Sunset in the Middle of the Wars: The Light Behind Longing (Senja di Tengah Persaingan: Cahaya di Balik Kerinduan)

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Merliana Eka Auhaina
(Siswi SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)

CemerlangMedia.Com — Waktu terus berjalan. Illona yang dahulu dikenal dengan ambisi dan determinasi yang kuat, mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Sejak peristiwa di kompetisi sains, saat dia memilih untuk membantu Anne, bukan fokus pada kemenangannya sendiri, Illona mulai merenungi arti sebenarnya dari kesuksesan. Ini bukan lagi sekadar memenangkan medali atau mendapatkan pujian, tetapi menemukan kebahagiaan dalam momen-momen sederhana yang sebelumnya terlewatkan.

Hari-hari Illona kini lebih dipenuhi dengan senyum tulus teman-teman, percakapan hangat dengan keluarganya, dan keheningan yang indah saat dia tenggelam dalam hobinya, seperti melukis dan membaca puisi. Kebahagiaan yang dia rasakan saat ini jauh berbeda dari perasaan yang dahulu menghantui setiap langkahnya, yang selalu ditandai dengan kecemasan dan keinginan untuk selalu menjadi yang terbaik.

Namun, di balik ketenangan yang mulai dia rasakan, ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya—perasaan rindu yang mendalam pada Artha. Setiap kali melihat Artha dari kejauhan, perasaan itu datang tanpa permisi, mengingatkan Illona bahwa cinta adalah sesuatu yang tak bisa dihapus begitu saja.

Ya, perasaan cinta adalah fitrah dari Allah yang tidak bisa ia hapus begitu saja. Akan tetapi, Illona punya pilihan, antara mengendalikan atau menuruti keinginan nafsunya.

Pada suatu sore yang cerah, Illona duduk sendirian di taman sekolah, tempat favoritnya untuk merenung. Angin sore berhembus lembut, membawa harum bunga yang mulai bermekaran.

Di tangannya, sebuah buku puisi yang dia temukan di perpustakaan sekolah. Bait-bait puisi dalam buku itu seolah berbicara kepada hatinya, memberi ketenangan yang selama ini dia cari.

Saat tengah asyik membaca, suara lembut memanggil namanya. Illona mendongak dan melihat Artha berdiri di hadapannya dengan senyuman hangat yang biasa dia tunjukkan. Hatinya berdebar, tetapi dia berusaha tetap tenang, menutup bukunya dan melihat ke arah Artha.

Artha duduk tak jauh darinya sambil memandang taman yang mulai diselimuti cahaya senja.

“Aku hanya ingin berbicara denganmu. Sejak kompetisi sains itu, aku merasa ada banyak hal yang perlu aku sampaikan.”

Illona merasa jantungnya semakin cepat berdetak, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. “Tentu, Artha. Apa yang ingin kamu katakan?”

Artha menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Aku kagum padamu, Illona. Bukan hanya karena prestasimu, tetapi juga karena ketulusanmu. Saat kamu memutuskan untuk membantu Anne di kompetisi itu, aku sadar bahwa ada sisi lain dari dirimu yang selama ini mungkin kamu sembunyikan.”

Kata-kata Artha membuat Illona terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Artha akan memperhatikan hal itu. “Sisi lain?” tanyanya dengan suara hampir berbisik.

Artha mengangguk pelan. “Sisi yang lebih lembut, penuh dengan kebaikan. Kamu selalu berusaha menjadi yang terbaik, tetapi di saat yang sama, kamu juga menunjukkan bahwa kamu peduli pada orang lain. Itu sangat berarti bagi orang-orang di sekitarmu, termasuk aku.”

Illona menundukkan kepalanya, merasa tersentuh oleh kata-kata Artha. “Terima kasih, Artha. Aku tahu, aku masih banyak kekurangan. Aku terlalu lama terjebak dalam ambisi dan lupa bahwa ada hal-hal lain yang juga penting dalam hidup.”

Artha tersenyum, lalu berkata dengan suara lembut, “Illona, kita semua sedang belajar dalam hidup ini. Tidak ada yang sempurna, tetapi yang penting adalah bagaimana kita terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Aku ingin kamu tahu bahwa apa pun yang kamu lakukan, aku selalu mendukungmu.”

Perasaan hangat menyelimuti hati Illona. Dia tak pernah menyangka bahwa Artha akan berkata seperti itu. Perasaannya terhadap Artha harus ia kubur dalam-dalam karena memang tidak sepatutnya ia pelihara.

Illona sudah cukup bahagia dengan mengetahui bahwa Artha menghargainya sebagai seorang teman. Dengan senyuman lembut, Illona berkata, “Terima kasih, Artha. Dukunganmu sangat berarti bagiku.”

Percakapan itu meninggalkan kesan mendalam di hati Illona. Dia merasa lebih tenang setelah berbicara dengan Artha, seolah-olah beban yang selama ini dia rasakan mulai menghilang. Meskipun dia tahu bahwa perasaannya terhadap Artha tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Namun, Illona mulai memahami bahwa hidup adalah tentang bagaimana menerima dan mencintai diri sendiri dengan tidak bermaksiat karena jebakan cinta. Ya, cinta yang datang di waktu yang tidak tepat.

Beberapa hari kemudian, sekolah mengadakan acara seni yang melibatkan banyak siswa. Acara ini menjadi kesempatan bagi para siswa untuk mengekspresikan diri melalui berbagai bentuk seni, dari lukisan hingga pertunjukan musik. Illona yang sejak kecil memiliki minat besar terhadap seni rupa, memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam pameran lukisan.

Selama persiapan acara, Illona bertemu dengan Nathaniel Haru, seorang siswa baru yang juga memiliki minat besar terhadap seni. Nathaniel adalah pemuda berwajah teduh dan penuh dengan rasa ingin tahu terhadap dunia di sekitarnya. Keduanya sering berbicara panjang lebar tentang seni, kehidupan, dan impian mereka.

Illona merasakan getaran harapan di dalam hatinya. Mungkin Nathaniel adalah babak baru dalam hidupnya. Dalam kesibukan sehari-hari di sekolah, Illona dan Nathaniel sering bertemu di ruang seni.

Mereka menghabiskan waktu untuk menciptakan karya-karya baru. Illona merasakan kebahagiaan yang tulus dari persahabatan yang baru ini, kebahagiaan yang membuatnya merasa lebih hidup.

Tidak hanya berdua, Illona dan Nathaniel juga menghabiskan waktu bersama kelompok siswa lainnya yang memiliki minat sama. Mereka berkumpul di ruang seni setelah sekolah usai untuk melukis bersama, berbagi ide, dan mendiskusikan karya-karya mereka. Yoshita, sahabat dekat Illona juga sering bergabung dengan mereka, membawa suasana ceria dalam setiap pertemuan.

Suatu sore, setelah sesi melukis bersama yang intens, kelompok itu memutuskan untuk membuat proyek seni bersama. Ide itu muncul dari Nathaniel yang mengusulkan untuk menciptakan mural di dinding sekolah sebagai simbol persahabatan dan kerja sama mereka. Semua anggota kelompok menyambut ide itu dengan antusias. Mereka pun segera mulai merencanakan desain mural tersebut.

Proyek mural ini menjadi pengalaman yang sangat berarti bagi Illona dan teman-temannya. Masing-masing anggota kelompok memiliki peran yang berbeda, tetapi mereka semua bekerja sama dengan semangat yang tinggi.

Saat mereka melukis bersama di bawah sinar matahari yang mulai terbenam, Illona merasakan kebahagiaan yang mendalam. Meskipun hatinya masih menyimpan kenangan tentang Artha, dia tahu bahwa dia telah menemukan cahaya baru dalam hidupnya—cahaya yang muncul dari persahabatan yang kuat dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

Nathaniel sering memberi semangat pada Illona. “Mungkin kita bisa berkolaborasi lagi suatu saat nanti. Aku ingin melihat bagaimana ide-ide kita bisa berkembang bersama,” kata Nathaniel suatu hari dengan senyum hangat.

Illona menyambut ide itu dengan senyuman, merasa nyaman berada di tengah kelompok tersebut. “Itu ide yang bagus. Aku senang bisa bekerja sama dengan kalian semua,” jawabnya.

Seiring berjalannya waktu, hubungan pertemanan Illona dan Nathaniel terjalin dengan baik. Sementara kenangan tentang Artha masih ada. Illona tahu bahwa dia telah menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tulus dalam hidupnya, sesuatu yang mungkin tidak akan dia temukan jika dia terus terjebak dalam perasaan yang tak selayaknya ia pelihara.

Di bawah bimbingan guru seni dan bersama teman-temannya, Illona merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi apa pun yang akan datang. Proyek mural mereka menjadi simbol persahabatan dan kerja sama yang akan selalu mereka kenang.

Dalam setiap goresan kuas di dinding sekolah, Illona merasakan bahwa dia telah menemukan tempat yang nyaman di tengah orang-orang yang peduli padanya, sebuah tempat di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa perlu merasa terbebani oleh ambisi atau perasaan yang tak berkesudahan.

Illona menyadari bahwa kehidupan adalah tentang perjalanan, bukan hanya tujuan. Meskipun perasaan rindu pada Artha masih ada, tetapi Illona menemukan kebahagiaan dalam momen-momen sederhana dan hubungan yang tulus dengan orang-orang di sekitarnya. Hidup terus berjalan dan Illona siap menyambut setiap babak baru dengan hati yang terbuka dan penuh semangat. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *