Oleh: Rahmiani Tiflen, S.Kep.
(Anggota Komunitas Muslimah Peduli Generasi)
CemerlangMedia.Com — Dalam terminologi Islam, kaum muslimin sejak mula telah memahami apa itu toleransi. Kitab suci Al-Qur’an pun dengan lugas memaparkan hal tersebut dalam QS Al-Kafirun. Adapun bukti dari penerapan toleransinya dapat kita saksikan secara historis melalui fakta-fakta sejarah. Yang mana pada masa kejayaan Islam, warga negaranya pun terdiri dari beragam suku bangsa, etnis, entitas, hingga agama. Namun, semuanya hidup rukun dan berdampingan selama lebih dari 13 abad lamanya, sementara wilayah kekuasaan Islam meliputi 2/3 dunia.
Kampung Moderasi Beragama
Melansir dari rri.co.id, mengabarkan tentang penetapan Kampung Trikora sebagai kampung sadar kerukunan dan moderasi beragama di Kabupaten Kaimana. Peresmian tersebut dilakukan oleh Bupati Kaimana Freddy Thie didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Papua Barat Luksen Jems Mayor, Senin (24-7-2023).
Adapun agenda tersebut di atas, merupakan rangkaian dari program yang dicanangkan oleh Kementerian Agama, yaitu Pembentukan Kampung Moderasi Beragama (KMB) yang pertama kali diluncurkan pada (26-7-2023). Sejalan dengan itu, Wamenag berharap program KMB dapat memberi inspirasi kepada seluruh masyarakat Indonesia agar terus membangun kehidupan yang harmonis dan toleran di tengah kemajemukan (Kemenag.go.id).
Pemaknaan di Balik Moderasi dan Radikalisme
Secara definisi, moderasi dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang dalam beragama secara moderat, yaitu memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Sedangkan kata radikal secara etimologis berarti radikal netral. Adapun menurut The Concise Oxford Dictionary (1987), istilah radikal berarti ‘akar’, ‘sumber’, atau ‘asal-mula’. Dapat juga dimaknai lebih luas, di mana istilah radikal mengacu pada hal-hal mendasar, prinsipiel, fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bisa bermakna “tidak biasanya” (unconventional).
Jika dilihat secara definisi dan makna, sesungguhnya istilah moderat dan radikal memiliki arti yang sangat umum dan netral. Namun, dapat berubah makna menjadi positif atau negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut.
Kedua istilah ini pun sering kali dijadikan sebagai senjata dalam rangka stigmatisasi, monsterisasi, hingga islamofobia di tengah-tengah kaum muslimin. Barat yang dalam hal ini adalah Amerika Serikat melalui berbagai corong media mereka tengah gencar menebarkan atribut Islam radikal atau radikalisme. Dengan demikian, baik Islam moderat maupun Islam radikal, keduanya merupakan istilah yang diproklamirkan oleh Barat untuk menyerang Islam itu sendiri. Kesemuanya dilakukan sebagai strategi adu domba kepada sesama kaum muslim, di samping menciptakan tandingan lainnya sebagai kontra radikalisme, yaitu istilah Islam moderat.
Moderasi Beragama Menyasar Islam
Sekilas narasi tentang moderasi beragama khususnya Islam begitu indah. Seolah menjaga kerukunan antar umat beragama dan mencintai keadilan. Faktanya, istilah moderat di dalam Islam atau yang kini lebih dikenal dengan Islam moderat tidak pernah dikenal dalam sejarah kaum muslimin sebelumnya. Penjelasannya pun tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab turats para ulama salafus salih, baik itu kitab mu’jam, fikih, atau lainnya.
Adapun agenda moderasi agama atau sikap beragama secara moderat sejatinya adalah istilah yang diciptakan oleh pihak Barat. Moderasi agama, atau beragama secara moderat, atau yang lebih dikenal dengan ‘Islam moderat’ adalah istilah yang cenderung rancu, tidak jelas, liar, dan dapat berpotensi merugikan Islam dan ajarannya. Terlebih isu moderasi agama selalu dikaitkan dengan isu radikalisme, yang secara terus-menerus digembar-gemborkan. Padahal jelas, sebagaimana moderasi agama, isu radikalisme pun tak jelas asal-usulnya.
Sebagaimana isu terorisme, isu radikalisme selalu menyasar kalangan muslim. Terutama adalah mereka yang berpegang teguh pada agamanya, dan selalu berusaha terikat dengan syariahnya, bahkan yang menginginkan penerapan syariat Islam secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan. Lalu pada saat yang sama, diangkatlah moderasi agama sebagai antitesisnya.
Moderasi Islam adalah Strategi Politik
Sejatinya, agenda penetapan Kampung Moderasi Beragama (KMB) merupakan produk derivat dari sebuah blueprint yang ditetapkan oleh Amerika Serikat sebagai upaya menancapkan hegemoninya lewat neokolonialisme dan neoimperialisme.
Sejak peristiwa peledakan Gedung WTC pada 11 September 2001, Amerika Serikat memanfaatkan keadaan lewat isu terorisme sebagai bagian dari skenario globalnya guna melemahkan Islam dan kaum muslim. Sejalan dengannya, para peneliti pun menganjurkan beberapa pilihan langkah bagi AS. Salah satunya adalah dengan cara mempromosikan jaringan ”Islam moderat” dalam rangka melawan ide-ide “Islam radikal”.
Sebagai bukti, mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush pernah menyatakan bahwa ideologi Islam adalah “ideologi para ekstremis”. Bahkan mantan PM Inggris Tony Blair pun, pernah menyampaikan hal senada. Dia lalu menjuluki ideologi Islam sebagai “ideologi setan”. Hal tersebut dikatakannya dalam pidato saat Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris 2005 lalu. Blair kemudian menjelaskan ciri-ciri “ideologi setan” sebagai berikut, di antaranya: (1) Menolak legitimasi Israel; (2) Memiliki pemikiran bahwa syariat adalah dasar hukum Islam; (3) Kaum Muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khil4f4h; (4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat.
Pernyataan-pernyataan di ataslah yang dianggap sebagai paham keagamaan bagi kelompok radikal. Jika demikian, tentunya sikap keagamaan moderat adalah yang sebaliknya.
Proyek Global Menyerang Islam
Untuk itu, hendaknya kebijakan terkait moderasi agama ini kita kaji dalam perspektif politik global juga. Tidak hanya dari sudut pandang politik lokal dalam negeri saja. Sebab, secara fakta terbukti bahwa moderasi agama adalah bagian dari strategi politik luar negeri atas nama negeri-negeri Barat, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya. Maka Amerika Serikat dan para sekutunya meyakini bahwa selama ajaran Islam yang murni masih diyakini kemudian tumbuh dan berkembang di tubuh kaum muslimin, berarti selama itu pula akan terus ada perlawanan terhadap negara para imperialis Barat bersama dengan kepentingannya terhadap dunia Islam.
Untuk itu, Barat terus menggagas proyek moderasi agama yang ditujukan dalam upaya mengubah sudut pandang kaum muslim agar mereka mau menerima ide dan pemikiran Barat, khususnya demokrasi dan kebebasan karena Islam moderat merupakan pokok dari penyebaran demokrasi Barat terhadap negeri-negeri Islam. Moderasi beragama mereka gunakan untuk menghalangi kembalinya kaum muslim kepada agamanya secara murni, yaitu menjalankan syariat Islam keseluruhan. Maka diupayakan berbagai macam cara agar mereka bisa mempertahankan sistem kapitalisme sekularisme yang bercokol di negeri-negeri Islam. Sebab, dengan cara demikianlah Amerika Serikat dan negara-negara penjajah lainnya bisa leluasa mengeksploitasi kekayaan alam negeri-negeri Islam.
Strategi tersebut juga dapat ditilik dalam dokumen kajian milik Rand Corporation berjudul Building Moderate Muslim Network. Adapun sub bab di dalamnya terdapat topik Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World yang salah satu poinnya menjelaskan terkait characteristics of moderate Muslims. Di situ dijelaskan bahwa Muslim moderat adalah mereka yang menyebarluaskan aspek-aspek kunci peradaban demokrasi, termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum nonsektarian; serta melawan terorisme dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan (Angel Rabasa, Cheryl Benard et all, Building Moderate Muslim Network, RAND Corporation).
Berdasarkan penjabaran tinjauan di atas, menjadi jelas bahwa moderasi agama adalah proyek global Barat yang dilakukan dalam rangka menyerang Islam. Proyek tersebut menjadi satu kesatuan dengan isu perang melawan radikalisme (war on radicalism) yang juga merupakan propaganda Barat untuk menyerang Islam. Berdasarkan propaganda perang melawan radikalisme, Barat kemudian terus melakukan framing negatif bersamaan dengan stigmatisasi radikal kepada kaum muslim yang menentang ideologi kapitalisme. Sebaliknya, mereka memuji kaum muslim yang pro terhadap ideologi kapitalisme sebagai moderat. Para penganut Islam moderat biasanya menolak formalisasi syariat oleh negara dalam format sistem pemerintahan Islam (Khil4f4h Islamiah), padahal sistem Khil4f4h pun adalah ajaran Islam yang wajib dilaksanakan sebagaimana perkara akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah.
Islam Menjunjung Tinggi Toleransi
Dalam sejarah peradaban Islam yang gemilang selama kurun waktu 13 abad lamanya. Tak dimungkiri bahwa kegemilangan itu pun meliputi hingga perlakuan baiknya terhadap warga nonmuslim. Para ilmuwan orientalis sendiri mengakui hal tersebut, di antaranya ada T.W. Arnold yang berasal dari Inggris. Dia pernah menuliskan tentang kebijakan Khilafah Ustmaniyah terhadap warganya yang nonmuslim. Dikatakannya bahwa perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Khilafah Utsmaniyah (selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani) telah memberi contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa (Arnold, The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith).
Dengan demikian, tuduhan yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang intoleran sebenarnya tidak saja ahistoris, akan tetapi lebih dari itu. Hal tersebut pun merupakan sebuah penyesatan politik. Sebab, faktanya secara historis, tanpa adanya moderasi agama pun, Islam memang terbukti sebagai agama yang menjunjung tinggi toleransi. Ya, toleransi (tanpa moderasi agama) tercatat sebagai salah satu bagian dari sejarah keagungan dan gemilangnya Khil4f4h Islam sepanjang 13 abad memayungi dunia.
Tidak Ada Moderasi dalam Islam
Sejatinya, istilah Islam moderat tidak pernah ditemukan dalam sejarah kaum muslim sebelumnya. Penjelasannya pun tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab turats para ulama salafus salih, baik itu dalam kitab mu’jam, fiqih, atau lainnya. Meski para pengusungnya mengeklaim bahwa dasar dari Islam moderat adalah istilah ”ummatan wasathon” seperti yang tertuang dalam surah Al-Baqarah 143, nyatanya makna ini tidaklah mendasar baik secara lafaz maupun secara ma’tsur atau berdasarkan hadis. Imam Ath Thabari menjelaskan makna ”wasthu” dalam surah Al-Baqarah 143 adalah; al-khiyar (terbaik) dan al-hasabu (pilihan). Jadi ia adalah pilihan di antara kaumnya, yaitu pilihan terbaik, umat terbaik, dan sebagai wasit.
Adapun secara ma’tsur (berdasarkan hadis), Imam Ath Thabari menuliskan bahwa Rasulullah saw. menafsirkan وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا adalah umat yang adil. Ummatan wasathon yang dilekatkan kepada umat Islam justru adalah umat terbaik dan berbeda dengan umat lainnya. Oleh karenanya, istilah ummatan wasathon tidak ada kaitannya dengan moderasi. Justru makna Islam moderat lahir dari dokumen RAND Corporation, sebuah lembaga think tanks milik AS berjudul ”Civil Democratic Islam Partners, Resources, and Strategy” yang ditulis oleh Cheryl Benard (2003) dan Building Moderate Muslim Network (2007).
Maka, langkah moderasi yang terstruktur dan masif ini justru akan membawa kaum muslimin menjadi berpikiran sekuler radikal dan menjauhkan mereka dari ajaran Islam itu sendiri. Padahal sejatinya seorang muslim adalah mereka yang menerima syariat Islam secara keseluruhan, kafah (komprehensif), sebagaimana dimaksud dalam QS Al-Baqarah 208. Yang mana hal tersebut telah tercakup dalam tiga pengaturan yaitu; hubungan manusia dengan Allah (habluminal-Allah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablubina-nafsihi), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (habluminanas).
Sungguh Islam telah disempurnakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya,
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah: 3)
Penutup
Dengan menelaah tinjauan fakta serta analisa di atas, maka kiranya umat Islam mesti sadar sepenuhnya. Bahwa gagasan dan pemikiran moderasi beragama khususnya terhadap Islam, merupakan propaganda Barat dalam rangka memecah belah kaum muslimin.
Sesungguhnya, proyek moderasi beragama adalah wujud dari perang gaya baru (perang nonfisik) atau neokolonialisme dan neoimperialisme yang dilancarkan oleh Amerika Serikat bersama para sekutunya guna menancapkan hegemoninya di negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia. Untuk itu hendaknya umat Islam sadar akan bahaya besar dari proyek tersebut di atas, untuk kemudian bersama-sama kembali pada tuntunan syariat Islam yang hakiki. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]