Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Milea gadis cantik, modern, dan pintar. Saat ini dia tengah duduk di kelas 11 bangku sekolah menengah atas.
Kurang lebih satu tahun lagi dia lulus. Tentu saja dia belajar dengan tekun agar mendapat nilai yang memuaskan. Sebab, Milea berencana melanjutkan kuliah ke universitas yang diidam-idamkannya, yaitu Universitas Indonesia (UI).
Selama ini, dia selalu memperoleh apa pun yang diinginkannya. Apalagi keluarganya cukup berada.
Dengan posisinya sebagai anak tunggal, tentu saja tidak sulit baginya mendapatkan apa pun yang dia inginkan. Kedua orang tuanya akan dengan sukarela mengabulkan semua permintaannya.
Hal inilah yang membuatnya kerap bersikap angkuh dan arogan. Terlebih kepada Zahra yang selalu menjadi saingannya dalam memperebutkan posisi pemuncak kelas.
Nilai mereka berdua selalu bersaing ketat. Bedanya hanya pada strata sosial, Zahra dari segi ekonomi berbanding terbalik dengan Milea.
Meski demikian, tidak membuatnya minder. Dia tetap bergaul, apalagi Zahra memiliki sikap yang ramah, sopan, dan disenangi oleh kawan-kawannya. Dia tidak pelit berbagi ilmu, jika ada teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, dia akan dengan senang hati membantunya.
Fakta tersebut membuat Milea tidak menyukai Zahra, seperti siang ini. Saat Zahra akan pergi ke kantin bersama teman-temannya, tiba-tiba kakinya dijegal oleh Milea. Sontak saja Zahra jatuh tersungkur. Beberapa bagian badannya mengalami luka memar.
Zahra tidak pernah membalasnya dan memilih pergi begitu saja. Paling teman-teman Zahra yang tidak terima sering memaki-maki Milea dan mempertanyakan kenapa dia sejahat itu terhadap Zahra.
Hampir setiap hari Zahra diperlakukan tidak baik oleh Milea, tetapi tidak pernah sekalipun Zahra membalasnya. Sebaliknya, dia selalu mendoakan kebaikan untuk Milea.
Hal itu terkadang membuat teman-teman Zahra heran, kenapa Zahra bisa memiliki hati yang demikian. Tidak ada dendam dan selalu memperlakukan Milea dengan begitu baiknya.
Zahra hanya selalu bilang kepada teman-temannya bahwa keburukan jangan pernah dibalas dengan keburukan, jika demikian, lalu apa bedanya dirinya dan Milea. Teman-temannya makin kagum pada sosok Zahra yang memiliki hati mulia.
Sampai pada suatu ketika, Milea yang sedang tekun mengerjakan soal-soal ujian semester ganjil, mendadak dipanggil ke kantor oleh kepala sekolah. Milea merasa heran, ada apa gerangan? Kenapa tiba-tiba dia dipanggil?
Segera saja Milea izin kepada guru pengawas dan bergegas menuju ke ruangan Bu Ranti selaku kepala sekolah. Setelah duduk di hadapan Bu Ranti, Milea bertanya kenapa dirinya dipanggil.
Bu Ranti membetulkan posisi kacamatanya, kemudian menyampaikan berita bahwa ibu Milea mengalami kecelakaan tunggal dan saat ini sedang dalam penanganan di sebuah rumah sakit. Sontak Milea kaget dan bergegas meminta izin untuk pulang lebih awal.
Bu Ranti pun mengizinkan. Ia memeluk Milea dan memintanya bersabar.
Bu Ranti juga mengatakan bahwa Milea boleh ujian susulan jika tidak memungkinkan untuk mengikuti ujian dalam waktu dekat. Milea pun mengucapkan terima kasih dan segera meluncur ke rumah sakit tempat mamanya dirawat.
Zahra yang mendengar kabar tersebut merasa iba dan mengajak teman-temannya untuk pergi menjenguk mama Milea. Teman-temannya mengiyakan.
Semua sepakat. Selesai ujian terakhir, mereka akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk mama Milea.
Milea terkejut dengan kedatangan Zahra, tetapi saat itu ia tidak berkata-kata apa-apa. Sesaat sebelum pulang, Zahra memberanikan diri menyapa Milea.
“Semoga Mama kamu cepat pulih, ya. Kamu harus sabar,” ucap Zahra tulus.
“Makasih,” jawab Milea singkat.
Ujian untuk Milea ternyata belum cukup sampai di situ. Baru satu minggu setelah mamanya mengalami kecelakaan, ayahnya ditangkap polisi dengan dugaan kasus korupsi.
Ya, ayah Milea memang seorang pejabat yang bekerja pada sebuah instansi milik pemerintah. Ayahnya diduga menggelapkan dana yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Lengkaplah sudah derita yang harus ditanggung Milea. Dunianya yang selama ini menjadi kebanggaan seolah runtuh tanpa menyisakan apa-apa, kecuali rasa malu.
Teman-teman di sekolah menjauhinya. Dia dikucilkan. Tidak ada lagi yang mau berteman dengannya. Terkadang secara terang-terangan menyebut Milea seorang anak koruptor dan tidak pantas bersekolah di sana.
Di saat semua teman-temannya menjauhinya dan Milea merasa sendirian, Zahra hadir menggenggam tangannya dan menguatkannya.
“Kamu gak sendirian Milea, ada aku di sini.” Zahra menarik tangan Milea dan memeluknya dengan erat.
“Menangislah jika kamu ingin menangis, aku akan selalu ada buat kamu,” ucap Zahra tulus.
Milea tak kuasa membendung kesedihannya. Dia pun menerima uluran tangan Zahra dan tenggelam dalam pelukannya.
Betapa Milea merasakan kelegaan yang luar biasa. Dari sekian banyaknya teman yang dia punya selama ini, justru Zahralah yang menyambutnya kala dia terpuruk seperti sekarang.
Sungguh, Milea diliputi rasa bersalah karena selalu memperlakukan Zahra dengan buruk dan menganggap Zahra sebagai kompetitor yang harus disingkirkan. Sepicik itu pikiran Milea selama ini.
Zahra tidak pernah membalas. Justru di saat semua teman-teman dekatnya memilih pergi, Zahra justru memilih mendekat.
“Semulia itu hati kamu Zahra,” batin Milea dalam dekapan Zahra.
Sejak saat itu Milea tahu bahwa teman sejati adalah yang selalu ada dalam kondisi apa pun. Dia akan selalu menetap di saat yang lainnya lenyap. Dialah Zahra, dialah sahabat sejati itu. Milea beruntung memiliki Zahra dalam hidupnya. [CM/NA]