Infrastruktur Transportasi Tak Merata, Hidup Rakyat Merana

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Islam mempunyai konsep yang sempurna untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat, termasuk ketimpangan infrastruktur jalan. Pembangunan jalan ditempatkan sebagai tanggung jawab negara sebagai salah satu bentuk riayah kepada umat. Infrastruktur jalan yang baik dan mudah diakses adalah indikator keberhasilan pemimpin dalam menjalankan amanahnya.

CemerlangMedia.Com — Ketimpangan pembangunan transportasi masih menjadi luka lama yang terus menganga. Sejatinya, infrastruktur transportasi menjadi urat nadi pemerataan ekonomi yang menghubungkan antar daerah, tetapi nyatanya keadaan ini jauh dari harapan.

Kota-kota besar menikmati gemerlap jalan tol, kereta cepat, dan bandara megah. Sementara di sudut lain, di pelosok negeri ini, jalanan berlubang, jembatan reyot, kendaraan umum langka menjadi pemandangan sehari-hari. Inilah bentuk ketimpangan yang nyata, bukti pembangunan setengah hati.

Jalanan rusak beberapa kali diviralkan oleh warga setempat. Jika sudah viral di media sosial akan langsung mendapatkan respons dari pemerintah, seperti yang dilakukan oleh seorang pemuda dengan akun tiktok @bahul625 yang memviralkan kondisi jalan rusak di daerahnya, Dusun Kejuron, Desa Tempuran, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Ia mengeluhkan kondisi jalan di desanya yang rusak parah dan tidak pernah diperbaiki sejak 2008. Menanggapi hal ini, Andri, Sekretaris Desa Tempuran menyampaikan bahwa sebagian besar jalan yang rusak adalah jalan kabupaten sehingga perbaikannya berada dalam wewenang pemerintah kabupaten (Wartabromo.com, 9-12-2024).

Hal serupa juga pernah dilakukan oleh seorang pemuda asal Lampung dengan akun TikTok @awbimaxreborn pada 2023. Pelajar yang sedang menempuh studinya di Australia tersebut mengkritik jalan rusak di Lampung. Video tersebut kemudian viral dan jalan setempat mendapatkan perhatian dari masyarakat luas dan juga pemerintah.

Dampak ketimpangan ini jauh lebih serius dari sekadar keterlambatan atau kenyamanan. Sebab, ketika akses transportasi terbatas, maka rakyat kecil merasakan efek domino, misalnya akses pendidikan dan kesehatan yang tersendat hingga peluang ekonomi yang terus menjauh.

Kebobrokan Kapitalisme

Ketimpangan infrastruktur jalan antara perkotaan dan daerah terpencil adalah manifestasi sistem kapitalisme dalam pembangunan. Fenomena ini mencerminkan adanya dinamika politik ekonomi yang lebih memprioritaskan keuntungan dibandingkan pemerataan pembangunan.

Dalam logika kapitalisme, sumber daya lebih dipusatkan ke daerah yang menjanjikan profit lebih banyak. Daerah perkotaan dengan populasi yang padat serta mempunyai daya beli yang tinggi dianggap sebagai pusat ekonomi yang dapat mengembalikan investasi mereka dengan cepat. Sebaliknya, daerah terpencil dianggap tidak ekonomis karena memiliki populasi dan daya beli rendah.

Lebih jauh, pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalisme berbasis profitabilitas. Tol, bandara, jalan utama, dibangun untuk mengakomodasi mobilitas ekonomi, seperti pariwisata, logistik, ataupun proyek para kapitalis. Proyek ini biasanya menggunakan skema kerja sama pemerintah-swasta. Dalam hal ini, perusahaan swasta akan bekerja sama/berinvestasi jika ada jaminan keuntungan.

Lain halnya dengan daerah terpencil. Infrastruktur di daerah terpencil jarang memberikan manfaat secara langsung bagi korporasi besar sehingga jarang dilirik dalam kebijakan prioritas pembangunan. Oleh sebab itu, anggaran pendanaan untuk daerah terpencil sering kali terbatas karena keuntungan yang didapat tidak terlalu signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Ketidakmerataan infrastruktur jalan menciptakan lingkaran setan kemiskinan di daerah terpencil. Hal ini makin meminggirkan mereka dari arus pembangunan.

Di samping itu, jalan rusak menghambat arus distribusi barang dan jasa. Hal ini dapat meningkatkan biaya transportasi serta dapat mengisolasi masyarakat dari pasar dan layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan.

Lebih jauh, masyarakat daerah terpencil makin merasa ketertinggalannya dari masyarakat perkotaan. Hal tersebut dapat memicu keresahan sosial dan makin memperburuk kesetaraan.

Masyarakat daerah terpencil akan berbondong-bondong ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Desa-desa mereka ditinggalkan untuk merantau, sedangkan perkotaan akan makin padat sehingga menambah kesemrawutan tatanan kota.

Inilah potret buruk sistem kapitalisme. Kebijakan berbasis profit menyebabkan ketimpangan infrastruktur yang pada akhirnya gagal memenuhi kebutuhan semua warga.

Dalam sistem kapitalisme, negara tidak mampu berbuat adil. Negara hanya menjadi fasilitator dan regulator yang lebih condong kepada kaum kapitalis. Akibatnya, pembangunan yang dilakukan tidak diarahkan untuk mengurangi kesenjangan sosial, melainkan berpusat pada penguatan ekonomi semata.

Oleh karena itu, diperlukan tata kelola atau sistem hidup yang mempunyai prinsip keadilan. Sistem hidup yang aturannya berasal dari Pencipta manusia, bukan dari akal manusia. Sistem hidup itu adalah sistem Islam yang dapat memuaskan akal, menenteramkan hati, dan menenangkan jiwa.

Infrastruktur dalam Islam

Islam memandang, pembangunan jalan adalah bentuk tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya (riayah suunil ummah). Oleh karenanya, tidak ada diskriminatif dalam pembangunan. Pembangunan harus merata hingga ke pelosok negeri Islam.

Negara harus memastikan keberadaan infrastruktur fasilitas umum ini agar dapat dinikmati oleh masyarakat tanpa terkecuali. Hal ini karena prinsip dasar pembangunan dalam Islam adalah bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat luas.

Allah Swt. memerintahkan untuk senantiasa berbuat adil, tidak memprioritaskan/tidak condong kepada wilayah tertentu saja, terlebih jika berkaitan dengan kepentingan umat.

“Dan hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS Al-Ma’idah: 8).

Ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur jalan adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan pada ayat Al-Qur’an tersebut. Di sisi lain, pembangunan jalan merupakan kewajiban negara sebagai bagian dari riayah. Oleh karenanya, pemimpin negara akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat,

“Sesungguhnya pemimpin itu adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, negara harus benar-benar memastikan kondisi jalan, baik di perkotaan maupun di daerah terpencil agar tidak ada kesenjangan akses. Telah masyhur kisah Khalifah Umar bin Khattab yang mendapatkan laporan jalan berlubang sehingga menyebabkan seekor keledai terluka. Kemudian sang khalifah menangis penuh penyesalan dan berkata, “Bagaimana nanti aku harus mempertanggungjawabkan di depan Allah terkait nasib keledai ini?”

Inilah sosok pemimpin dalam Islam, jangankan manusia, keledai pun tidak luput dari perhatian karena rasa takut kepada Allah Swt.. Di sisi lain, pendanaan infrastruktur seperti jalan harus berasal dari kas negara. Pendanaan berbasis riba dan privatisasi/swastanisasi tidak dibenarkan oleh syariat.

Khatimah

Islam mempunyai konsep yang sempurna untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat, termasuk ketimpangan infrastruktur jalan. Pembangunan jalan ditempatkan sebagai tanggung jawab negara sebagai salah satu bentuk riayah kepada umat. Infrastruktur jalan yang baik dan mudah diakses adalah indikator keberhasilan pemimpin dalam menjalankan amanahnya. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *