Oleh: Nurhalisa
(Siswi SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)
CemerlangMedia.Com — Pagi yang cerah menyambut desa dengan sinar matahari hangat yang menembus kaca jendela. Ayam berkokok, burung-burung berkicauan ria membangunkan sang penghuni rumah dari tidurnya.
Meskipun rasa malas menderanya dan selimut terasa sangat nyaman, dia tahu bahwa hari ini harus dimulai dengan semangat. Dengan setengah mata terbuka, dia menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk memulai hari dengan penuh energi.
Tiba-tiba teriakan ibunya terdengar dari dapur, “Sarah, ayo cepat bangun! Jangan malas, nanti terlambat!”
Suara ibu yang tegas menyebar ke seluruh rumah, menambah dorongan untuk segera beranjak dari tempat tidur. Dengan rasa harap-harap cemas, dia melompat dari ranjang dan melihat jam di meja samping tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 05.30 pagi.
Sarah panik dan langsung menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, dia bergegas ke dapur, ibu sudah menyiapkan sarapan di meja.
“Ibu, aku sudah terlambat. Aku tidak bisa sarapan sekarang.” Kata Sarah sambil menjinjing tas.
Ibu menatap penuh perhatian sambil berkata, “Sarah, makan sedikit aja, Nak, jangan biarkan perutmu kosong, nanti mag kamu kambuh. Ini penting untuk kesehatanmu.”
Sarah menggelengkan kepala, “Maaf, Bu, aku benar-benar tidak punya waktu. Aku harus segera pergi.”
Melihat kekhawatiran di wajah Sarah, ibunya menghela napas dan segera mengambil kotak bekal dari meja. “Baiklah, kalau begitu. Ambil bekal ini dan makan saat di perjalanan. Ingat Sarah, bekal ini harus kamu makan!”
Sarah menerima kotak bekal dengan rasa terima kasih dan senyum lebar. “Terima kasih, Bu. Iya, nanti aku makan bekal ini.”
Dengan bekal di tangan, Sarah melangkah cepat keluar rumah menuju pangkalan angkot.
Setibanya di pangkalan, Sarah mencari tempat duduk yang nyaman. Ia membuka kotak bekal yang diberikan ibunya dan mulai makan dengan lahap sambil menunggu angkot.
Meskipun waktu sangat terbatas, Sarah merasa lega dan bersyukur karena bisa menikmati bekal dari ibunya.
Setelah selesai makan, angkot yang ditunggu pun tiba dan Sarah naik dengan penuh semangat. Di dalam angkot, Sarah mencari tempat duduk di samping kakak kelasnya. Selama perjalanan, mereka bercakap-cakap sambil menikmati pemandangan di luar jendela.
“Lihat deh, Sarah!” Kata Laura, kakak kelasnya, sambil menunjuk ke arah jendela.
“Pemandangan pagi ini luar biasa! Langitnya begitu biru dan pohon-pohon di pinggir jalan terlihat segar sekali.”
Sarah menoleh ke luar dan tersenyum. “Iya, pemandangannya memang indah. Rasanya segar melihat hijaunya pepohonan dan langit yang cerah. Ini benar-benar membuatku merasa lebih bersemangat.”
Laura setuju dengan jawaban Sarah. Mereka pun melanjutkan percakapan sambil menikmati perjalanan.
Tidak lama kemudian, angkot tersebut tiba di sekolah. Sarah turun dan berdiri di depan gerbang SMPN 5 Bina Bangsa. Bangunan sekolah yang berdiri kokoh sejak 30 tahun lalu, bercat putih dengan aksen biru, tampak megah di hadapan mereka.
Meski sudah berusia beberapa dekade, bangunan itu tetap terawat dengan baik. Sarah melangkah ke halaman sekolah, siap untuk mengikuti upacara bendera pagi hari yang akan dimulai.
Upacara tersebut menjadi kegiatan rutin di sekolah. Sarah yang terlambat memasuki barisan, dihukum guru dengan membuat barisan berbeda dari teman sekelasnya.
Setelah upacara bendera selesai, Sarah melangkah menuju kelasnya. Ia memasuki ruang kelas IX ruang 7. Dengan senyum di wajahnya, Sarah menyapa teman-teman sekelasnya yang juga mulai memasuki kelas. Ia duduk di bagian depan dekat jendela agar bisa menikmati cahaya matahari pagi.
Teman sebangku Sarah adalah Raisa, sahabatnya sejak kecil. Raisa sudah duduk di tempatnya dan tersenyum ketika Sarah mendekat.
“Selamat pagi, Sarah. Akhirnya kamu datang juga. Aku sejak tadi menunggumu, aku pikir kamu tidak sekolah.”
Sarah membalas senyuman Raisa dan duduk di sampingnya. “Selamat pagi juga, Raisa. Aku tadi bangun kesiangan, jadi terlambat ke sekolah.”
Sambil menunggu bel pelajaran pertama dimulai, mereka berdua saling berbagi cerita dan keseruan selama akhir pekan. Raisa bercerita tentang acara keluarga yang dia hadiri, sementara Sarah membagikan kisah tentang kegiatan seru yang dilakukannya.
Bel sekolah berbunyi, menandakan dimulainya jam pelajaran pertama.
“Eh, sudah bel! Ayo, kita siap-siap,” kata Raisa dengan antusias.
Sarah mengangguk dan mengeluarkan buku serta alat tulis dari tasnya. “Yup, saatnya belajar. Semoga hari ini menyenangkan!”
Keduanya bersiap menghadapi pelajaran pertama dengan semangat. Siap untuk memulai pelajaran agama Islam.
Tidak lama kemudian, guru agama, Ustazah Aisyah memasuki kelas dengan senyum hangat. Semua siswa berdiri dan mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapa Ustazah Aisyah.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab siswa serempak.
Setelah semua siswa duduk kembali, Ustazah Aisyah mulai menjelaskan pelajaran.
“Hari ini, kita akan membahas tentang bersyukur. Apa yang dimaksud dengan bersyukur? Bersyukur adalah sikap menghargai dan merasa cukup dengan segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, baik itu berupa kesehatan, rezeki, atau kebahagiaan.”
Sarah mendengarkan dengan saksama. Ustazah Aisyah melanjutkan, “Bersyukur bukan hanya tentang ucapan, tetapi juga tentang tindakan. Kita harus menunjukkan rasa syukur kita dengan cara menggunakan nikmat yang diberikan dengan baik dan tidak menyia-nyiakannya.”
Salah satu siswa, Abdullah mengangkat tangan dan bertanya, “Ustazah, bagaimana jika kita merasa sulit untuk bersyukur karena masalah yang kita hadapi?”
Ustazah Aisyah tersenyum lembut dan menjawab, “Pertanyaan yang bagus, Abdullah. Bersyukur dalam situasi sulit memang tidak mudah, tetapi itu adalah bagian dari ujian iman kita. Kita bisa mulai dengan menghargai apa yang masih kita miliki, seperti kesehatan, keluarga, atau teman-teman kita. Ingatlah bahwa setiap ujian juga merupakan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan belajar dari pengalaman tersebut.”
Abdullah mengangguk. Ia tampak puas dengan penjelasan tersebut. “Terima kasih, Ustazah.”
Ustazah Aisyah melanjutkan, “Tidak ada salahnya juga untuk berbicara dengan orang-orang terdekat jika kita merasa kesulitan. Dukungan dari keluarga dan teman dapat membantu kita melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih positif.”
Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu untuk jeda sejenak. Sarah dan Raisa berjalan ke kantin bersama teman-teman mereka.
Sarah baru saja mengambil uang dari sakunya ketika Raisa tiba-tiba bertanya, “Sarah, bagaimana uang sakumu hari ini?”
Sarah mengeluarkan uang dari sakunya dan menjawab dengan nada sedikit mengeluh, “Hanya diberi ibuku sepuluh ribu. Aku ingin membeli beberapa camilan, tetapi sepertinya uangku tidak cukup.”
Raisa menatap Sarah dan berkata, “Kadang kita lupa untuk bersyukur dengan apa yang kita punya. Uang sakumu memang tidak banyak, tetapi kalau bisa menggunakan dengan bijak, itu sudah cukup. Banyak anak-anak yang bahkan tidak memiliki uang saku sama sekali.”
Sarah terdiam sejenak, merenungkan apa yang dikatakan Raisa. Ia merasa malu dan mulai menyadari betapa seringnya ia tidak bersyukur dengan nikmat kecil yang dimilikinya.
“Kamu benar, Raisa. Aku harus belajar untuk lebih bersyukur dengan apa yang aku punya. Terima kasih sudah mengingatkanku.”
Raisa tersenyum, “Sama-sama, Sarah.”
Sarah dan Raisa membeli beberapa camilan dengan uang yang ada. Keduanya pun duduk di kursi bersama teman-teman yang lain sambil bercakap-cakap tentang pelajaran pagi dan berbagai hal lainnya.
Bel berbunyi menandakan waktu istirahat telah habis. Sarah dan Raisa kembali ke ruang kelas. Mereka memasuki kelas tepat waktu dan menyiapkan perlengkapan untuk pelajaran berikutnya.
Saat bel pulang berbunyi, Sarah dan Raisa keluar dari kelas dengan langkah ceria. Mereka berdua sepakat untuk berbagi pengalaman dan menerapkan pelajaran yang didapat hari itu dalam kehidupan sehari-hari.
Sarah bertemu dengan ibunya di depan gerbang sekolah. Ibu tersenyum ketika melihat Sarah mendekat. “Bagaimana harimu, Sarah?”
Sarah memeluk ibunya dan menjawab dengan penuh semangat, “Hari ini sangat baik, Bu. Aku belajar banyak tentang bersyukur. Terima kasih, Ibu sudah menyiapkan bekal untuk Sarah pagi ini. Itu sangat membantu.”
Ibu mengangguk dengan bangga. “Alhamdulillah, Ibu senang mendengarnya. Mari kita pulang dan istirahat. Semoga hari-hari selanjutnya juga penuh semangat dan mendapatkan pelajaran yang berharga.”
Dengan hati yang penuh rasa syukur, Sarah dan ibunya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Sarah merasa lebih bahagia dan bersyukur atas segala hal yang dimilikinya. Dia mulai memikirkan bagaimana bisa lebih baik lagi dalam bersyukur dan menggunakan setiap nikmat yang diberikan-Nya dengan bijak. [CM/NA]