Oleh: Risma Aulia
(Siswi SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)
CemerlangMedia.Com — Masa putih abu-abu selalu identik dengan kisah-kisah remaja yang penuh warna. Bagi sebagian orang, masa SMA adalah waktu cinta pertama hadir dan masa mencari jati diri. Ada tawa dan canda, kadang juga tangis dan kecewa.
Nadippa Cmilovya, seseorang siswi kelas XI pindahan dari SMA Garuda ke SMA Bradiwijaya. Di sinilah kisahnya akan dimulai.
Hari pertama pindah ke SMA Bradiwijaya, Dippa terlambat masuk ke sekolah. Dia pun dihukum oleh OSIS.
Saat Dippa sedang hormat kepada bendera, tiba-tiba saja dia pingsan karena tidak sarapan. Rafandra Dityadinata, seseorang siswa kelas XII yang melihat Dippa pingsan, langsung membawanya ke UKS.
Semenjak itu, Dippa menyukai Rafa. Rasa itu muncul secara tiba-tiba dan tidak bisa dikendalikan.
Nadippa Cmilovya dan Rafandra Dityadinata. Dua remaja itu dipertemukan oleh takdir di masa-masa penuh keceriaan, saat keduanya berseragam putih abu-abu. Sebuah cerita sederhana yang mengajarkan bahwa kita harus berjuang dan perjuangan itu tidak akan mengkhianati hasil.
Dippa pindah ke SMA Bradiwijaya karena pekerjaan ayahnya. Dippa selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang dia mau karena dari kecil, keinginan dia selalu dipenuhi. Di SMA Bradiwijaya ini, Dippa memiliki sahabat, yaitu Shava.
Sementara Rafa, di balik semua prestasi dan kekayaannya, ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya semenjak dari kecil. Meskipun orang tuanya selalu memberikan uang yang berlebih, tetapi mereka sama sekali tidak pernah memberikan kasih sayang, padahal yang Rafa mau hanya kasih sayang dari orang tuanya.
“Siapa yang bawa gue ke UKS, Shav? Gak mungkin lo, kan? Secarakan gue berat, lo, mana kuat,” ucapnya sambil meledek Shava.
“Lo, tau gak, sih, yang bawa lo, ke sini tuh Kak Rafa kelas XII IPA 1, tau,” ucap Shava.
Dippa yang gak tau siapa Rafa langsung bertanya.
“Gue pernah dengar nama Rafa waktu di kantin. Para perempuan pada ngomongin dia, emang dia kenapa sih?” tanya Dippa yang sedang bingung.
“Duh, Dip, Kak Rafa tuh, cowok paling pintar di sini, tau. Dia jarang banget berinteraksi dengan perempuan, apalagi yang baru dia kenal. King-nya SMA Bradiwijaya,” ucap Shava dengan serius.
Dippa langsung pergi setelah mendengar ucapan Shava barusan dan menuju kelas XII IPA 1 untuk mencari tahu siapa Rafa.
***
Pagi Senin, setelah selesai upacara, Dippa langsung mengejar Rafa untuk memberikan bekal yang dia buat sebelum berangkat ke sekolah.
“Kak Rafa, tungguin! Woy, Kak Rafa, berhenti dong!” ucap Dippa yang ngos-ngosan sambil memanggil Rafa.
Rafa kebingungan melihat Dippa. Wajahnya begitu asing. “Siapa?” tanyanya singkat.
Dippa langsung tersenyum melihat itu. “Hai, Kak! Kenalin, aku Dippa, murid baru pindahan yang Kakak tolongin waktu pingsan kemarin.”
Rafa langsung ingat. “Ada apa?” tanyanya cuek.
“Aku mau kasih bekal ini ke kamu, di makan, ya!” Dippa langsung memberikan bekal yang telah dia siapkan itu.
Rafa yang melihat itu pun langsung pergi begitu saja, tanpa mengambil bekal yang dikasih Dippa.
Dippa yang merasa diperlakukan seperti itu langsung sedih dan menangis.
“Lo, ngapain nangis di sini? Btw, gue gak pernah liat lo sebelumnya, anak baru, ya?” tanya Adjie sambil memberikan tisu ke Dippa.
Adjie Aditya, ketua osis di SMA Bradiwijaya. Sosok yang ramah dan baik ke semua orang. Tidak jarang para siswi terpesona dengan penampilannya karena wajahnya yang ganteng.
Dippa langsung menerima tisu pemberian Adjie. “Makasih, Kak.”
“Iya, aku anak baru di sini. Nama aku, Dippa,” jawabnya sambil menghapus air matanya.
“Lo, kenapa nangis, Dip?” tanya Adjie sekali lagi.
“Aku gak kenapa-kenapa, Kak,” Jawab Dippa bernajak pergi.
Adjie langsung menahan Dippa, “Lo, suka sama Rafa? Saran gue sih, mending gak usah, Rafa tuh cuma suka sama Ceisya.”
Dippa langsung mengerutkan keningnya, “Ceisya?” tanyanya kebingungan
“Iya Ceisya, teman sekelasnya Rafa. Dia pintar banget, Queen-nya SMA Bradiwijaya. Setahu gue sih, Rafa cuma mau dekat dengan cewek, ya, hanya Ceisya doang,” kata Adjie dengan serius.
Dippa yang mendengar hal itu merasa hancur.
Hari-hari berlalu, Dippa masih terus mencoba mendekati Rafa, meskipun tidak pernah ada respons dari Rafa. Setiap kali dia memberikan bekal, Rafa selalu menolak dengan dingin.
Namun, Dippa tak pernah berhenti. Sahabatnya, Shava, selalu menyemangatinya, meskipun merasa, Dippa terlalu keras kepala.
Di tengah kesedihannya, Adjie datang menghampiri. Dia menasihati Dippa dengan bijaksana.
“Dip, gue tahu, lo suka sama Rafa, tetapi apa yang kita inginkan itu belum tentu yang terbaik untuk kita. Cinta itu harus karena Allah. Lo, boleh suka sama seseorang, itu fitrah manusia. Tapi bagaimana lo, mengendalikan rasa suka itu agar tidak melanggar aturan-Nya.” Nasihat Adjie membuat Dippa terdiam.
Dippa mulai merenungi perasaan dan perjuangannya. Ternyata dia salah, selama ini Dippa terlalu fokus mengejar cinta Rafa hingga melupakan sesuatu yang lebih penting, yaitu hubungannya dengan Allah.
Sejak itu, Dippa mulai berubah. Dia mulai memperdalam pemahaman agamanya.
Dippa sering menghadiri kajian-kajian di sekolah, mulai memperbaiki salatnya dan mulai fokus belajar supaya mendapatkan ranking. Dalam setiap doanya, Dippa meminta agar Allah memberikannya ketenangan hati dan memohon agar diberi yang terbaik, bukan hanya apa yang dia inginkan.
Sementara Rafa menghadapi masalah dalam kehidupannya. Dia merasa kosong, meskipun sudah memiliki segalanya, prestasi dan kekayaan. Rafa merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, yakni ketenangan batin.
Suatu hari, tanpa sengaja, dia mendengar Dippa sedang berbicara dengan Adjie tentang pentingnya mencari rida Allah dalam setiap hal, termasuk dalam cinta. Kata-kata itu terngiang di benaknya.
Rafa mulai menyadari bahwa dia telah salah dalam mengejar kesempurnaan duniawi. Dia mulai mencari ketenangan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Rafa juga mulai rajin salat dan mendalami agama, seperti yang Dippa lakukan.
Seiring berjalannya waktu, perubahan yang terjadi pada Rafa dan Dippa membuat keduanya makin dewasa dalam memandang cinta dan kehidupan. Meski awalnya cinta Dippa kepada Rafa penuh dengan ambisi, kini dia lebih berserah diri kepada takdir Allah.
Rafa pun menyadari bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari apa yang tampak di dunia, tetapi dari kedekatan dengan Allah.
Dippa menemukan kebahagiaan dalam ketaatannya kepada Allah. Dippa menyadari bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang membawanya lebih dekat kepada Allah.
Di akhir masa putih abu-abunya, Dippa mengerti bahwa cinta pertama itu harus bisa dikendalikan. Dari cinta pertama ia mengerti makna cinta sesungguhnya, membuat ia mengenal Rabb-nya, dan tentunya memberikan pelajaran yang berharga untuk masa depan.
Dalam setiap langkahnya, Dippa selalu berdoa, “Ya Allah, jika dia bukan yang terbaik untukku, jauhkanlah hatiku dari rasa cinta ini. Berikanlah aku kekuatan untuk menerima apa yang Engkau takdirkan, dan kuatkanlah imanku untuk selalu berserah diri kepada-Mu.”
Dippa menemukan bahwa cinta kepada manusia mungkin bisa patah, tetapi cinta kepada Allah akan selalu kekal dan memberi kedamaian yang sesungguhnya.
***
Beberapa tahun telah berlalu sejak masa-masa SMA Dippa di Bradiwijaya, kini hidupnya banyak berubah. Dippa telah tumbuh menjadi seorang wanita yang dewasa dan bijaksana, seorang muslimah yang menjalani hidup dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Setelah lulus dari universitas, ia bekerja di sebuah perusahaan dan menjadi sosok yang disegani di kalangan rekan kerjanya. Namun, kenangan masa lalu di SMA Bradiwijaya, termasuk tentang Rafa, masih tetap melekat di hatinya.
Sementara itu, Rafa yang dulu dikenal sebagai pria pendiam dan fokus pada prestasi, telah mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Ia telah menjadi pengusaha sukses dan dikenal sebagai sosok yang cerdas dan berwibawa.
Namun, kesuksesannya dalam karir tidak diimbangi dengan kebahagiaan dalam hidup pribadinya. Ada perasaan kosong yang selalu menghantui Rafa, meskipun dari luar dia terlihat seperti pria yang sempurna. Dia sadar bahwa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang dan kesuksesan duniawi, yaitu cinta yang tulus dan kebahagiaan batin.
Rafa mulai merenungi hidupnya. Dia mengingat masa-masa dahulu menyia-nyiakan perhatian sahabat sebaik Dippa.
Suatu hari, Rafa memutuskan untuk menghadiri reuni SMA Bradiwijaya. Ia berharap bisa bertemu kembali dengan Dippa. Dia merasa perlu berbicara untuk meminta maaf.
Rafa tahu bahwa Dippa mungkin sudah melupakan semua tentang dirinya, tetapi dia merasa harus meluruskan semuanya agar bisa mendapatkan ketenangan batin.
Dengan hati berdebar, Rafa menunggu momen bisa melihat Dippa lagi. Dippa memasuki aula reuni. Dia kini telah berubah, tampak lebih anggun dan berwibawa dengan kerudung yang melambangkan keimanannya.
Sementara perasaan Dippa biasa saja. Bagi Dippa, masa SMA sudah menjadi bagian dari kenangan. Kini ia lebih fokus pada kehidupan masa kini dan masa depannya.
Setelah reuni berakhir, Rafa memberanikan diri untuk berbicara dengan Dippa.
“Assalamu’alaikum, Dippa,” jawab Rafa pelan, sambil menundukkan pandangannya, mengingat adab berbicara dengan seorang wanita dalam Islam. Lagi pula ada perasaan tidak biasa terhadap Dippa yang sudah berubah.
“Wa’alaikumussalam, Rafa. Apa kabar?” Jawab Dippa sembari tersenyum.
“Aku baik, alhamdulillah. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan ke kamu sejak lama, Dip.” Raffa memberanikan diri untuk menceritakan semuanya tentang dirinya yang terlalu berambisi pada dunia. Kini ia menyadari, dunia yang dikejarnya hanyalah sebuah fatamorgana yang tidak bisa memberikan ketenangan dalam hidupnya.
“Aku minta maaf, ya.”
“Apakah ada kesempatan untuk aku mengenalmu lebih jauh?” ucap Rafa tiba-tiba.
Dippa terdiam, merenungkan permintaan Rafa. Dalam benaknya, dia tahu bahwa tak layak mencintai seseorang jika belum terikat dalam akad pernikahan.
Apalagi Dippa sedang menjalani proses taaruf dengan Adjie, sahabat yang selalu ada untuknya dan membimbingnya dalam menjalani hidup yang lebih islami.
“Rafa, aku menghargai perasaan kamu. Tapi sekarang, aku akan menikah dengan seseorang yang lebih dari sekadar teman di hidupku. Seseorang yang selalu ada untukku, yang membimbingku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.”
Rafa terkejut. “Adjie kah yang kamu maksud?” Dippa mengangguk mengiyakan.
Rafa tahu, Adjie dan Dippa memang dekat, tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa hubungan mereka akan berakhir di pelaminan. Rafa merasakan perasaan kehilangan yang dalam.
“Waktu SMA Adjie selalu ada. Dia tidak hanya membantuku secara emosional, tetapi juga mengingatkanku dalam kebaikan.” Sejenak Dippa teringat kembali pada masa di SMA dahulu.
“Meski setamat SMA kami tidak ada komunikasi, tetapi Allah pertemukan lagi dengan cara-Nya. Aku berharap Adjie adalah jodoh yang Allah kirimkan untukku,” ucap Dippa penuh harap.
Rafa terdiam, merenungi semua kata-kata Dippa. Dia merasa kalah, tetapi bukan dalam arti kompetisi, melainkan dia merasa gagal melihat sesuatu yang penting dalam hidup ini.
Rafa akhirnya menyadari bahwa cinta sejati tidak sekadar tentang perasaan terhadap seseorang, tetapi lebih dari itu, bagaimana sebuah persahabatan membawa seseorang lebih dekat kepada Sang Pencipta.
“Aku mengerti. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu dan Adjie. Semoga kalian selalu bahagia dan diberkahi oleh Allah.”
Dippa tersenyum dan mengangguk. “Aamiin. Semoga Allah juga memberikan kamu kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup.”
Setelah pertemuan itu, Rafa perlahan-lahan merelakan Dippa. Dia harus menerima takdir dan mengikhlaskan apa yang bukan miliknya.
Rafa memutuskan untuk lebih fokus mendekatkan diri kepada Allah. Dia meyakini bahwa suatu hari nanti, Allah akan memberikan kebahagiaan juga untuknya.
Prosesi lamaran pun berjalan. Adjie mengajak keluarganya datang ke rumah Dippa. Dippa menerima lamaran itu dengan hati yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Mereka berdua tahu bahwa pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana membangun keluarga yang berlandaskan iman dan takwa kepada Allah.
**
Beberapa bulan kemudian, pernikahan mereka dilangsungkan dengan sederhana, tetapi penuh makna. Dippa dan Adjie mengikat janji suci di hadapan Allah, berkomitmen untuk menjalani hidup bersama dengan penuh cinta dan tanggung jawab sebagai suami istri yang taat kepada-Nya.
Rafa juga datang ke pernikahan itu. Ia belajar ikhlas dan mendoakan kebahagiaan bagi Dippa dan Adjie.
Kini, Dippa dan Adjie menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh berkah. Mereka bersama-sama saling mengingatkan untuk tetap berada di jalan yang diridai Allah dan cinta mereka terus tumbuh seiring dengan bertambahnya keimanan kepada Allah.
Mereka memahami bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang bagaimana menjalani hidup sesuai dengan aturan Allah, saling mendukung dan menguatkan dalam kebaikan.
Di bawah naungan rahmat Allah, cinta mereka tumbuh dan berkembang. Keduanya akan membuktikan bahwa cinta yang dilandasi iman akan selalu kuat dan tak lekang oleh waktu. [CM/NA]