Oleh. Ummu Zahra
(Pemerhati Sosial dan Ibu Rumah Tangga)
CemerlangMedia.Com — Pada 30 Mei 2023 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan keputusannya untuk membuka kembali ekspor pasir laut. Peraturan tersebut disahkan setelah 20 tahun tidak diberlakukan. Izin tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Pemerintah berharap keputusan ini dapat memberikan konstribusi positif bagi perekonomian negara, termasuk peningkatan devisa negara, peningkatan lapangan kerja, dan pengembangan sektor industri terkait. Pemerintah memastikan bahwa ekspor pasir laut akan dilakukan secara bertanggung jawab dan berprinsip ketat terhadap perlindungan lingkungan (Headline.news Metro TV, 31/05/2023).
Hal berbeda diungkapan oleh mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Indonesia periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti. Beliau menentang dalam akun twiternya, “Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” tweetnya 28/05/2023.
Timbulnya pro dan kontra di setiap keputusan pemerintah adalah suatu hal yang lumrah. Alih-alih setiap keputusan yang diambil untuk mensejahterakan rakyat, tetapi pada kenyataannya selalu berbanding terbalik. Apakah ekspor pasir laut benar mensejahterakan rakyat? Dampak apa saja yang akan ditimbulkan? Dan bagaimana Islam menyikapinya?
Ekspor pasir laut diprediksi akan banyak menimbulkan kerusakan ekosistem laut seperti rusaknya terumbu karang, mengganggu perkembangbiakkan berbagai jenis ikan, sehingga akan mempengaruhi pendapatan nelayan, hilangnya pulau-pulau kecil karena air laut terus naik tanpa adanya daratan, dan lain sebagainya.
Kondisi keuangan negara atau APBN yang selalu kurang untuk memenuhi kebutuhaan mendasar masyarakat, seperti; ketersediaan lapangan kerja, insfastruktur yang memadai, pemenuhan layanan umum seperti kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya adalah masalah yang serius. Hal ini disebabkan tata pengelolaan pemasukan kas negara yang tidak terstruktur dengan baik, terlebih pemasukan kas utama negara yang mengandalkan pajak dan utang.
Indonesia sebagai negara yang memiliki julukan ‘paru-paru dunia’ serta negara berkepulauan terbanyak dan terbesar di dunia memiliki sumber daya alam yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Namun, pada kenyataannya SDA Indonesia tidak dikelola secara mandiri oleh pemerintah, perizinan pengelolaan SDA diserahkan pada swasta aseng dan asing. Oleh karenanya, yang menikmati hasil dari kekayaan alam adalah para pemilik modal atau kapital, harta pun hanya berputar pada ruang lingkup mereka saja. Sedangkan rakyat berkerja keras sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah himpitan semua harga yang serba naik.
Berbeda dengan Islam, Rasulullah saw. bersabda; “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Kekayaan alam yang memiliki kemanfaatan luas dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat seperti; tambang batu bara, gas, garam, sungai, laut, hingga pasir laut, sejatinya adalah harta kepemilikan umum yang seharusnya dikelola secara mandiri oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, tidak boleh dikelola oleh asing dan aseng, dan industri-industri terkait yang akan mengakibatkan kerugian pada masyarakat.
Selain itu, negara yang menerapkan Islam secara kafah akan memiliki 3 pos untuk sumber pemasukan kas negaranya, di antara lain;
Pertama, pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta milik negara berupa; harta rampasan perang, pajak tanah nonmuslim, bea cukai atau usyur, harta milik umum yang dilindungi oleh negara, harta haram milik penjabat atau pegawai negara, harta yang terpendam atau harta karun, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan harta orang murtad.
Kedua, pos kepemilikan umum. Pos ini berasal dari harta sumber daya alam (SDA) yang dikelola secara mandiri oleh negara seperti, pertambangan, minyak bumi, emas, dan perak.
Ketiga, pos zakat. Pos ini berasal dari zakat umat muslim baik berupa zakat fitrah, zakat mal, infak, dan juga wakaf.
Sebagaiman penjelasan di atas menetapkan bahwa pasir laut sebagai salah satu sumber daya alam yang diperlukan oleh banyak umat, tidak selayaknya dijadikan barang komoditi yang bisa diperjualbelikan oleh pemerintah, serta akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan merugikan masyarakat. Seperti itulah Islam memberikan solusi atas setiap permasalahan umat, baik dalam ruang lingkup individu, masyarakat, bahkan negara. Islam datang dengan membawa rahmat keseluruh alam, sebagai sumber hukum untuk manusia. Islam berasal dari tuhan Sang Pencipta seluruh alam semesta yaitu Allah Swt. melalui kekasih-Nya, manusia nan mulia yaitu Rasullulah saw. lewat perantara pimpinannya para malaikat yaitu Malaikat Jibril as..
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّـلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya 21: 107)
Islam ada untuk menjadi sumber hukum atau rujukan umat manusia. Allah Al-Khāliq tak mungkin menciptakan manusia tanpa adanya aturan, aturan untuk manusia sudah Allah sediakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Ma’idah 5: 50)
Wallahua’lam bisshawwab. [CM/NA]