Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
Setiap orang tua akan diedukasi oleh negara untuk menjalankan fungsi masing-masing dan pengasuhan sesuai dengan akidah Islam. Dalam negara Islam, ibu adalah madrasah utama dan juga sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi yang turut terjun dalam pencarian nafkah, seperti halnya pada sistem kapitalisme saat ini.
CemerlangMedia.Com — Akhir-akhir ini pemberitaan tentang bvnvh diri (bundir) hampir selalu ada di laman media. Pelaku bundir beragam, mulai dari dewasa sampai anak baru gede (ABG). Mirisnya, pelaku bundir di kalangan anak muda lebih mendominasi, seperti yang terjadi baru-baru ini.
Seorang siswi SMP nekat men**kkan tubuhnya ke kereta api yang sedang melintas ke arah Stasiun Lemahabang, Desa Simpangan, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat pada Selasa (27-08-2024). Menurut keluarga yang datang ke lokasi, pelaku tidak pernah menceritakan permasalahan hidupnya selama ini (RadarSurabaya.jawapos.com, 29-08-2024).
Beberapa waktu lalu, kasus kematian seorang Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) salah satu kampus ternama viral lantaran diduga bundir. Penyebabnya diduga karena beban pekerjaan dan tekanan dari senior-seniornya (bullying) (BBC.com, 17-08-2024).
Sungguh tragis, trend bundir di tengah-tengah masyarakat agamis seperti Indonesia harus terjadi dan kasusnya terus meningkat. Terlebih, para pelaku adalah kaum muda yang seharusnya mempunyai daya juang tinggi.
Berdasarkan data yang dirilis pusiknas.polri.go.id, kasus bundir sebanyak 852 orang selama 2024. Pelaku bundir paling banyak berusia 26 sampai 45 tahun. Mirisnya, usia di bawah 17 tahun lebih banyak daripada usia 17 sampai dengan 25 tahun (Pusiknas.polri.go.id, 22-08-2024).
Akibat Sistem Rapuh
Jika ditelisik, pemicu bundir adalah masalah kesehatan mental. Gangguan kejiwaan muncul akibat tekanan dari persoalan hidup yang tidak kunjung usai. Jawaban dari berbagai persoalan hidup inilah yang tidak ditemukan sehingga akhirnya menjerumuskan seseorang ke arah kehancuran, termasuk bundir.
Wajar saja persoalan menumpuk dan tidak kunjung ada jalan keluarnya, sebab hidup saat ini jauh dari tuntunan agama (sekularisme). Hidup saat ini bak berjalan di lorong kegelapan, tanpa cahaya penerang. Tujuannya pun tidak terarah, berjalan menyusuri kehidupan bagai melayang penuh halusinasi.
Inilah sistem hidup kapitalisme yang berorientasi pada materi. Standar kebahagiaan seseorang di sistem hidup sekarang ini adalah mempunyai materi berlimpah, strata sosial yang tinggi, popularitas, dan hal duniawi lainnya. Segalanya dipertaruhkan untuk mendapatkannya.
Semua ini tidak lepas dari paham kebebasan yang lahir dari peranakan sistem kapitalisme. Bebas untuk berbuat apa saja sesuai kehendaknya, walaupun di luar batas nilai kemanusiaan. Akhirnya, tuntutan dalam dirinya tidak terbendung yang mengakibatkan tekanan terhadap mentalnya.
Hal ini diperparah dengan budaya flexing (pamer). Segala hal harus selalu terekspos dan diabadikan di media sosial. Keinginan untuk terlihat mewah menambah deretan beban hidup. Sementara kemampuan terbatas untuk selalu memenuhi tuntutan dalam dirinya. Parahnya, apabila diikuti oleh rasa iri kepada pencapaian orang lain yang terlihat di media sosial, maka akan makin memupuk beban mental.
Jika demikian, sudah tentu kondisi mental akan babak belur. Di sisi lain, peran sekolah yang tidak mendidik generasi yang rabbani mengakibatkan mereka tidak mengenal halal dan haram. Hasil dari pendidikan sekuler ini adalah lahirnya generasi individual kapitalistik.
Begitupun masyarakat, kurangnya budaya saling menasihati untuk kebaikan, cenderung acuh tak acuh terhadap sosial menyebabkan kurangnya kontrol dalam masyarakat. Keadaan ini menyebabkan sikap permisif sehingga kondisi masyarakat ini tidak bisa dijadikan tembok yang kuat untuk melindungi generasi.
Demikian pula, negara yang seharusnya menjadi pelindung terkuat karena mempunyai instrumen kekuasaan nyatanya ciut dengan masalah kesehatan mental generasi muda penerus bangsa ini. Tontonan yang secara langsung maupun tidak langsung berefek pada kesehatan mental masih saja dibiarkan tayang di media sosial.
Pada era digital ini, media menjadi sumber utama informasi dan sangat signifikan memberikan pengaruh bagi pertumbuhan kesehatan mental individu. Pengaruh flexing yang saat ini mendominasi tayangan, sudah tentu menjadikan pribadi yang konsumtif.
Belum lagi tayangan sekuler liberal ala barat lainnya yang mudah ditonton, tanpa adanya filter yang kuat, misalnya gaya hidup pacaran, tawuran, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya. Di sini, negara mandul dan tidak tegas dalam mengatur tayangan di media.
Begitulah, sistem kapitalisme ini mampu mengeliminasi peran keluarga, masyarakat, dan negara dalam melindungi generasi dari kerusakan mental. Gempuran pemikiran akibat sekularisme ini menyebabkan generasi rapuh dan bermental rusak.
Solusi Terbaik
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa bundir dipicu oleh kerusakan mental pada diri seseorang akibat persoalan hidup yang tidak terselesaikan. Oleh sebab itu, persoalan hidup ini harus mendapatkan solusi yang benar dan satu-satunya sosuli atas persoalan hidup ini adalah Islam.
Islam memiliki solusi yang khas. Islam tidak hanya concern terhadap pengobatan, melainkan juga pada pencegahan. Ada beberapa cara yang Islam lakukan untuk mencegah bundir, di antaranya menanamkan akidah sejak dini kepada setiap individu. Hal ini melalui pendidikan sekolah yang bervisi misi mencetak generasi yang ber-syahsiah islamiah. Dari pendidikan ini, iman dan takwa akan tertanam, baik dalam pendidikan sekolah maupun pendidikan keluarga.
Selain itu, setiap orang tua akan diedukasi oleh negara untuk menjalankan fungsi masing-masing dan pengasuhan sesuai dengan akidah Islam. Dalam negara Islam, ibu adalah madrasah utama dan juga sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi yang turut terjun dalam pencarian nafkah, seperti halnya pada sistem kapitalisme saat ini.
Lebih jauh, masyarakat dalam Islam akan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Hal tersebut akan menciptakan suasana dakwah dalam masyarakat sehingga budaya saling menasihati akan terbiasa. Artinya, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial akan berjalan.
Dengan demikian, setiap individu dalam sistem Islam akan memiliki bekal dalam mengarungi kehidupan dan mempunyai cara menyelesaikan setiap persoalan hidup yang dihadapinya sesuai tuntunan Islam. Ini karena Islam tidak hanya sebagai agama ritual, tetapi juga cara hidup yang sempurna. Wallahu a’lam. [CM/NA]