Oleh. Atik Setyawati
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — PUISI
Dada bergemuruh, rasa tertuduh
Menyusup hingga tertelungkup
Aku kepayahan, ayah!
Kilatan masa terbentang nyata
Di atas dua pusara, kutunduk mengiba
Terjebak dilema
Pergi atau diam saja
Biar kutaburi aneka rupa
Warna-warni bunga
Di atas dua pusara, aku terluka
Apa yang terjadi di bawah sana
Tentu gempitanya melebihi yang kurasa
Tak ada cahaya, pastilah gelap yang ada
Tanpa suara
Sekiranya dapat kudengar rintihan
Pastilah harapkan doa
Jariyah nyata untuk mereka, ampunkan hamba, Ya Rabb!
Gemuruh dada rasa tertuduh, luruh
Berganti sekeping hati yang mencoba bangkit
Menyadari selembar nyawa yang masih bertahta
Bukankah ini adalah karunia?
Nyatanya, napas masih kurasa
Keduanya memang tak lagi bersama dalam dunia fana
Hanya rindu yang menyelinap di setiap doa
Biar terbaca bersama kalam-Nya
Syukurku akan napas diri yang ada
Masih bisa berupaya
Masih bisa berjuang menatap masa
Kesadaran diri membulat Menziarahi makam ayah bunda,
Maafkanlah, bila air mata gagal tertahan
Sungguh, rasa patah yang demikian sakitnya karena perginya insan tercinta
Tentu lebih sakit bagi mereka yang merasakan himpitan kapitalis durjana
Biar alihkan saja semua cerita
Pada sebuah kesaksian
Hidup ini untuk berjuang
Bukan menangisi yang telah pulang
Tapi mengisi dengan segala peluang
Senyum itu masih ada
Di ujung sana pastilah menyambut dengan suka cita
Terkirim semua doa
Semoga Allah ampuni dan merahmati kedua insan tercinta
Biar baktiku yang menderma
Persaksian akan tiba
Satu masa kita akan berjumpa
Allah rida kita bersama
Metro, 3 Maret 2023
[CM/NA]