Penulis: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Negara seharusnya menjadi hakim, bukan penonton kerusakan yang terjadi. Kasus seperti Ayam Goreng Widuran adalah fenomena gunung es yang terjadi akibat hukum Islam dipinggirkan. Jika masih tetap berada dalam koridor sistem kapitalisme, artinya manusia bergerak ke arah kehancuran hanya karena mementingkan profit.
CemerlangMedia.Com — Mata publik tertuju kepada Solo. Wisata kuliner di sana mendapatkan sorotan tajam masyarakat luas. Bukan tentang cita rasa yang unik, tetapi karena kontroversi pelanggaran terhadap agama dalam bisnis kuliner. Mungkin bagi sebagian orang hal ini adalah selera, tetapi bagi kaum muslim, mengonsumsi makanan terikat dengan halal dan haram.
Kabar tentang rumah makan Ayam Goreng Widuran menggunakan minyak babi setelah puluhan tahun beroperasi menjadi pukulan telak bagi masyarakat. Bukan hanya soal bahan yang digunakan, tetapi kepercayaan yang diam-diam dikhianati.
Menurut pengakuan akun @pedalrangeng tidak ada keterangan detail dari rumah makan tersebut terkait produk. Namun, pihak manajemen mengeklaim, pihaknya sejak awal telah memberikan keterangan tidak halal di semua cabang restonya (CnnIndonesia, 25-05-2025).
Usai mengakui ketidakhalalan produk, resto Ayam Goreng Widuran yang berdiri sejak 1973 tersebut meminta maaf kepada publik dan mencantumkan informasi nonhalal di semua akun sosial medianya. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan, praktik penyajian nonhalal tanpa keterangan, jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UUJPH). Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abas menduga adanya unsur kesengajaan karena tidak mencantumkan informasi nonhalal kepada produknya dari awal berdiri (Kompas.com, 26-05-2025).
Fenomena ini adalah alarm sosial yang menunjukkan tidak adanya batas antara kreasi dan toleransi, antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Dalam masyarakat heterogen, yang perlu diperhatikan dalam bisnis kuliner bukan hanya soal rasa cita makanan, tetapi juga rasa peduli, rasa hormat terhadap nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat.
Pengawasan Lemah
Kasus Ayam Goreng Widuran di Solo mencerminkan masalah yang kompleks, lebih dari sekadar kecurangan pelaku usaha. Ini adalah cerminan dari kegagalan sistem hidup yang mencabut sensitivitas moral dan agama demi meraup keuntungan. Hal ini juga menunjukkan absennya negara dalam mengawasi dan menjaga rakyat dari pelaku usaha nakal akibat pasar bebas.
Sistem kapitalisme menciptakan inovasi tanpa batas dan kompetisi ketat di antara para pelaku bisnis. Dalam sistem ini, para pelaku bisnis tidak lagi memperhatikan etika moral dalam menjalankan bisnisnya. Dalam konteks bisnis kuliner, cita rasa yang khas adalah tujuan utama selain mendapatkan keuntungan besar. Apa pun akan dilakukan dalam bisnis ini walaupun melanggar nilai agama.
Di sisi lain, negara seolah hanya fokus pada pajak yang dikenakan bagi pelaku usaha dan konsumen. Negara tidak lagi memperhatikan produk tersebut halal atau haram, mengandung racun, merusak kesehatan atau merugikan rakyat, yang ada hanya berdiri gagah memastikan sektor ekonomi berjalan sesuai harapan.
Alhasil, produk yang terlanjur ada di pasaran tidak bermutu dan ironisnya, negara terkesan lamban menindak pelaku usaha curang. Biasanya, kecurangan oknum nakal diviralkan terlebih dahulu oleh warganet, baru kemudian ada tindakan dari aparatur negara. Hal ini yang membuat pelaku bisnis nakal terus menjamur di negeri ini sebab sanksi yang dikenakan seadanya dan tidak membuat jera.
Sementara sekularisme yang menempatkan agama dalam ruang privat dan terpisah dari ekonomi dan politik cenderung menghalalkan segala cara untuk melakukan usaha selama tidak berbenturan dengan hukum positif negara. Dalam hal ini, menggunakan minyak babi pada proses pengolahan ayam goreng dianggap biasa karena tidak ada aturan negara yang melarang melakukan hal itu.
Sementara mayoritas masyarakat negeri ini adalah muslim. Namun, ketika tunduk pada sistem kapitalisme sekularisme, urusan kebutuhan pokok menjadi sulit terjangkau dari segi keamanan dan kehalalannya.
Di sinilah krisis moral kapitalisme sekularisme terpampang nyata. Tidak ada yang salah selama keuntungan terus mengalir menjadi prioritas. Hal ini merupakan kerugian tersendiri bagi kaum muslim, sebab tidak ada jaminan perlindungan dari segi apa pun terhadap mereka.
Islam Tegas
Islam agama yang sempurna, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, mengatur manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan Rabb-nya. Makan dan minum termasuk yang diatur oleh Islam yang berkaitan dengan peraturan Islam tentang manusia dengan dirinya sendiri.
Allah Swt. tegaskan dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah…” (QS Al-Baqarah [2]: 173).
Nash ini adalah qath’i (tegas) yang menunjukkan keharaman babi secara mutlak, termasuk semua bentuk turunannya, seperti minyak. Dalam hal ini, haram tetap haram walaupun demi keuntungan ataupun demi menciptakan cita rasa makanan dalam bisnis.
Dalam kasus Ayam Goreng Widuran, jika pelaku usaha terbukti menyembunyikan/tidak terbuka terkait informasi tentang bahan makanan yang diolah, maka tindakan ini termasuk penipuan, apalagi sampai menyebabkan pelanggaran terhadap agama. Sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan bagian dari golongan kami.” (HR Muslim).
Dalam fikih muamalah, sanksi kepada pelaku usaha yang menipu konsumennya berupa hukuman takzir, yakni ditentukan oleh kepala negara sesuai dengan tindak kejahatannya, bisa berupa membayar ganti rugi, pencabutan izin usaha, hukuman penjara, cambuk sesuai ijtihad penguasa Daulah Islam.
Tindakan tegas dari negara adalah perintah Allah Swt. untuk menjaga kemuliaan dan kehormatan manusia. Ketika Islam ditegakkan di muka bumi, manusia sungguh beruntung karena akan menjadi manusia seutuhnya, tidak terombang-ambing oleh rasa was-was seperti saat sekarang ini.
Khatimah
Negara seharusnya menjadi hakim, bukan penonton kerusakan yang terjadi. Kasus seperti Ayam Goreng Widuran adalah fenomena gunung es yang terjadi akibat hukum Islam dipinggirkan. Jika masih tetap berada dalam koridor sistem kapitalisme, artinya manusia bergerak ke arah kehancuran hanya karena mementingkan profit. Wallahu a’lam. [CM/Na]