Fairies in the Rinnae Forest? (Peri di Hutan Rinnae?)

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Siti Aisyah
(Siswi SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)

CemerlangMedia.Com — Cahaya matahari pagi ini begitu cerah, membuat gadis kecil itu terpaksa harus beranjak bangun dari tidur nyenyaknya. Bergegaslah ia menyiapkan diri dan segera menuju sekolah.

De Lova, gadis kecil berumur 7 tahun yang baru memasuki sekolah dasar. Ia tinggal bersama sang ibu di desa Eudophia. Lova adalah anak yang mandiri dan bersikap baik. Ia selalu menemani dan menolong ibunya di rumah.

Kring… Kring…
Bel masuk kelas berbunyi.

“Ayo, Anak-Anak, segera memasuki kelas, ya!” Bu Qinan berucap.

Secara bergantian, semua murid memasuki kelasnya, termasuk Lova.

“Hari ini, Ibu mau cerita, nih. Ada kisah seru, lo! Siapa yang mau dengar?” Ucap Bu Qinan sembari menarik kursi, kemudian duduk perlahan.

Saya! Saya, Bu!” semua murid bersorak beramai-ramai.

“Oke, Anak-Anak, duduk dan dengarkan Ibu baik-baik, ya!” jawab Bu Qinan.

Bu Qinan mulai bernarasi.

“Alkisah, di sebuah hutan yang bernama Rinnae. Hutan ini memiliki pepohonan lebat dan danau yang jernih. Di hutan itu terdapat desa para peri yang berukuran kecil. Mereka tinggal di atas ranting-ranting pohon yang menjulang tinggi dengan bentuk rumah kecil yang bermacam-macam.”

“Dikatakan, para peri itu bisa bicara dan mengerti bahasa manusia. Kala itu, para peri hidup berkelompok dan bersama-sama mengurus dan menjaga hutan Rinnae agar lingkungannya sehat dan tidak diganggu oleh makhluk-makhluk jahat.”

Sembari menghela napas, Bu Qinan melanjutkan. “Akan tetapi, ada masalah yang melanda hutan Rinnae. Para peri merasa hutan itu selalu aman, mereka pun tidak lagi menjaga hutan seperti dahulu.”

“Tanpa disadari para peri, hutan itu menjadi tidak sehat karena tidak diurus. Para peri yang tinggal di hutan terjangkit suatu penyakit dan mengalami kepunahan. Yang tersisa hanyalah beberapa peri. Oleh karena jumlah mereka yang sedikit, para peri memilih bersembunyi dan ada juga yang berpindah tempat.”

“Nah, Anak-Anak, menurut kalian, apa cerita itu nyata?” tanya Bu Qinan.

“Tidak tau, Bu,” jawab beberapa murid.

“Mungkin ini hanya cerita karangan saja,” Bu Qinan menyakinkan.

Bel kembali berbunyi, menandakan semua murid diharuskan pulang ke rumah masing-masing.

Hari-hari berlalu. Bertepatan dengan Minggu, Ibu mengajak Lova pergi ke rumah nenek untuk silaturahmi.

Nenek memiliki kebun bunga yang sangat luas dengan jenis yang beragam. Sangat indah dilihat. Lova tentu senang saat berkunjung ke rumah sang nenek.

Setelah sampai di rumah nenek, mereka bercengkerama cukup lama. Tidak disadari, waktu sudah sore hari. Lova meminta izin kepada dua wanita itu untuk pergi melihat kebun bunga lebih dekat.

“Ibu, Nenek, Lova izin pergi ke kebun sebentar, ya,” ucap Lova dengan wajah memelas.

Ibu Lova menggeleng pelan, “Tidak Lova, lebih baik besok pagi saja.”

Mendengar itu, Lova kesal dan segera berdiri, lalu pergi berlari tanpa sepatah kata pun menuju kebun bunga nenek.

Ibu Lova terkejut kemudian berteriak, “Lova! Lova! Dengarkan Ibu!”

Nenek terdiam cukup lama, “Sudahlah, Nak, Lova hanya ingin melihat kebun indahku sebentar. Dia pasti kembali, dia anak yang baik.”

Ibu Lova menoleh melihat ke arah anaknya yang berlari makin jauh. Dengan berat hati, ia mengangguk, “Baiklah, Bu. Mari kita masuk terlebih dahulu.”

Lova yang sudah berada di kebun bunga, ia merasa sangat bahagia dan menghampiri beberapa bunga serta menghirup aroma bunga-bunga itu. Ia melanjutkan perjalanannya menyusuri kebun nenek, Lova melihat kupu-kupu yang sangat cantik berterbangan di antara bunga lavender.

Lova terpaku melihat kupu-kupu indah itu. Ia terus berlari mengejar hingga berada di ujung kebun yang terhalang oleh pagar kayu.

Lova sedikit bimbang, tetapi keinginannya untuk kembali mengejar dan menangkap kupu-kupu itu lebih besar. Lova berusaha melewati pagar itu dengan memanjat, kemudian ia terus berjalan masuk menuju hutan besar.

Di sebelah kiri terlihat sebuah plang usang berukuran kecil yang berisi sebuah tulisan yang terlihat samar, tetapi Lova tidak memedulikan itu. Lova terus berjalan memasuki hutan. Pepohonan dan dedaunan makin lebat sehingga cahaya pun berkurang.

Sementara Lova belum juga menemukan kupu-kupu itu. Ia berpikir, lebih baik pulang sebelum hari benar-benar gelap. Namun, Lova sudah jauh sekali masuk ke dalam hutan sehingga tidak mengetahui arah jalan pulang.

Lova menoleh ke sana ke mari demi mengingat jalan yang dipijak sebelumnya. Nihil, Lova tidak mengingat apa pun.

Dia terlalu sibuk mengejar kupu-kupu, tanpa memperhatikan daerah di sekitarnya. Lova menunduk dan mulai menangis, “Bagaimana ini? Aku tidak bisa pulang.”

Tanpa Lova sadari, ada yang bersembunyi menatapnya sedari tadi. Dengan perlahan makhluk itu mendekat kemudian bertanya, “Hei, kenapa kamu menangis?”

Mendengar suara seseorang, Lova mendongakkan kepala. Dengan wajah terkejut, Lova berteriak, “Apa kamu nyata?”

Dengan yakin, mahkluk itu menjawab, “Tentu. Aku Sesha, peri di hutan ini. Apakah kamu tersesat?”

Mata Lova berbinar. Ia tidak menyangka, ternyata peri itu nyata. Dengan terbata-bata Lova berucap. “Iya, aku tersesat. Namaku, Lova. Sesha, apa kamu tau jalan keluar dari hutan ini?”

Sesha terdiam sejenak lalu mengangguk pelan, “Sepertinya aku tau, ada seorang nenek yang tinggal di luar hutan ini. Dia bisa membantumu.”

Tanpa pikir panjang, Lova mengangguk setuju. Mungkin nenek yang di maksud Sesha adalah neneknya.

Melihat persetujuan dari Lova, Sesha pun bergerak dengan sayapnya sembari menunjukkan jalan. Mereka pergi ke arah utara.

Kini, cahaya matahari makin redup. Menyadari itu, Sesha mengambil sesuatu dari tas kecilnya. Benda itu kemudian menyala, membantu penerangan mereka.

Sementara itu, ibu dan nenek Lova yang berada di rumah sangat panik. Keduanya saling menenangkan diri masing-masing. Mengingat Lova yang tidak kunjung datang.

Dengan rasa takut kehilangan, ibu dan nenek berdoa. “Ya Allah, selamatkanlah Lova, lindungilah ia dari malapetaka. Lova lekaslah kembali, Nak!”

Di tempat lain, Sesha dan Lova masih menyusuri hutan. Dari kejauhan, mereka melihat cahaya lampu remang-remang di hadapan. Dengan wajah semringah, Lova berlari menuju cahaya itu. Badan mungilnya terhalang oleh pagar, ia segera memanjat.

Dengan perasaan lega, Lova menatap Sesha. “Sesha, kamu peri yang baik hati. Aku sangat berterima kasih padamu.”

Sesha tersipu malu, “Eh, tidak masalah. Aku senang bisa menolongmu, Lova.”

Dari kejauhan terdengar suara wanita memanggil Lova. “De Lova! Apa itu kamu, Nak?”

“Sepertinya orang itu mengenalimu, cepat temui dia, Lova. Aku juga harus kembali ke hutan Rinnae.” Ucap Sesha sembari terbang melambaikan tangan menjauh dari Lova.

Lova terdiam mendengar peri itu berkata hutan Rinnae. Lova kembali teringat akan kisah Bu Qinan dan juga plang usang berukuran kecil yang ia lihat beberapa waktu lalu.

Puk… Puk…
Seseorang menepuk bahunya. Lova tersentak dan menoleh, ternyata itu adalah ibu dan neneknya. Lova pun tersenyum, ibu dan nenek juga ikut tersenyum. Kedua wanita itu merasa lega karena Lova baik-baik saja.

Nenek berkata, “Baiklah, ayo kita kembali ke rumah.” Akhirnya, mereka bertiga menuju rumah nenek.

Seminggu kemudian, ibu dan Lova berpamitan kepada sang nenek. Mereka akan kembali ke rumahnya di Desa Eudophia.

Selama seminggu ini pula, Lova mendapatkan pelajaran bermakna. Sebagai seorang anak, ia harus mematuhi perintah dan keputusan orang tuanya agar tidak terjadi malapetaka.

Kini, Lova sudah beranjak remaja. Ia tumbuh menjadi anak yang patuh.

Setiap hari libur tiba, Lova bersama sang ibu selalu mengunjungi nenek serta membantunya menjual bunga. Saat waktu luang, Lova akan menemui dan bermain dengan Sesha, si peri kecil yang berteman dengannya. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *