Oleh: Cut Dida Farida
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Apa ini, Fit?” Tanya Anggina seraya menunjukkan kertas putih berlaminating seukuran KTP saat mereka makan bakso di kantin sekolah. Tiba-tiba Anggina menemukan benda tersebut di dalam dompet Fitri, kala Fitri menyuruh sahabatnya itu membayarkan bakso mereka menggunakan uangnya.
“Oh, itu. Nggak tau juga aku… Disuruh nenekku bawa… Buat ngejagain aku katanya,” jawab Fitri.
“Rajah bukan, sih?” tukas Anggina.
“Apaan itu rajah?” tanya Fitri balik.
“Semacam jimat gitu…” lirih Anggina.
“Ah, masa? Itu lo, tulisan Arab biasa,” elak Fitri.
“Tapi emang gak kebaca sih, saking kecilnya. Udah biarin ajalah! Aku juga sebenarnya gak percaya kok dengan yang begituan. Udah, yuk kita cabut!” kata Fitri. Dan mereka pun kembali ke kelas.
Seminggu kemudian.
“Fit, ayo kita ikut acara ruqyah syar’iyyah di Islamic Center, Ahad besok.” Ajak Anggina sambil menunjuk publikasi acara yang terpampang di mading sekolah.
“Ayo…besok kujemput, ya,” sahut Fitri.
“Oke, siap,” jawab Anggina.
**
“Ramai juga ya, Gin, yang datang,” kata Fitri ketika berada di Gedung Islamic Center.
“Hooh,” jawab Anggina.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas kehadiran dan bapak ibu sekalian.” Sang pembawa acara memulai.
Acara dibuka dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, kemudian dilanjut sesi pemaparan mengenai ruqyah dan jenis-jenis ruqyah.
“Ruqyah secara bahasa maknanya jampi-jampi, sementara dalam Islam, ruqyah artinya terapi penyembuhan dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan doa-doa. Tujuan dari ruqyah yaitu untuk meredakan gangguan atau penyakit.”
“Ruqyah ada dua macam, ruqyah syar’iyyah dan ruqyah syirkiyyah. Ruqyah syar’iyyah menggunakan bacaan doa yang berasal dari Al-Qur’an dan hadis, sedangkan ruqyah syirkiyyah yaitu dengan mendatangi dukun atau ustaz dukun, dan melakukan ritual yang tidak ada tuntunannya dalam Islam.”
“Sebentar lagi kita akan memulai prosesi ruqyah syar’iyyah massal. Bagi peserta yang membawa jimat, rajah, dan sebagainya, mohon diserahkan ke panitia untuk dihancurkan terlebih dahulu,” kata pemateri.
Fitri gelisah, dia teringat dengan barang yang ia taruh di dompetnya. Ia sangsi jika barang itu adalah rajah. Akhirnya barang itu pun tidak ia kumpulkan.
“Audzubillahi minas syaithanirrajiim. Bismillahirrahmaanirrahiim.”
Lantunan ayat-ayat ruqyah mulai diperdengarkan.
Awalnya Fitri merasa sedih, kemudian ia menangis tersedu-sedu. Lalu tangisnya makin menjadi-jadi hingga menjerit sekencang-kencangnya, kemudian ia pingsan.
Ketika ia sadar, tampak Anggina dan beberapa panitia akhwat mengerumuninya.
“Kamu nggak apa-apa? Acara sudah selesai. Ayo kita pulang!” ajak Anggina.
“Aku tadi kenapa bisa nangis histeris kayak gitu ya, Gin? Apa karena aku bawa rajah ini ya?” Gumam Fitri sedih sambil mengeluarkan kertas putih berlaminating dari dompetnya, sesaat setelah mereka sampai di rumah.
“Lo, ndak kamu kumpulkan buat dibakar toh? Sini kita bakar, di sini aja!” kata Anggina.
Kedua remaja itu kemudian membakar rajah tersebut.
“Kalian lagi ngapain?” Mama Anggina tiba-tiba datang.
“Ini lo, Ma, Fitri…bla bla bla…,” Anggina menjelaskan duduk persoalannya.
“Hmmm…terus, rajahnya di mana? Sudah dibakar?” tanya Mama Anggina.
“Sudah, Ma, barusan.” Jawab Anggina sambil menunjuk ke arah bekas pembakaran.
“Alhamdulillah. Jadikan pelajaran untuk ke depannya ya. Jangan lagi menggantungkan hidup kepada selain Allah. Barang-barang seperti itu, selain tidak memberikan manfaat ataupun berfaedah, malah justru menjerumuskan kita kepada kemusyrikan dan jurang neraka, jika kita tidak bertaubat. Semoga Allah senantiasa menunjukkan kepada kita jalan yang lurus. Aamiin,” nasihat Mama Anggina.
“Ngomong-ngomong, tadi sebelum dibakar, dibacain ayat kursi dan ditiupkan ke barangnya dulu, ndak?” selidik Mama Anggina.
“Lo…lupa, Ma….!” tangis keduanya. [CM/NA]