Oleh. Ummu Himmah
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Allah memberi hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki. Akan tetapi, kehendak Allah tidak mungkin bertentangan dengan firman-Nya. Allah memberi petunjuk melalui dua hal yaitu wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) serta akal. Wahyu tanpa akal, tidak bisa dipahami, dan akal tanpa wahyu, tidak paham kebenaran. Adanya wahyu tidak otomatis membuat manusia mendapatkan hidayah. Hal tersebut karena ada beberapa orang yang menutup dirinya dari wahyu, menjauhinya bahkan memusuhinya.
Maka agar hidayah bisa masuk pada diri seseorang haruslah:
Pertama, wahyu harus sampai kepada manusia. Diutusnya Rasulullah bertujuan menyampaikan wahyu, sehingga tidak ada alasan manusia mengatakan tidak sampai wahyu kepada mereka. Meski tidak bertemu Rasul secara langsung tapi mereka bertemu dengan para pewaris nabi yaitu ulama.
Kedua, akal harus digunakan untuk meyakini wahyu dan memahaminya. Tanpa keyakinan bahwa wahyu itu benar, maka wahyu hanya menjadi pengetahuan bahkan sesuatu yang tidak dipedulikan. Keyakinan terhadap kebenaran wahyu akan mendorong manusia untuk memahaminya.
Adapun beberapa penghalang masuknya hidayah pada diri seseorang antara lain:
Pertama, aspek keyakinan. Keyakinan yang salah mempengaruhi kejiwaan manusia. Kekafiran akan menyelimuti hati manusia hingga tertutup dari hidayah. Kesyirikan adalah bentuk keyakinan mendua, yakni di satu sisi meyakini Allah, tapi juga meyakini selain Allah di sisi lain. Percaya Allah, tetapi menggunakan aturan selain aturan Allah dalam menjalankan kehidupan. Selain itu, muncul perasaan berat dalam menjalankan syariat-Nya, terutama ketika berbenturan dengan kepentingan sekutu Allah.
Kedua, aspek perasaan. Menjadikan hawa nafsu sebagai motor penggerak seluruh aktivitasnya. Cenderung pada keburukan dan menyukai kesesatan karena enjoy dan terbiasa dengannya. Kecintaan pada dunia lebih tinggi dari pada akhirat.
Ketiga, aspek pemikiran. Keyakinannya terhadap wahyu Allah menentukan apakah seseorang memperoleh petunjuk atau kesesatan. Suka membantah tanpa ilmu dan banyak alasan menjadi batu penghalang bagi masuknya hidayah.
Keempat, aspek perilaku. Mendengar lalu memahami wahyu Allah sama dengan membuka pintu hidayah. Dan meyakininya sama dengan memasuki pintu hidayah. Perilaku baik dan istikamah dalam amal saleh mendekatkan dengan hidayah. Kefasikan dan kezaliman yang kita biarkan menguasai jiwa dapat menghalangi datangnya hidayah.
Tak cukup dengan hanya berkata-kata, tapi membutuhkan upaya untuk meraih hidayah. Meraihnya pun harus sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menggunakan akal, yakni:
Pertama, beriman terhadap segala sesuatu yang diperintahkan untuk meyakininya. Meyakini adanya Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qada dan qadar, surga dan neraka. Dengan keyakinan tersebut ia akan semakin kuat keimanannya.
Kedua, bersungguh-sungguh dalam memahami agama Allah. Akal digunakan untuk meyakini kebenaran wahyu, dan memahaminya. Keyakinan bahwa wahyu adalah petunjuk Allah akan mendorong untuk memahami isi petunjuk tersebut. Kesungguhan dalam memahami agama Allah dengan istikamah belajar, dan mengajarkan pemahaman agama, akan mendorong untuk mengamalkannya dalam kehidupan. Memahami agama membutuhkan fokus dalam mendengarkan, melihat, merenungkan setiap ajaran agama, dan memudahkan masuknya hidayah, dan membuat hidayah bertahan lama.
Ketiga, sungguh-sungguh dalam mengamalkan dan memperjuangkan agama. Kesungguhan nampak pada keistikamahan dalam melaksanakan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Kesungguhan ini akan menghasilkan kepekaan terhadap baik dan buruk, serta keteguhan dalam beramal saleh di setiap keadaan, baik lapang maupun sempit.
Keempat, segera bertaubat dari dosa dan kesalahan. Terus-menerus melakukan kemaksiatan membuat cermin jiwa menjadi buram, sehingga akan sulit menangkap cahaya kebenaran. Taubat akan membuat hati terbuka terhadap petunjuk Allah, dan lapang terhadap kebenaran.
Kelima, meninggalkan segala sesuatu yang menghalang-halangi masuknya hidayah. Segala kekufuran, kezaliman, kefasikan, kesyirikan, dan kesombongan, serta kecintaan yang berlebihan kepada dunia akan menutup hidayah hingga tidak sampai pada jiwa seseorang.
Keenam, mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi di muka bumi.
Ketujuh, bergaul dengan orang-orang saleh. Pergaulan menentukan corak berpikir dan sikap seseorang. Pertemuan yang terus-menerus akan melahirkan kedekatan dan kepercayaan yang akhirnya saling mempengaruhi bahkan bisa menjadi kebiasaan dan karakter. Circle yang baik berpotensi besar pada seseorang untuk mudah menerima hidayah.
Kedelapan, bersabar. Sikap ini dibutuhkan agar hidayah senantiasa melekat dalam jiwa.
Kesembilan, berdoa. Berdoa dapat menguatkan jiwa dalam mempertahankan petunjuk yang telah berada pada jiwa. Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik. [CM/NA]