Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.
Setiap jengkal bumi ini telah Allah anugerahi dengan berbagai potensi yang berbeda. Apabila dikelola dengan sistem sahih, sangat mampu memenuhi kebutuhan setiap makhluk yang tinggal di atasnya. Sistem kehidupan sahih itu adalah Islam. Ajaran Islam yang paripurna ini hanya dapat diterapkan secara kafah dalam naungan Daulah Khil4f4h Islamiah.
CemerlangMedia.Com — Sebanyak 20 warga Kota Bogor sedang disiapkan untuk diberangkatkan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bogor. Pemberangkatan mereka melalui Program Specified Skilled Worker yang merupakan kolaborasi Disnaker Kota Bogor dengan Yayasan Indonesia-Japan Bussiness Network (IJB Net) sebagai strategi mengatasi persoalan pengangguran di Kota Bogor. Pasalnya, Kota Bogor menempati posisi ketiga pengangguran terbanyak di Provinsi Jawa Barat (antaranews.com, 19-11-2024).
Sistem Batil, Potensi SDA Terbengkalai
Meski strategi yang dilakukan oleh Disnaker ini menunjukkan perhatian pemerintah Kota Bogor terhadap masalah pengangguran. Namun, mungkin tidak sedikit yang bertanya-tanya, mengapa kebijakan yang diambil begitu pragmatis dengan mengirimkan tenaga kerjanya untuk bekerja di negeri orang? Apakah sudah tidak ada lagi yang mampu dikembangkan oleh pemerintah negeri ini untuk bisa menyerap tenaga kerja warga negaranya?
Hal lain yang menarik untuk dikritisi adalah fakta bahwa para pemuda berusia 18—30 tahun yang akan diberangkatkan tersebut akan ditempatkan di perusahaan pertanian di Jepang. Lagi-lagi hal ini mengundang seribu tanya. Mengapa bukan potensi sumber daya alam (SDA) Bogor saja atau wilayah lainnya di Indonesia yang dioptimalkan untuk pengembangan sektor pertanian? Padahal Indonesia terkenal sebagai negara agraris dengan potensi SDA yang berlimpah.
Bogor adalah salah satu wilayah dengan kondisi geografis pegunungan dan tanah subur. Keadaan geografis tersebut menjadikan wilayah Bogor ideal untuk pengembangan sektor agraris, seperti pertanian dan perkebunan. Bogor pun memiliki banyak aliran sungai dan mata air yang sangat mendukung aktivitas ekonomi masyarakat dalam pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Sebelum kolonial Belanda datang, masyarakat Bogor mengelola tanah subur ini dengan mengedepankan kerja sama dan memosisikan tanah sebagai titipan dari Allah Yang Maha Tinggi. Ketika kolonial Belanda datang, mereka mengatur segala sesuatunya dengan sistem berbasis kapitalisme. Di bawah pengelolaan sistem berbasis kapitalisme ini, perekonomian rakyat Bogor, khususnya petani, mulai diliputi ketidakadilan dan ketidakpastian akan masa depan mereka.
Dengan kondisi perekonomian yang makin sulit hingga akhirnya di awal 1960-an, petani Bogor terpaksa mencari alternatif di sektor non pertanian, seperti perdagangan, jasa, dan pertukangan. Namun realitasnya, sektor non pertanian yang coba dimasuki eks petani Bogor ini pun penuh tantangan dan persaingan yang tidak kalah sulit (kompasiana.com.id, 03-10-2024). Alhasil, wilayah Bogor nyaris hanya mengandalkan pendapatan asli daerahnya (PAD) yang minim dan tidak menentu dari pajak dan retribusi sektor jasa, sebagaimana klaim dari Sekretaris Daerah (Setda) Kota Bogor Hanafi (antaranews.com, 09-12-2023).
Saat ini potensi agraris wilayah Bogor yang sedemikian bagusnya bukannya makin berkembang, justru makin terbengkalai. Makin banyak lahan hijau beralih fungsi menjadi perumahan, pertokoan, hotel, dan lain sebagainya dengan perizinan yang sangat mudah dengan pertimbangan keuntungan materi.
Dari semua fakta tersebut jelas terlihat bahwa sistem kapitalisme memiskinkan dan membuat semua yang berada di dalamnya mempunyai cara berpikir yang pragmatis. Langkah-langkah yang diambil hanya sebatas teknis yang dirasa cepat untuk memenuhi kebutuhan materi saja, tetapi tidak memperhatikan pengelolaan yang menjaga kelestarian bumi ciptaan Allah.
Untuk jangka pendek, strategi mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri memang solutif. Tenaga kerja yang diberangkatkan akan mendapatkan gaji sehingga mampu memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Namun realitanya, strategi ini sangat terbatas, hanya bagi warga yang lolos seleksi saja. Sementara warga lainnya yang membutuhkan lapangan pekerjaan masih sangat banyak.
Selain itu, negara ini pun menjadi tergantung pada negara lain, padahal Allah Taala memberikan anugerah potensi SDA melimpah bagi bangsa dan negara Indonesia. Apabila potensi SDA ini dikelola dengan sistem yang sahih, negara Indonesia akan sangat mampu untuk mandiri dan mencukupi semua kebutuhan warga negaranya, bahkan lebih dari yang dibutuhkan. Namun nyatanya, untuk mendapatkan sesuap nasi saja, rakyat harus rela mencarinya di negeri orang. Jadi, apakah sistem kapitalisme batil ini masih layak untuk dipertahankan?
Sistem Sahih, Amanah Mengelola Potensi SDA
Setiap jengkal bumi ini telah Allah anugerahi dengan berbagai potensi yang berbeda. Apabila dikelola dengan sistem sahih, sangat mampu memenuhi kebutuhan setiap makhluk yang tinggal di atasnya. Sistem kehidupan sahih itu adalah Islam. Ajaran Islam yang paripurna ini hanya dapat diterapkan secara kafah dalam naungan Daulah Khil4f4h Islamiah.
Daulah Khil4f4h Islamiah akan melakukan pengelolaan sesuai potensi anugerah Ilahi dengan menjaga kelestariannya. Terhadap wilayah yang memiliki potensi sektor pertanian, akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi.
Upaya intensifikasi dilakukan dengan mengoptimalkan potensi SDA dengan berbagai inovasi dan teknologi tepat guna. Pembiayaan berasal dari harta kas negara (baitulmal) dengan sumber pemasukan melimpah dari beberapa pos, seperti jizyah, fai, kharaj, ghanimah, dan pengelolaan SDA.
Manakala negara membutuhkan perluasan lahan pertanian, maka dilakukan program ekstensifikasi pertanian. Ajaran Islam mempunyai mekanisme istimewa dalam ekstensifikasi ini, sebagaimana sabda Kanjeng Nabi Shalallahu alaihi wasallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah ra., ”Siapa saja yang memiliki tanah hendaklah dia tanami. Jika dia tidak mampu menanami tanahnya, hendaklah dia pinjamkan kepada saudara muslim lainnya. Jangan dia menyewakan tanahnya kepada saudaranya itu.”
Dengan mekanisme yang diajarkan Kanjeng Nabi Shalallahu alaihi wasallam tersebut, maka tidak akan terjadi keserakahan dalam kepemilikan lahan dan pengelolaannya. Sebab, seseorang tidak diizinkan memiliki sebidang lahan pertanian tanpa dikelola dan dihidupkan.
Sangat memungkinkan bagi seseorang yang awalnya mempunyai lahan pertanian, tetapi kemudian ditelantarkannya lebih dari tiga tahun (menjadi lahan mati), maka lahan tersebut tidak lagi menjadi miliknya dan diambil alih negara. Sebaliknya, meskipun awalnya seseorang tidak memiliki lahan pertanian, tetapi karena ada upaya menghidupkan dan mengelola lahan yang mati, maka lahan tersebut berhak menjadi miliknya.
Dengan sistem yang sahih, berbagai potensi SDA di wilayah Daulah Khil4f4h dapat dikembangkan menjadi lapangan pekerjaan bagi setiap warganya. Oleh karenanya, selain tercapai produksi yang optimal, harta yang diperoleh dari pengelolaan potensi SDA tersebut akan terdistribusi secara adil dan merata serta mendatangkan kesejahteraan bagi setiap warga. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]