Kesehatan Hanya untuk si Kaya, si Miskin Kian Merana

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, baik individu, masyarakat, dan negara harus mampu bersinergi untuk mewujudkan kesehatan yang adil dan merata. Penerapan sistem Islam mampu memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat karena berintegrasi dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.

CemerlangMedia.Com— Dunia kesehatan seharusnya menjadi tempat perlindungan terakhir, pada saat itu nyawa tidak lagi diukur dengan uang. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk sehat, tetapi kenyataan tidak seindah harapan.

Bagi si kaya, kesehatan adalah pilihan, yakni memilih layanan premium atau kelas internasional. Akan tetapi bagi si miskin, kesehatan adalah impian yang kian pudar. Saat ini, si kaya bisa tertawa riang dengan tubuh yang sehat seolah mempunyai kesempatan hidup kedua, sedangkan si miskin hanya bisa tertunduk menahan perih seolah menunggu akhir yang datang terlalu cepat.

Tidak cukup sampai di situ, sengkarut di dunia kesehatan tidak ubahnya seperti drama berkepanjangan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menghadapi ancaman defisit dana karena beban jaminan kesehatan lebih tinggi daripada penerimaannya. Walaupun pemerintah menaikkan iuran BPJS sebesar 10%, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, kemungkinan besar tetap tidak cukup dan berpotensi mengalami defisit (Finansial.bisnis.com, 7-12-2024).

Drama lainnya adalah tidak meratanya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah. Saat ini, di Kalteng hanya mempunyai 800 orang dokter. Hal ini tentu tidak ideal, sebab seharusnya setiap seribu penduduk memerlukan satu orang dokter. Sementara di Kalteng, jumlah penduduknya sebanyak 2.7 ribu sehingga memerlukan 2.700 dokter. Artinya, Kalteng masih memerlukan 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal (RRI.co.id, 1-10-2024).

Drama di dunia kesehatan masih akan terus berlanjut jika sistem kapitalisme masih menjadi aturan hidup negeri ini. Lagi dan lagi, rakyat miskinlah yang menjadi korban keserampangan sistem ini. Kesehatan menjadi barang langka dan sangat sulit dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Kalau sudah begini, masa depan bangsa akan mengalami kemunduran.

Kapitalisasi Kesehatan

Masalah dalam dunia kesehatan adalah dampak langsung yang dirasakan dalam sistem kapitalisme yang diemban oleh negeri ini. Jamak diketahui bahwa sistem kapitalisme lebih mengejar profit dibandingkan kesejahteraan. Dalam sistem kapitalisme, layanan kesehatan dipandang sebagai komoditas, bukan sebagai hak dasar manusia.

Hal ini menyebabkan perbedaan mendasar antara yang kaya dan yang miskin dalam hal akses dan kualitas fasilitas kesehatan. Hal ini terlihat dari investasi swasta dalam fasilitas kesehatan yang biasanya hanya terpusat di daerah urban, padat penduduk, dan mempunyai daya beli tinggi. Sementara daerah terpencil sering kali kekurangan tenaga medis, alat kesehatan, dan infrastruktur dasar lainnya.

Investor cenderung berorientasi pada profit yang menjanjikan. Kota besar cenderung lebih menarik bagi investor untuk membangun fasilitas karena dianggap sebagai lokasi strategis. Dengan begitu, investor dapat menghasilkan pendapatan lebih banyak.

Sebaliknya, daerah terpencil dianggap tidak menguntungkan secara finansial karena akses sulit dilalui. Hal ini disebabkan oleh paradigma sistem kapitalisme yang sangat mempertimbangkan efisiensi biaya. Di samping itu, rata-rata penduduk di daerah terpencil berpenghasilan rendah sehingga investor tidak melirik untuk memfasilitasi kesehatan di sana.

Oleh karenanya, penduduk daerah terpencil hanya mengandalkan fasilitas kesehatan dari pemerintah yang seadanya. Inilah sistem kapitalisme, negara seolah lepas tanggung jawab dan meletakkan tanggung jawab tersebut pada swasta (investor).

Adapun mengenai defisit anggaran yang dialami jaminan kesehatan menunjukkan adanya tekanan besar dalam menjalankan program kesehatan di bawah sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, negara sering kali membatasi pengeluaran sektor publik untuk mengurangi beban anggaran. Anggaran kesehatan sering kali dianggap kurang prioritas dibandingkan sektor lain, seperti infrastruktur yang bernilai ekonomis. Oleh karenanya, pembiayaan kesehatan oleh negara sering kali tidak memadai.

Di samping itu, kapitalisme mendorong skema pembiayaan berbasis kontribusi, seperti premi asuransi. Namun, banyak masyarakat miskin tidak mampu membayar premi sehingga negara terpaksa menutupi kekurangan anggaran dari kas negara. Akibatnya, anggaran jaminan kesehatan rentan terjadi defisit berkepanjangan.

Selain itu, perusahaan farmasi dan rumah sakit swasta sering kali menetapkan biaya tinggi untuk obat dan layanan kesehatan. Hal ini menyebabkan anggaran jaminan kesehatan terbebani oleh harga-harga fantastis tersebut.

Lebih jauh, dalam sistem yang berorientasi profit, layanan kesehatan lebih fokus pada pengobatan daripada pencegahan. Hal ini lantaran pengobatan lebih banyak memberikan keuntungan secara finansial.

Dengan demikian, ketimpangan layanan kesehatan dan adanya defisit anggaran jaminan kesehatan adalah cerminan kegagalan sistem kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan dasar umat. Sistem ini menempatkan profit di atas kebutuhan manusia sehingga menyebabkan ketidakmerataan sistem pelayanan kesehatan serta terbatasnya akses layanan.

Oleh karena itu, reformasi mendasar yang berorientasi pada kemanusian sangat diperlukan. Hal ini untuk memastikan bahwa kesehatan menjadi hak universal manusia, bukan komoditas semata.

Kembali pada Islam

Paradigma Islam terhadap kesehatan mengacu pada pandangan bahwa kesehatan merupakan bagian dari penjagaan kehidupan manusia (hifzh an nafs). Kesehatan merupakan amanah dari Allah Swt. yang harus dijaga.

Dalam Islam, seorang muslim bertanggung jawab terhadap kesehatan tubuhnya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt., “Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah [2]: 195).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah melarang manusia untuk merusak tubuhnya atau mengabaikan kesehatan tubuhnya. Oleh karenanya, menjadi kewajiban bagi individu muslim untuk senantiasa menjaga kesehatan.

Begitu pula dalam menjaga makanan dan minuman, Al-Qur’an telah memberikan petunjuk apa saja yang boleh atau halal dikonsumsi dan apa saja yang diharamkan untuk dikonsumsi. Hal ini merupakan bentuk penjagaan Islam terhadap tubuh manusia agar tidak mensuplai makanan secara sembarangan, sebab makanan membentuk metabolisme tubuh.

“Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.” (QS Al Baqarah: 168).

Lebih jauh, kesehatan bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga tanggung jawab negara. Negara dengan sistem Islam wajib menjamin kesehatan rakyatnya. Negara harus menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses oleh semua elemen masyarakat, fasilitas medis yang memadai, dan mendorong riset kesehatan.

“Imam (pemimpin) itu adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Untuk membiayai kebutuhan vital umat, termasuk kesehatan, negara dengan sistem Islam menggunakan kas negara yang mempunyai sumber pendapatan dari SDA, zakat, dan harta kepemilikan umum. Semua itu dikelola untuk kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, Islam mendorong upaya preventif untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit, misalnya adanya karantina ketika wabah melanda. Hal ini sebagaimana terungkap dalam sabda Rasulullah saw.,

“Jika kalian mendengar tentang wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian memasukinya dan jika wabah itu terjadi di tempat kalian berada, maka janganlah kalian keluar darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam mencegah datangnya penyakit, Islam pun mendorong agar senantiasa menjaga kebersihan, “Kebersihan sebagian dari imam.” (HR Muslim).

Demikian pula anjuran Rasulullah saw. untuk menjaga kesehatan agar aktif berolahraga, seperti berkuda, berenang, dan memanah. Hal ini dapat membantu menjaga kebugaran fisik.

Dalam hal yang berkaitan dengan pengobatan, Islam tidak melarang pengobatan modern asalkan tidak melanggar syariat. Pengobatan adalah anjuran Rasulullah saw. dalam bentuk ikhtiar,
“Berobatlah, sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit, kecuali Dia juga menciptakan obatnya.” (HR Abu Dawud).

Dalam konteks ini, Islam menekankan adanya ijtihad dalam ilmu kedokteran untuk mencari solusi pengobatan sesuai dengan prinsip Islam. Hal ini lantaran Islam membutuhkan umat yang kuat secara fisik dan mental untuk membangun peradaban dunia yang gemilang sebab Islam.

Khatimah

Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, baik individu, masyarakat, dan negara harus mampu bersinergi untuk mewujudkan kesehatan yang adil dan merata. Hanya penerapan sistem Islam yang mampu memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat, sebab hal ini berintegrasi pada penerapan sistem Islam secara menyeluruh. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *