Fenomena Takut Menikah, Ada Apa dengan Generasi Muda?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Managing Editor CemerlangMedia.Com

Fakta tidak bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan, apalagi jika hal tersebut makin menjauhkan kita dari Allah Azza wa Jalla. Sebab, masih banyak fakta pernikahan yang harmonis dan bisa menjadi referensi dalam membangun sebuah rumah tangga, apalagi membayangkan perceraian di kemudian hari. Hal gaib yang belum tentu terjadi. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk tidak menikah.

CemerlangMedia.Com — “Kami takut menikah. Takut kalau dia selingkuh atau melakukan kekerasan seperti yang banyak terjadi sekarang.” Pernyataan tersebut mungkin sering didengar dan memengaruhi alam sadar para generasi muda.

Fenomena takut menikah yang belakangan ini muncul dengan istilah marriage is scary tidak bisa dianggap sepele. Usia matang ataupun kemampuan finansial tidak bisa menyolusi kekhawatiran tersebut. Ibarat virus menular, fenomena takut menikah bisa terjadi pada siapa saja, baik pria maupun wanita. Terlebih lagi, banyak tontonan yang memengaruhi kehidupan masyarakat.

Dampak Tontonan

Tidak dimungkiri, kemajuan teknologi membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan. Tontonan yang mendidik hingga merusak dengan mudah disaksikan dilayar kaca ataupun media sosial. Semua disajikan tanpa filter. Bahkan, fakta pembunuhan atau perselingkuhan dalam keluarga ikut diangkat ke layar kaca, demi meraup pundi-pundi rupiah.

Pembunuhan atau perselingkuhan memenuhi jagat media. Tidak hanya dari kalangan masyarakat bawah, tetapi juga pejabat hingga pesohor dan menjadi topik pembicaraan yang tidak kunjung selesai. Tidak cukup menjadi berita, topik perselingkungan yang dianggap memiliki nilai jual, diangkat pula menjadi sebuah film layar lebar atau serial televisi yang ditayangkan secara streaming.

Tanpa disadari, menjamurnya tayangan perselingkuhan dan pembunuhan dalam rumah tangga telah membentuk pola pikir dan paradigma yang keliru terhadap sebuah pernikahan. Pernikahan yang tadinya sakral menjadi momok menakutkan di kalangan generasi muda. Wajar jika pada akhirnya, masyarakat yang terbiasa dengan tontonan tersebut, lambat laun tidak respek, bahkan benci dengan pernikahan. Sementara masih banyak pernikahan tanpa drama dan bertahan hingga maut memisahkan keduanya. Namun, hal ini luput dari jangkauan media.

Paradigma Kapitalisme

Masyarakat tidak bisa membantah, sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini telah merusak tatanan kehidupan. Sistem ini tidak lagi memandang pernikahan sebagai ibadah, tetapi hanya sebatas mengubah status. Oleh karena itu, tidak heran jika hak dan kewajiban masing-masing tidak ditunaikan sebagaimana mestinya. Alhasil, perselingkuhan, bahkan pembunuhan pun dilakukan jika rumah tangga menghadapi persoalan.

Bukan hanya itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sistem kapitalisme barat bersifat seksual. Keberadaan laki-laki untuk memenuhi hasrat biologis perempuan, begitu pula sebaliknya, perempuan sebagai pemuas nafsu seksual kaum laki-laki. Alhasil, upaya-upaya untuk memenuhi naluri tersebut selalu ada yang pada akhirnya membuka celah perselingkuhan hingga pembunuhan.

Masyarakat, terlebih umat Islam tidak boleh menutup mata terkait fakta ini. Betapa banyak iklan-iklan bertebaran yang di dalamnya perempuan dengan aurat terbuka, padahal produk yang ditawarkan bukanlah berkaitan dengan perempuan. Perempuan memang memiliki daya tarik tersendiri sehingga menjadi objek untuk dimanfaatkan. Bahkan, sebagian perempuan rela melakukan operasi plastik untuk mempercantik diri agar mudah mendapatkan pekerjaan. Ya, coba saja lihat, penampilan menarik menjadi salah satu syarat yang dicantumkan dalam berbagai iklan lowongan pekerjaan untuk kaum perempuan.

Aturan pergaulan pun tidak lagi ada dalam masyarakat. Laki-laki bebas berduaan dengan perempuan. Interaksi dengan lawan jenis, seperti curhat masalah pribadi, bahkan cerita persoalan rumah tangga menjadi hal yang biasa, padahal ini adalah bibit-bibit timbulnya perselingkuhan. Bahkan, campur baur antara laki-laki dan perempuan, seperti di kendaraan umum bisa menjadi pemicu terjadinya perselingkuhan.

Bukan hanya itu, sistem sanksi yang diterapkan bagi para pelaku tidak pula membuat mereka jera. Alasan suka sama suka dalam sistem liberal membuat hubungan tersebut menjadi halal. Pasangan mereka pun enggan untuk melaporkan dengan alasan menjaga nama baik keluarga. Alhasil, perceraian menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan dalam rumah tangga.

Kacamata Barat

Jika memandang dengan kacamata Barat, pernikahan begitu menakutkan. Rasa cinta yang akan memudar seiring usia, trauma broken home, atau perceraian orang tua merupakan alasan yang dicari-cari untuk tidak menikah. Sementara ketertarikan terhadap lawan jenis adalah fitrah yang Allah Subhanahu wa Taala berikan untuk manusia.

Takut menikah karena khawatir berujung perceraian lahir dari ketidakpahaman tentang hakikat pernikahan. Oleh karenanya, banyak generasi muda yang memilih hubungan pacaran dan bergonta-ganti pasangan dengan alasan penjajakan. Bahkan, sudah berulang kali penjajakan, tidak kunjung berakhir di pelaminan. Jika sudah begini, yang paling dirugikan tentulah perempuan. Namun, begitulah peradaban liberalisme sekularisme. Sistem ini telah membuka celah pergaulan bebas. Tidak sedikit pasangan yang memilih hidup bersama, tanpa ikatan pernikahan.

Melihat fakta ini, sebenarnya bukanlah pernikahan yang mereka takuti, melainkan komitmen sebuah pernikahan yang di dalamnya ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh masing-masing pasangan. Ada komitmen untuk memiliki anak guna melanjutkan keturunan. Ada tanggung jawab nafkah, baik lahir maupun batin bagi seorang suami. Ada pula kewajiban mengurus rumah, suami, dan anak-anak bagi seorang istri.

Perspektif Islam

Secara fitrah, baik laki-laki maupun perempuan memiliki keinginan untuk melanjutkan keturunan. Dalam Islam disebut sebagai gharizatun nau. Dari gharizah ini akan muncul keinginan untuk memiliki pasangan, menikah, memiliki keturunan, lalu membina keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Namun, menjalani pernikahan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak cukup dengan modal cinta dan kebelet nikah, tanpa terlebih dahulu memiliki bekal ilmu terkait pernikahan. Tidak tepat juga jika karena keterbatasan ilmu kemudian memilih tidak menikah ataupun takut menikah karena khawatir dengan perceraian. Terlebih lagi, beranggapan bahwa cinta akan pudar seiring bertambahnya usia pernikahan dan memudarnya kecantikan.

Allah Subhanahu wa Taala telah menetapkan seperangkat aturan terkait pernikahan. Bagaimana menumbuhkan cinta antara suami dan istri, meskipun usia tidak muda lagi. Cinta antara keduanya dibangun dengan niat mencari rida-Nya dan menyempurnakan separuh agama, sebagaimana sabda Baginda Mulia Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625).

Islam memandang pernikahan sebagai ladang berburu pahala. Islam juga tidak menjadikan fisik sebagai dasar cinta. Sebab, kecantikan akan memudar seiring bertambahnya usia. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Taala dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memberikan tuntunan terkait pernikahan, mulai dari cara memilih pasangan hingga mendayung biduk rumah tangga.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu, paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.” (HR Bukhari Muslim).

Khatimah

Fakta tidak bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan, apalagi jika hal tersebut makin menjauhkan kita dari Allah Azza wa Jalla. Sebab, masih banyak fakta pernikahan yang harmonis dan bisa menjadi referensi dalam membangun sebuah rumah tangga, apalagi membayangkan perceraian di kemudian hari. Hal gaib yang belum tentu terjadi. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk tidak menikah.

Usia adalah rahasia Ilahi. Jika Dia menghendaki kita hidup lebih lama lagi, siapakah yang akan menemani masa tua nanti? Tidakkah kita rindu dengan tangan-tangan yang akan membawa ke surga-Nya, menyematkan mahkota di kepala. Tidakkah kita ingin menyempurnakan separuh agama itu? Mari pahami Islam dan jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan ini. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *