Meraih Mimpi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Managing Editor CemerlangMedia.Com

CemerlangMedia.Com — Azizah tidak pernah berpikir jika akhirnya ia akan terjun ke dunia desain dan literasi pada usia menjelang kepala empat. Kegagalannya mengecap bangku kuliah karena ketiadaan biaya tidak membuatnya serta merta gagal meraih mimpi, padahal gadis itu termasuk siswi berprestasi, tetapi introver. Tidak punya nyali untuk berbicara di depan, meskipun terkadang keadaan memaksa, sontak keringat dingin akan membasahi sekujur tubuhnya yang sudah gemetaran.

“Mas, aku ikut kelas menulis saja, biar bisa dakwah juga seperti yang lainnya. Aku kesulitan kalau disuruh bicara.” Azizah mengutarakan keinginan kepada Azim, sang suami. Perempuan itu berharap dapat izin dari sang suami karena menulis tidak akan meninggalkan pekerjaan rumahnya.

“Boleh, tetapi kamu kuat tidak, duduk lama saja tidak sanggup. Sedangkan menulis butuh jam duduk lama.” Azim meragukan kondisi Azizah.

Pasca operasi sesar keempat kalinya, kondisi Azizah memang tidak sekuat dahulu, meskipun aslinya ia memang penyakitan, tetapi kondisinya makin memburuk. Bahkan, untuk duduk menemani Azim makan atau menyelesaikan pekerjaannya saja, Azizah hanya sanggup lima belas menit, tidak bisa lebih.

“Insyaallah, bisa, Mas. Aku, kan bisa menulis sambil berbaring,” jawab Azizah memberi alasan.

Azim pun mengiakan permintaan sang istri sembari berpesan, “Jangan lupa istirahat sebelum tubuh minta haknya.”

Azizah mengangguk mengiakan. Wajahnya tampak semringah. Seketika ia teringat terakhir menulis adalah masa merah putih. Kala itu ia menulis sebuah karangan berjudul “Cita-Citaku” berisi impiannya kelak setelah ia menyelesaikan sekolah dasar.

**
Azizah membaringkan tubuhnya setelah seharian berkutat dengan tugas sekolah sambil memandangi langit-langit kamarnya yang dilapisi kertas koran usang. Mulai dari harian Singgalang, Haluan, Kompas, Republika, berjejer menutupi plafon bilik (kamar) tidurnya. Bahkan, ruang makan dan beberapa bilik (kamar) rumah gadang dilapisi kertas yang sama.

Rumah adat minang milik nenek Azizah memang sudah bolong-bolong di bagian plafon, tetapi bangunannya masih kokoh berdiri, termasuk dindingnya. Sejenak, Azizah hanyut dalam khayalan bahwa suatu saat namanya bisa tertera di salah satu harian itu.

**

Azizah mulai menekuni dunia barunya, literasi. Berbagai artikel yang ia tulis pun tayang di beberapa media nasional, termasuk harian cetak Republika. Bukan sebagai penulis roman picisan, tetapi menjadikan setiap untaian kata yang ia tuliskan sebagai media dakwah sehingga bisa mencerahkan pemikiran masyarakat. Impian yang pernah ia harapkan di saat masih remaja.

Dampak Covid-19 membuat berbagai aktivitas dilakukan dari rumah. Bisnis eksport Azim pun gulung tikar. Usaha online Azizah yang sempat terhenti sejak ia hamil sampai pasca operasi sesar, ia bangun kembali.

Mobilitas di dunia maya meningkat drastis hingga Azizah dipertemukan dengan beragam kelas online, termasuk kelas desain grafis. Ia yang semulanya ikut desain untuk mempercantik usaha online-nya, kemudian diminta untuk mengisi kelas desain grafis di berbagai komunitas. Sesuatu hal yang baru tentunya, apalagi sebagian ilmu desain grafisnya Azizah dapatkan secara otodidak.

“Dik, bisa mengisi kelas desain grafis di komunitas Remove Karawang?” Sebuah pesan masuk di WhatsApp Azizah.

“Zoom atau di WAG, Mbak? Kalau Zoom saya nggak berani, malu.” Sifat introver Azizah timbul seketika. Ia selalu takut kalau disuruh ‘manggung’ dengan alasan demam panggung.

“WAG aja, mau, ya?” Bujuk Mbak Ika, salah satu peserta di kelas desain grafis yang Azizah buka.

Azizah pun mengiakan, meskipun perasaannya nano-nano. “Akan tetapi, bismillah aja deh,” batin Azizah.

Bukan hanya kelas desain grafis, ia pun diminta untuk mengisi materi motivasi di suatu komunitas. “Duh, bagaimana mungkin saya bisa mengisi kelas motivasi, sedangkan saya saja belum bisa memotivasi diri sendiri,” curhat Azizah ke salah seorang teman dunia mayanya.

“Dicoba aja, pasti bisa! Mbak, kan sudah banyak melewati masa-masa sulit, bahkan jatuh bangun perihal ekonomi. Dari yang dahulu tinggal minta, sekarang harus bersusah payah. Bagaimana bangkit dan sabar menghadapi qada-Nya patut dibagi ke banyak orang agar bisa mengispirasi.” Teman Azizah meyakinkan kalau perempuan itu pasti bisa.

Azizah memang orang yang gigih. Ia sadar betul dengan segala kekurangan yang dimilikinya. Untuk itu, Azizah bertekad bahwa apa yang bisa ia lakukan, akan diupayakannya dengan maksimal. Mimpi perempuan itu sederhana, menjadi orang yang bermanfaat di tengah keterbatasannya. Beruntung, semua itu didukung oleh suaminya, Azim.

Tidak hanya menjadi penulis di berbagai media online, Azizah pun bertekad untuk belajar fiksi, keluar dari zona nyaman sebagai penulis Opini dan Surat Pembaca hingga akhirnya ia melahirkan lebih dari 80 buku antologi dari berbagai komunitas dan juga melahirkan 4 karya solo.

“Mbak, naskah saya lolos seleksi, salah satunya naskah bulan lalu yang tidak lolos. Masyaallah, amazing banget untuk saya.” Azizah bersorak gembira ketika ia ketahui naskahnya lolos seleksi dan akan sebuku dengan penulis ternama Gol A Gong.

Sejenak Azizah teringat masa-masa SMA dan bekerja dahulu. Ia senang membaca karya Gol A Gong, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, tanpa pernah terpikir jika suatu saat bisa menulis pula seperti mereka.

**
Sentuhan tangan Azizah melalui desain grafis telah menghasilkan lebih dari 80 cover buku. Dengan kesibukannya menjadi penulis sekaligus desainer grafis, Azizah merasakan tubuhnya sehat, meskipun osteoarthritis yang ia derita makin hebat.

Ketika lelah itu datang, Azizah akan beristirahat sejenak sebagaimana pesan Azim, sang suami. Begitupun ketika matanya mulai lelah menatap layar laptop.

Azizah ingin tetap berkarya, meski dengan segala keterbatasannya. Bukan demi harta, tetapi untuk dakwah, membangkitkan pemikiran umat sehingga tidak lagi berada dalam kungkungan sistem hidup yang rusak dan merusak.

Azizah memang tidak bisa menguasai panggung dengan gaya bahasanya, tetapi ia yakin bisa menguasai dunia melalui tulisan-tulisan yang mencerahkan dan mencerdaskan. Ia memang tidak memiliki kemampuan untuk berjalan berkeliling dan mengunjungi banyak orang untuk mengajak mereka kepada kebaikan.

Namun Azizah yakin, melalui karya-karyanya, ia mampu mengetuk pintu-pintu hati para pembaca untuk selalu berbuat kebaikan dan terikat dengan aturan Allah. Tidak ada yang lebih membahagiakan Azizah ketika karyanya, baik desain maupun tulisannya bisa diterima oleh banyak orang.

Bersama komunitasnya yang ia namakan Habit Tracker, Azizah mengajak para muslimah untuk berdakwah melalui desain. Ia juga aktif membuka kelas desain grafis secara gratis maupun berbayar.

Semua ia lakukan untuk memberikan manfaat di usia yang tidak bisa lagi disebut muda. Azizah tidak ingin segala keterbatasan yang ia miliki menjadi penghalang untuk berkarya dan berdakwah. Sebab, semua orang memiliki waktu yang sama, hanya manjemen waktu yang membuat hasilnya berbeda.

Apalagi di tengah gempuran bacaan yang tidak mendidik, Azizah ingin tulisannya mampu memberikan pendidikan, mengedukasi, menginspirasi, dan memotivasi masyarakat agar selalu di jalan kebaikan. Apa pun kekurangan dan keterbatasan, maka fokus pada apa yang dimiliki, niscaya akan menggugah banyak jiwa.

Azizah menutup laptopnya setelah menulis beberapa bab novel keduanya. Perempuan itu berharap novel yang mengangkat tema trafficking itu bisa dirilis akhir tahun ini. Bukan hanya itu, Azizah juga punya target bisa merampungkan buku motivasinya yang akan diajukan ke penerbit mayor.

Azizah berharap, Allah mengabulkan semua cita-citanya agar terus bisa memberikan manfaat untuk masyarakat. Azizah tidak pernah menyesal mengenal literasi ketika usianya tidak lagi muda. Untuk itu, ia terus memanfaatkan peluang tanpa kata lelah.

Azizah tidak pernah mengenal lelah dan tidak ingin pula mengeluhkan apa yang ia rasa, kecuali jika tubuh sudah meminta haknya. Bagi Azizah, selama aktivitasnya duduk, ia akan menikmati semua itu dengan bahagia.

**
“Sudah, istirahat dahulu. Sudah sedari bakda Subuh di depan laptop,” suara Azim memanggil lembut menghentikan ketikan Azizah. Ia menoleh sejenak kepada laki-laki yang sudah 18 tahun menikahinya.

“Sebentar, ya, Mas, satu paragraf lagi. Tadi aku sudah beristirahat kok, baru lima belas menit yang lalu duduk lagi,” ucap Azizah singkat.

Ia kembali menghadap ke layar laptop dan berusaha menyelesaikan naskah opini yang sudah dikejar deadline. Seharusnya naskah itu sudah selesai dari siang, tetapi karena sakit punggungnya kumat, Azizah memilih berbaring saja di ranjang.

Azizah lalu menyimpan file naskahnya, kemudian membuka e-mail dan mengirimkan naskah tersebut ke Voa Islam. Setelah memastikan filenya terkirim, Azizah lalu melepaskan kacamatanya dan meminta putra ketiganya untuk mematikan laptop. Perempuan itu lega, tugasnya selesai sudah. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *