Oleh: Yana Sri Wahyuni
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Aia, maafkan aku. Jika selama ini aku belum bisa maksimal mengajakmu dalam kebaikan.” Ucap Nasya pada Aia dengan mata yang berkaca-kaca.
Aia terkejut mendengar perkataan sahabatnya. Ia tidak habis pikir, dalam kondisi lemah dan akan menjalani operasi masih sempat-sempatnya berpikir demikian. Seolah-olah tidak ada waktu untuk melakukannya lagi.
“Hey, kamu ini ngomong apa sih, Nay. Udah deh, jangan mikirin itu dulu ya. Aku tuh udah kayak si paling berdosa aja jadinya.” Jujur, Aia sedih dengan pernyataan sahabatnya. Di saat ia berjuang melawan tumor otak di kepalanya, ia masih memikirkan kebaikan untuk dirinya.
Aia juga tidak menyangka, keseharian Nasya yang selalu ceria, gesit, dan selalu semangat mengikuti berbagai kegiatan di kampus, ternyata ada tumor otak di kepalanya. Pantas saja, Nasya sering mengadu kepalanya sakit berat bahkan beberapa kali sampai penglihatannya buram.
Nasya yang sudah lebih dulu aktif dalam kegiatan dakwah kampus, membuat ia punya keinginan besar terhadap sahabatnya, Aia. Selama ini, mereka selalu bersama melalui banyak hal, tetapi tidak dengan datang bareng ke kajian keislaman. Hal ini membuat Nasya merasa sedih.
“Ai, jika nanti operasiku gagal, tolong lanjutkan perjuanganku dalam dakwah ya. Aku yakin, kamu pasti bisa melakukannya. Kamu tau Ai, aku sangat berterima kasih sama Allah sudah dipertemukan dengan kamu.” Tidak tau kenapa, kekhawatiran Nasya tiba-tiba menguasai dirinya menjelang detik-detik operasinya.
“Nasya, denger ya. Aku cuma mau denger kata-kata semangat yang keluar dari lisanmu. Aku yakin operasimu berjalan lancar. Jika itu terjadi, aku coba untuk mulai mengikuti kajian sepertimu.” Aia mencoba membangkitkan kembali semangat sahabat terbaiknya yang sempat memudar.
Sebenarnya sudah lama Aia tertarik dengan kajian yang diikuti Nasya. Bahkan tanpa sepengetahuan Nasya, Aia sudah banyak membaca koleksi buku-buku Nasya yang tersusun rapi di perpustakaan mini miliknya. Mendengar ceramah beberapa ustaz melalui Youtube.
Setelah dua tahun berlalu. Nasya dengan semangat bersiap menghadiri kajian yang membahas tentang Masjidilaqsa. Kecintaannya terhadap majelis ilmu dan hausnya ia akan ilmu, tidak menghalangi dirinya walaupun kondisi fisik yang mulai melemah karena tumor otak itu sekarang sudah menjelma menjadi kanker otak ganas.
Nasya tak kuasa menahan tangis mendengar setiap penjelasan tentang Masjidilaqsa, P4l3stin4. Sungguh, Masjidilaqsa hari ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini makin meningkatkan kerinduannya akan persatuan umat Islam di seluruh dunia.
Suasana sendu yang dirasakan Nasya tidak hanya datang dari topik kajian hari ini. Namun, juga dengan seseorang yang telah menjelaskan secara detail sejarah P4l3stin4 dengan retorika indahnya. Pesonanya begitu terpancar. Kecerdasan yang dipadu dengan good attitude yang ia miliki, membuat Nasya bangga sebagai sahabat terbaiknya.
Ia adalah Aia, sahabat terbaiknya yang telah memilih hidup menjadi penyeru kebaikan. Sahabat yang selalu dibanggakan Nasya, di dunia dan akhirat.
“Berjanjilah untuk selalu menjadi penyeru kebaikan, Ai. Sampai Allah izinkan kita bertemu kembali di surga-Nya. Aku menyayangimu karena Allah, Sahabatku, Aia Taqiya Irawan.” Surat indah terakhir dari Nasya untuk Aia di akhir perjuangannya melawan kanker otak ganas di kepalanya. [CM/NA]