Cahaya yang Menyala di Keheningan (Part 2)

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Ahmadi
(Siswa SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)

CemerlangMedia.Com — Bulan purnama menggantung di langit malam, cahayanya menerobos lembut melalui jendela rumah Efa. Ia duduk sendirian di kamarnya, memegang Al-Qur’an yang selalu menjadi teman setianya. Setiap malam, setelah Iky meninggal, Efa merasa kesepian. Namun, ia berusaha tegar dan terus menjalani hidup dengan keteguhan iman.

Hari itu adalah hari ke-40 sejak Iky meninggalkan dunia ini. Efa merasakan rindu yang mendalam, seperti ada lubang di hatinya yang tak kunjung tertutup. Namun, ia selalu mengingat pesan terakhir Iky, untuk tetap mendoakan dan berharap mereka bisa bertemu kembali di surga.

Suatu malam, setelah salat Isya, Efa bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat Iky tersenyum kepadanya, mengenakan pakaian putih bersih, dikelilingi cahaya yang memancar indah. “Jangan bersedih, Efa. Aku sudah tenang di sini,” kata Iky dengan lembut. “Lanjutkan hidupmu, berbuat baiklah karena itulah yang akan mempertemukan kita di surga.”

Efa terbangun dengan air mata yang masih mengalir. Mimpi itu terasa begitu nyata. Ia merasa seolah mendapat isyarat untuk melanjutkan hidupnya dengan lebih baik lagi. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk kembali fokus pada kegiatan sosial dan keagamaan di kampungnya. Ia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang, seperti yang selalu diajarkan Iky kepadanya.

Waktu terus berlalu. Efa makin aktif mengajar anak-anak di masjid, membantu ibu-ibu di kampung dengan kegiatan-kegiatan produktif, serta memimpin pengajian rutin di kampungnya. Semua orang kagum melihat semangatnya yang tidak pernah surut. Ia seolah menemukan kembali tujuan hidupnya—menyebarkan kebaikan dan cinta kepada sesama.

Suatu hari, ada seorang lelaki yang baru pindah ke kampung mereka. Namanya Alexander, seorang pemuda yang baru saja menyelesaikan studinya di Timur Tengah. Alexander dikenal sebagai seseorang yang cerdas, saleh, dan berakhlak baik. Ia sering datang ke masjid dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial yang diinisiasi oleh Efa.

Lambat laun, Alexander merasa tertarik dengan kepribadian Efa yang tulus dan penuh kasih. Ia mendekati Efa dengan cara yang sopan dan penuh penghormatan. Mereka sering berdiskusi tentang banyak hal, mulai dari keagamaan, kegiatan sosial, hingga mimpi-mimpi masa depan. Tanpa disadari, ada perasaan tak biasa yang mulai tumbuh di hati Alexander. Namun, Alexander tahu bahwa Efa masih menyimpan kenangan tentang Iky. Ia tidak ingin terburu-buru dan merusak perasaan Efa.

Beberapa bulan kemudian, Alexander memberanikan diri untuk berbicara dengan Bu Mariam, ibu Efa. Ia mengungkapkan niatnya untuk melamar Efa. “Saya tahu Efa adalah seorang perempuan yang istimewa. Saya ingin menjadi pendamping hidupnya, mendukung setiap langkahnya menuju kebaikan,” kata Alexander dengan penuh keyakinan.

Bu Mariam terkejut mendengar niat Alexander. “Efa masih sangat terpukul dengan kepergian Iky. Saya tidak tahu apakah ia siap menerima lamaranmu, Alexander,” jawabnya lembut.

Alexander mengangguk. “Saya mengerti, Bu. Saya hanya ingin Efa tahu bahwa saya tulus dan siap menunggu. Tidak perlu tergesa-gesa.”

Bu Mariam akhirnya menceritakan hal ini kepada Efa. Mendengar hal tersebut, Efa terdiam. Perasaannya campur aduk. Ia tidak pernah membayangkan, ada seseorang yang ingin mengisi tempat yang telah lama kosong di hatinya. Efa teringat mimpi dan pesan Iky agar ia melanjutkan hidupnya.

Efa memutuskan untuk Istikarah, memohon petunjuk dari Allah. Ia memohon agar Allah menunjukkan jalan terbaik untuknya. Beberapa malam berturut-turut ia melakukan hal yang sama, berharap diberi ketenangan dan kepastian.

Di malam ketiga, Efa merasa hatinya mulai tenang. Efa menyadari bahwa hidupnya masih panjang dan banyak kebaikan yang bisa ia lakukan bersama orang lain. Ia tidak ingin terjebak dalam kesedihan yang tiada henti. Mungkin ini adalah cara Allah untuk memberikan kebahagiaan baru baginya.

Akhirnya, Efa menerima lamaran Alexander. Mereka menikah dengan sederhana, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman dekat. Alexander berjanji untuk membahagiakan Efa dan akan menjalani hidup dengan niat yang suci.

Efa yakin bahwa Allah telah memberikan Alexander sebagai pelengkap dalam perjalanannya di dunia ini. Efa menjalani hidupnya dengan penuh rasa syukur, percaya bahwa takdir Allah selalu yang terbaik.

Dalam doanya, Efa masih menyebut nama Iky, memohon agar laki-laki yang pernah singgah di hatinya itu diberikan tempat yang indah di sisi-Nya. Efa berharap, suatu saat nanti, di kehidupan yang kekal, mereka semua akan dipertemukan kembali. Efa tahu bahwa hidup adalah perjalanan menuju cinta yang sejati, yakni rahmat Ilahi. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *