Oleh: Zakiah Ummu Faaza
“Sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang diterapkan negara akan mewujudkan ketaatan sehingga akan menjadi dasar untuk melakukan suatu perbuatan. Masyarakat akan bertakwa karena dakwah amar makruf nahi mungkar diserukan ke seluruh penjuru negeri.”
CemerlangMedia.Com — Miris melihat perilaku masyarakat yang tidak punya hati melakukan aborsi. Perbuatan ini akibat pergaulan bebas, tontonan yang tidak mendidik, serta lemahnya keimanan dan ketakwaan sehingga mendorong seseorang melakukan perbuatan yang negatif, sebagaimana dilansir dari Kompas.com. Sepasang kekasih berinisial DKZ (23) dan RR (28) ditangkap polisi karena melakukan aborsi di Pegadungan, Kalideres (30-8-2024).
Kasus aborsi yang makin marak bukan rahasia umum lagi di masyarakat. Perbuatan dosa ini malah dianggap wajar bagi sebagian orang. Terbukti, kasus ini makin hari kian bertambah, padahal sejatinya, nyawa manusia sangat berharga. Bahkan, Rasulullah saw. bersabda,
“Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada pembunuhan atas seorang mukmin tanpa hak.” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi).
Tentu ada faktor pendorong dari kasus aborsi yang kian marak ini, di antaranya adalah pergaulan laki-laki dan perempuan yang bebas, tanpa aturan. Ditambah lagi dengan peran media sosial yang memudahkan segala aktivitas, termasuk mengakses konten-konten yang menimbulkan syahwat.
Bukan hanya itu, peran pendidikan yang tidak mampu mencetak generasi yang berakhlak mulia karena dijauhkannya agama dari kehidupan menyebabkan masyarakat tidak mengenal halal dan haram. Terlebih, kebebasan bagi generasi difasilitasi oleh negara melalui PP 28/2024. Alhasil, aborsi makin marak di kalangan generasi.
Hukum yang tidak memberi efek jera para pelakunya telah menambah jumlah kasus aborsi. Sementara negara sebagai pengurus rakyat, seharusnya membentuk masyarakat yang bertakwa, menjaga rakyat dari perilaku yang mengantarkan pada kemaksiatan, serta menghentikan aborsi yang makin marak. Sayangnya, negara malah memfasilitasi kebebasan itu sendiri dengan melegalkan kontrasepsi di kalangan pelajar. Oleh karenanya, wajar jika kasus aborsi makin marak dalam sistem yang rusak.
Sekularisme Kapitalisme Penyebabnya
Maraknya kasus aborsi merupakan buah dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem sekularisme kapitalisme yang asasnya memisahkan agama dengan kehidupan, menyebabkan seseorang tidak mengenal halal haram dalam melakukan aktivitasnya, yang penting mendatangkan kesenangan dan manfaat.
Sudah seharusnya, dalam menyelesaikan persoalan aborsi, negara menetapkan kebijakan yang tidak kontraproduktif dengan pencegahannya. Sayangnya, sistem pemerintahan hari ini tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman sekuler liberal, bahkan regulasi yang dibuat seolah untuk makin mengencangkan budaya sekuler liberal.
Buktinya, berbagai kebijakan ditetapkan dengan spirit sekuler liberal, misalnya melegalkan kontrasepsi di kalangan pelajar sebagai solusi terhadap tingginya pergaulan bebas. Ini artinya, secara tidak langsung, sistem ini telah melegalkan perzinaan yang jelas-jelas bertentangan dengan agama (Islam).
Bukti lainnya, aturan agama malah dipersoalkan, misalnya pelarangan hijab Paskibra. Aturan ini bisa mengakibatkan siswi muslimah terpaksa melepaskan hijabnya yang telah diwajibkan oleh syariat bagi muslimah yang sudah balig.
Dengan demikian, jelas bahwa akibat dari diterapkannya sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas telah menyebabkan rusaknya kehidupan manusia. Manusia hidup dalam keburukan dan kehancuran.
Solusinya Hanya Islam
Islam menjaga nyawa sejak dalam kandungan dan sangat menghormatinya. Bahkan, penjagaan atas nyawa adalah salah satu maqashid syariah yang ditetapkan negara Islam sehingga akan saling menjaga dan tidak mudah menyakiti.
Jika ada yang menghilangkan nyawa seseorang atau melakukan aborsi, negara akan memberikan sanksi yang tegas. Jika aborsi yang dilakukan setelah ditiupkannya ruh (120 hari), hukumnya haram kesepakatan para ulama. Diharuskan membayar diyat, yaitu sanksi bagi pelaku aborsi.
Adapun perbedaan pendapat para ulama bagi pelaku aborsi, yaitu membayar kafarat atau tidak. Pendapat sebagian ulama, orang yang melakukan aborsi harus membayar diyat dan kafarat dengan berpuasa dua bulan berturut-turut atau membebaskan budak.
Negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam untuk mencegah terjadinya aborsi. Kehidupan laki-laki dan perempuan dipisah, hanya bertemu jika ada hajat syar’i. Zina, khalwat, dan ikhtilat dilarang dengan tegas. Kewajiban menutup aurat ditegakkan.
Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Pornografi dan pornoaksi dilarang, pelaku dan pengedarnya akan dihukum sesuai dengan sanksi Islam. Polisi siber secara ketat akan mengawasi media sosial agar tidak ada konten yang bertentangan dengan Islam.
Sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang diterapkan negara akan mewujudkan ketaatan sehingga akan menjadi dasar untuk melakukan suatu perbuatan. Masyarakat akan bertakwa karena dakwah amar makruf nahi mungkar diserukan ke seluruh penjuru negeri. Kontrol sosial pun berjalan efektif dan merata, termasuk menutup rapat pintu-pintu aborsi sehingga terwujud kehidupan yang bebas dari zina.
Dengan demikian, satu-satunya cara menghentikan kasus aborsi yang kian marak adalah dengan mencampakkan sistem rusak ini dan menggantinya dengan sistem yang benar, yakni berlandaskan akidah Islam sehingga dapat menciptakan suasana ketakwaan individu, baik di dalam kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara. Wallahu a’lam. [CM/NA]