri-istri Rasulullah dalam perjuangan menegakkan Islam, serta dukungannya terhadap perjuangan beliau. Semua itu sesungguhnya merupakan bukti nyata bahwa kiprah perempuan dalam melakukan aktivitas politik.
Kisah para shahabiyah telah memberikan penjelasan yang sangat gamblang bahwa aktivitas politik tidak haram bagi perempuan, tetapi hanya diberi batasan agar bukan termasuk dalam wilayah kekuasaan/pemerintahan. Maksudnya wilayah yang pengaturan urusan umat dilakukan secara langsung dan menyeluruh. Misalnya, menjadi penguasa atau kepala negara. Sejarah pun menuliskan, saat ada berita sampai kepada Rasulullah ﷺ bahwa bangsa Persia mengangkat Putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, Beliau lantas bersabda, Artinya;
“Tidak akan bahagia suatu kaum, jika mereka menyerahkan kepemimpinannya kepada perempuan.” (HR Bukhari)
Hadis ini menunjukan larangan bagi kaum perempuan untuk menduduki tampuk kepemimpinan. Namun, perlu ditekankan bahwa sistem Islam ini tidak membuat kondisi perempuan lemah atau berada di bawah kekuasaan laki-laki. Syariat Islam yang mengharamkan jabatan kekuasaan bagi perempuan itu mengandung makna kiasaan dalam menentukan sebuah kebijakan pemerintah. Oleh karenanya, dalam sistem pemerintahan Islam, kiprah aktivis politik perempuan perlu menjadi perhatian serius.
Aktivitas Politik Perempuan
Berikut ini beberapa aktivitas politik yang bisa dilakukan oleh perempuan di antaranya;
Pertama, kewajiban beramar makruf nahi mungkar, yang diperintahkan bukan hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada laki-laki.
Kedua, kebolehan perempuan keluar rumah dan berinteraksi dengan masyarakat lalu menjadi anggota dari sebuah partai politik.
Ketiga, kewajiban menasihati dan mengoreksi penguasa ketika menjadi bagian partai politik atau sebagai majelis wilayah bahkan menjadi majelis umat sehingga dalam kesempatan ini perempuan berhak memilih dan dipilih pula menjadi anggotanya.
Keempat, aktivitas politik perempuan adalah mendapat hak dan kewajiban untuk berbaiat kepada negara yang menerapkan sistem Islam (Khil4f4h).
Kiprah aktivitas politik di atas adalah sesuatu hal yang boleh dan bahkan wajib dilakukan oleh kaum perempuan. Sistem Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia. Allah Swt. sebagai Pencipta dan Pembuat hukum memahami apa yang terbaik bagi manusia. Tak terkecuali makhluk bernama perempuan. Peran perempuan dalam politik ini pun tidak boleh abai terhadap status wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Terhadap perkara wajib, jelas tidak ada pilihan. Oleh karenanya, dalam keadaan apa pun mesti berupaya melaksanakannya dengan segenap kemampuan, seperti kewajiban melakukan amar makruf nahi mungkar yang tercantum dalam QS Ali Imran ayat 104.
Berikut ini adalah contoh aktivitas beramar makruf nahi mungkar bagi perempuan, yaitu dengan cara berdakwah. Aktivitas ini adalah ajakan para perempuan untuk mengkaji, menelaah, dan menerapkan Islam di tengah-tengah kehidupan. Selain aktivitas menyeru secara langsung pada individu. Bentuk peran lainnya adalah berupa aktivitas politik perempuan dalam keikutsertaannya ke sebuah partai politik Islam yang berjuang untuk menegakkan sistem Islam secara kafah.
Bentuk kegiatan aktivistas kewajiban amar makruf yang lain, adalah menjalankan pengawasan dan koreksi kepada penguasa untuk memastikan mereka menerapkan syariat secara kafah. Artinya jika penguasa menetapkan suatu aturan yang melanggar hukum syariat atau ada kebutuhan rakyat yang luput dari penguasa, maka wajib bagi setiap muslim termasuk kaum perempuan untuk menasihati penguasa supaya ia menyadari kelalaiannya dan kembali menjalankan tanggung jawabnya dengan benar. Peran perempuan dalam melakukan muhasabah atau koreksi terhadap penguasa ini bukan sekadar teori, tetapi benar-benar telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Islam. Dalam urusan pengangkatan pemimpin, Islam memberikan hak dan kewajiban untuk melakukan baiat khalifah kepada perempuan sebagaimana kepada laki-laki.
Kepemimpinan tertinggi dalam pemerintahan Islam dipegang oleh seorang khalifah. Pengangkatan khalifah akan dianggap sah jika telah terjadi baiat yang sempurna dari sisi kaum muslimin, yaitu pernyataan kerelaan mengangkatnya sebagai pemimpin dan keridaan untuk menaatinya selama mereka memberlakukan hukum-hukum Allah di muka bumi ini. Di antara dalil yang menjelaskan keikutsertaan perempuan dalam baiat, adalah hadis yang disampaikan oleh Ummu Athiyah dalam hadis riwayat Bukhari, “Kami berbaiat kepada Rasulullah saw.. Lalu beliau membacakan kepada kami agar jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun dan melarang kami untuk niyahah (meratapi mayat). Oleh karena itulah salah seorang perempuan dari kami menarik tangannya (dari berjabat tangan), lalu ia berkata, ‘Seseorang telah membuatku bahagia, aku ingin membalas jasanya.’ Rasulullah tidak berkata apa-apa, lalu perempuan itu pergi kemudian kembali lagi.”
Keterlibatan perempuan dalam pengangkatan dan pembaitan khalifah merupakan salah satu aktivitas politik perempuan dalam masyarakat. Peran politik perempuan yang lain adalah memenuhi hak memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat. Peran ini bukanlah kewajiban, tetapi termasuk hak mereka sehingga tidak mengikatnya. Majelis umat adalah sekumpulan wakil-wakil rakyat yang bertugas memberikan nasihat dari umat kepada khalifah, pemimpin mereka.
Khatimah
Perempuan bisa jadi lebih hebat dari laki-laki, tetapi bagi muslimah yang taat pada Allah dan Rasul-Nya, ia tidak akan membiarkan dirinya melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya. Ia akan mencukupkan dirinya untuk tetap menjalani peran kodratinya sekalipun dianggap rendah oleh masyarakat. Tanpa posisi politik tertinggi dalam hierarki masyarakat, muslimah masih mampu terus berkontribusi untuk umat sesuai dengan syariat Allah. Dan yang paling utama, ruang ini menghantarkannya mendapatkan keridaan Allah.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]