Oleh: Hyrnanda Sila
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Malam telah larut. Seperti biasanya, aku tak bisa juga memejamkan mata. Rasa gundah di hati begitu mendominasi. “Apakah sebegitu beratnya memegang amanah ini?” batinku bertanya.
Tiba-tiba saja pintu kamar diketuk, seketika itu juga lamunanku buyar.
“Kok Dania belum tidur juga, lagi ngerjain apa?” tanya ibu yang muncul dari balik pintu kamar.
“Ini, Bu, lagi ngerjain tugas sekolah. Nanggung, sedikit lagi. Kalau udah selesai, baru Dania tidur,” tuturku menjelaskan ke ibu.
“Ohh, jangan sering tidur larut malam, Nak, kan besok kamu kerja,” ucap ibu kembali.
Setiap malam, selalu kuhabiskan waktu dengan bercengkerama mengerjakan tugas-tugas sekolah atau sekadar membaca buku atau belajar.
***
Aku adalah gadis polos yang pendiam dan jarang sekali berinteraksi dengan orang lain. Bahkan sewaktu kuliah, teman-teman menertawakanku karena tidak berbicara sama sekali. Bukan tanpa alasan, menurutku, ada saatnya untuk berbicara dan diam. Apa yang mereka bahas tidaklah penting bagiku.
Terlebih lagi, berada jauh dari keluarga membuatku harus mandiri dan pandai beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hari-hari terasa menghadapi ujian karena menemui banyak orang yang tidak biasanya kutemui selama di rumah.
Meskipun demikian, Allah telah membuat skenario indah dengan mempertemukan circle pertemanan yang membawaku pada perubahan. Sejak berteman dengan Fatimah, hidupku mulai berubah. Fatimah sering mengajakku untuk ikut pengajian.
Fatimah adalah gadis yang salihah, rajin, dan baik hati. Ia sering menasihatiku agar tidak tergoda dengan dunia yang menipu. Ia juga pernah mengatakan bahwa dunia itu bagaikan seorang yang berteduh di sebuah pohon kemudian pergi dan meninggalkannya. “Itulah sabda Rasulullah saw. yang perlu diteladani dalam kehidupan setiap manusia,” ucap Fatimah ketika menasihatiku dahulu.
Selain Fatimah, ada juga Zahrah, Asiyah dan Nadira yang selalu ada buatku. Berteman dengan mereka adalah suatu kesyukuran yang terbesar dalam hidupku. Merekalah yang menjadi benteng pertahanan dalam pengokohan iman, yang saling menguatkan satu sama lain di saat duka maupun bahagia.
***
Dorr…
“Astagfirullah,” ucapku. Seketika jantungku berdebar kencang. Anak-anak menertawakanku, lalu berkata, “Ibu Guru kaget, yah?” melanjutkan kekehannya.
“Kenapa kalian mengagetkan Ibu Guru? Kan jadi kaget,” keluhku.
“Dari tadi kami melihat Ibu Guru duduk sendirian, jadi kami ingin menemani Ibu agar tidak sendirian,” ujarnya.
“Kan tidak harus mengagetkan Ibu Guru,” gumamku. Mereka hanya terkekeh mendengar ucapanku.
Dania sekarang telah mengajar di salah satu sekolah. Dania harus pintar membagi waktu dengan sebaik-baiknya agar bisa menyelesaikan semua amanah yang telah diberikan untuknya.
Ia sering sekali tidak percaya diri dan merasa lelah dalam membagi waktunya. Terkadang ia bertanya pada dirinya sendiri tentang amanah yang diberikan. “Apakah aku sanggup untuk memegang amanah besar ini?” gumam Dania dalam hatinya.
Menjadi seorang aktivis dakwah dan sekaligus guru sekolah sungguh membutuhkan energi untuk menjalaninya. Waktu, tenaga, pikiran, dan materi ikut berkontribusi dalam setiap aktivitas.
Dania percaya bahwa ketika seseorang betul-betul berniat dan mengerahkan seluruh kekuatan di jalan Allah, maka semuanya terasa nikmat. Toh, sama saja, waktu yang digunakan hanya duduk diam di rumah tanpa melakukan aktivitas bermanfaat, bedanya adalah, apakah berpahala atau tidak (sia-sia).
Akhirnya, Dania sadar dan mulai percaya diri bahwa amanah itu diberikan kepada orang-orang pilihan, yang mampu, dan sanggup untuk itu. Ia berjanji bahwa asa itu tak akan putus hingga tiba waktunya untuk berpulang. [CM/NA]