Penulis: Yeni Nurmayanti
CemerlangMedia.Com — “Rania, kenapa jam segini kamu belum selesai memasak, sedang apa aja kamu dari tadi? Ayo cepetan masaknya, kami sudah lapar,” hardik ibu tiriku.
Sejak ayah meninggal, mereka memperlakukan aku dengan buruk, menyuruhku memasak, dan membersihkan rumah tanpa kenal lelah. Aku merasa kesepian dan tidak dihargai.
Sikap mereka begitu berbeda ketika ayahku belum meninggal. Ketika ayah ada di rumah, sikap mereka begitu baik dan perhatian. Namun begitu ayah pergi bekerja, mereka seperti benci melihatku. Raut wajah mereka langsung berubah cemberut dan sewot saat menatapku.
Suatu ketika aku mengadukan perbuatan mereka kepada ayahku. Namun, ayah tidak percaya karena selama ada ayah, mereka benar-benar sangat baik padaku, mereka tidak mengizinkan aku membersihkan rumah. Ibu tiriku hanya menyuruhku untuk belajar dan kakak tiriku membantu ibu membersihkan rumah.
Lalu saat ayah pergi bekerja, semua pekerjaan rumah diserahkan padaku. Jika aku menolak, ibu tiriku tak segan memukulku menggunakan sapu. Suatu ketika saat aku kembali mengadukan perbuatan mereka kepada ayahku, tiba-tiba ibu menguping pembicaraan kami dan lagi-lagi ayah tidak percaya padaku.
Akhirnya setelah ayah pergi, mereka mengurungku di kamar mandi semalaman dan mengancam akan membunuhku jika aku mengadu lagi. Alhasil, aku tidak berani untuk mengadu kepada ayahku lagi.
Ayah juga tidak banyak memberi informasi tentang ibu kandungku. Ayah bilang, ibuku sudah menikah lagi dengan bule dan tinggal di negaranya. Setiap aku bertanya tentang ibu, ayah selalu mengganti topik, seolah enggan membicarakannya.
Di sekolah, aku menjadi sasaran bullying karena aku tidak memiliki banyak uang. Saat mereka meminta sesuatu dan aku tidak menurutinya, mereka tidak segan memukulku beramai-ramai. Aku tidak punya keberanian untuk melawan ataupun melapor ke guru karena mereka mengancam akan mengeluarkan aku dari sekolah dengan cara memfitnah mencuri barang atau dengan cara yang lain, akhirnya aku hanya pasrah saja.
Aku merasa tidak punya harapan. Suatu ketika aku sudah muak dengan keadaanku, aku merasa benar-benar lelah, aku merasa tuhan tidak adil padaku. Entah apa yang terlintas di benakku saat itu hingga aku mendekati balkon sekolah. Namun, tiba-tiba seseorang meraih tanganku dan memelukku. Ternyata itu kakak kelasku, Hannah, anggota OSIS di sekolahku.
“Siapa namamu, kenapa kamu hendak melakukan hal itu?” tanya Kak Hannah. Aku hanya bisa menangis tanpa kata di pelukan Kak Hannah.
Esok harinya Kak Hannah lewat di depan kelasku dan ia melihat teman-temanku sedang membuliku. Kak Hannah segera bergegas masuk ke dalam kelas.
“Hei, hentikan!” teriak Kak Hannah. Teman-temanku kaget melihat kedatangan Kak Hannah.
“Dengar ya, kalian! Jika aku melihat kalian membuli Rania lagi, aku akan mengadukan perbuatan kalian agar semua dihukum,” hardik Kak Hannah. Semua terdiam dan hanya bisa menunduk.
Sejak saat itu, mereka sudah tidak membuliku lagi. Aku mulai berteman akrab dengan Kak Hannah. Namun, itu tidak berlangsung lama karena setelah lulus sekolah, Kak Hannah melanjutkan pendidikannya ke universitas di luar negeri.
Sebelum lulus sekolah, Kak Hannah mengancam teman-teman sekelasku agar tidak membuliku setelah ia lulus. Jika tidak, Kak Hannah akan membuat mereka viral di sosmed dengan video mereka saat membuliku.
Setelah lulus sekolah, kakak tiriku melanjutkan pendidikan ke universitas, sementara aku bekerja di tempat laundry dekat rumahku. Aku harus berbagi gajiku dengan ibu tiri. Hal itu karena ibu tiriku memintaku mengganti biaya makan dan tempat tinggal, juga biaya sekolahku selepas ayah meninggal.
Aku hanya pasrah tanpa bisa melawan. Hari-hari kulalui dengan bekerja di tempat laundry. Gaji dari tempat laundry aku bagi dua, separuh untuk ibu tiriku dan separuh lagi untuk kebutuhanku. Meski jauh dari kata cukup, tetapi aku berusaha sedikit demi sedikit untuk menyisihkan uang agar aku memiliki tabungan.
Setelah dua tahun bekerja di tempat laundry, akhirnya aku bisa membeli handphone dan memiliki tabungan, meski hanya sedikit. Di sela-sela waktu istirahat, aku bermain gawai dan membuka media sosial Facebook. Ada banyak notifikasi masuk yang meminta untuk berteman karena aku baru memiliki akun.
Kemudian di sana ada iklan lowongan pekerjaan ke luar negeri, menjadi pelayan restoran dengan gaji bersih 15 juta per bulan dan fasilitas tempat tinggal juga makan. Cukup hanya membayar 5 juta rupiah, langsung berangkat ke Jerman.
Awalnya aku tidak tertarik sama sekali, tetapi setiap aku scroll FB, iklan itu kian gencar muncul di gawaiku. Lama-kelamaan aku mulai tertarik untuk mencobanya.
Aku sedikit ragu, tetapi setelah membaca kolom komentar rata-rata bagus, seperti mereka benar-benar bekerja, dari situ aku mulai percaya. Aku bermimpi untuk mengubah hidupku dan mencari pengalaman di luar negeri.
Aku pun memutuskan untuk mencobanya. Aku berharap bisa memiliki kehidupan yang lebih baik di sana.
Akhirnya aku berangkat ke Jerman dengan harapan baru, tetapi aku ditipu oleh agen yang menjanjikan pekerjaan. Aku terdampar di bandara tanpa uang dan tanpa tahu bahasa.
Aku ditinggalkan agen saat pergi ke toilet. Setelah kembali dari toilet, mereka sudah tidak ada dan nomor teleponku diblokir oleh mereka. Aku merasa panik dan tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Satu jam aku duduk termenung di bangku bandara, tiba-tiba aku teringat dengan nomor telpon ibuku yang diberikan ayah sesaat sebelum meninggal dunia. Aku mencoba menghubungi nomor ibuku. “Assalamualaikum, halo siapa ini?” tanya ibuku.
“Wa’alaikumsalam, ini Rania, Bu,” jawabku dengan lirih.
“Nak, ini kamu? Ya Allah, Ibu sangat kangen denganmu. Apa kabar, sudah lama Ibu ingin mendengar suaramu. Setiap Ibu menghubungi Ayahmu dan meminta berbicara denganmu, Ayahmu selalu bilang jika ia sedang bekerja dan sudah sekitar 3 tahunan nomor Ayahmu tidak aktif, ke mana dia, Nak?” tanya ibuku dengan isak tangis bahagia campur haru, begitu pun denganku.
“Bu, Ayah sudah meninggal 3 tahun yang lalu dan handphone Ayah sudah dijual oleh ibu tiriku untuk kebutuhan sehari-hari.”
Aku menceritakan kejadian bagaimana aku bisa sampai ke Jerman. Lalu ibu bilang bahwa ia juga tinggal di Jerman bersama suaminya dan memintaku untuk menunggu. Ibuku akan menjemputku, mungkin membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai di bandara.
Satu jam berlalu, ibuku menelepon bahwa ia sudah sampai di bandara. Ibu menghampiriku dan memelukku sangat erat sambil menangis bahagia dan tidak pernah menyangka akan bertemu denganku di sini.
Ibu mengenalkan suaminya padaku. Kemudian mengajakku kerumahnya. Sesampainya di rumah, ibu menceritakan kenapa mereka bisa bercerai dan bertemu dengan suaminya sekarang.
Ibu bertanya bagaimana dengan kehidupanku, lalu ibu bertanya apakah aku ingin kuliah? Tidak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu.
Awalnya aku ragu untuk menjawab karena aku tidak mau merepotkan ibu dan suaminya. Namun, ibu seolah mengerti bahasa kalbuku, ibu bilang, “Nak, jika kamu ingin kuliah lagi jangan sungkan, ayah sambungmu juga ingin agar kamu melanjutkan pendidikan.”
Aku pun akhirnya memutuskan untuk kuliah. Ternyata ibuku memiliki anak dari suaminya sekarang, anak perempuan berusia delapan tahun bernama Nadia. Saat pertama kali kami berjumpa, ia menyambutku dengan senyum riang di wajahnya serta pelukan hangat mendarat di tubuhku. Aku pun membalas senyum manisnya dan mencium pipinya.
Sejak kedatanganku dia terus mengikutiku. Ibu bilang, Nadia senang memiliki kakak, ia jadi tidak kesepian dan punya teman bermain. Meski aku belum mengerti bahasa Jerman, kami berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan sesekali menggunakan bahasa inggris.
Sekarang aku memiliki keluarga yang yang menyayangiku. Adikku pun mudah akrab denganku, meskipun ia baru bertemu denganku. Ia memiliki sifat extrovert, berbeda denganku yang introvert.
Akhirnya aku masuk kuliah. Seminggu kemudian, aku bertemu dengan Kak Hannah di universitas yang sama, ternyata Kak Hannah juga kuliah di Jerman.
Kami pun tukeran nomor kontak dan kembali menjadi sahabat karib. Akhirnya aku menyadari, setiap ujian yang Allah beri pasti menyimpan hikmah di dalamnya. Ternyata Allah sangat menyayangiku dan begitu adil padaku. Akhirnya aku menemukan orang-orang yang aku sayangi dan cintai. SELESAI. [CM/Na]