Oleh: Dwi Maria, Amd.Kep.
Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan negara mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum, seperti tambang, kekayaan laut, hutan, dan lain sebagainya untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan kesehatan rakyat.
CemerlangMedia.Com — Kesehatan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara. Namun, kenyataannya masih jauh dari harapan dan angan-angan. Pelayanan melalui sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sudah diterapkan, ternyata menuai berbagai persoalan, di antaranya dari sisi pendanaan.
Dikutip Kompas.com, Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan, BPJS Kesehatan terancam mengalami defisit hingga Rp20 triliun pada tahun ini. Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan/Kemenkes justru akan meluncurkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) bagi seluruh rakyat. Lantas, akankah program ini bisa berjalan lancar dan efektif?
Sebagaimana santer diberitakan, Kemenkes menyatakan akan meluncurkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Program ini sudah dimulai pada pekan kedua Februari 2025. Layanan ini diberikan kepada setiap individu rakyat di hari ulang tahunnya dan berlaku maksimal 30 hari setelahnya. Adapun kelompok masyarakat yang dapat mengikuti program ini adalah bayi baru lahir (usia 2 hari), balita, dan anak prasekolah (1—6 tahun), dewasa (18—59 tahun), dan lansia (mulai 60 tahun).
Dalam program tersebut, sebanyak 10.000 Puskesmas dan 20.000 klinik swasta akan dilibatkan. Sementara anggaran yang disiapkan sebanyak 4,7 triliun rupiah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan porsi terbesar dari pemerintah pusat.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dedek Prayudi mengatakan, CKG akan digelar secara bertahap dengan target 60 juta penerima pada 2025. Selama 5 tahun ke depan diharapkan, 200 juta warga negara dapat terlayani program ini.
Program Populis
Sekilas tampak bahwa kebijakan ini seolah pro rakyat. Nyatanya program ini lahir di tengah berbagai kebijakan zalim yang membuat rakyat sengsara, seperti kenaikan harga listrik, gas, BBM, dan susahnya mendapatkan layanan publik lainnya yang menjadi hak rakyat. Kebijakan ini makin terasa sebagai kebijakan populis ketika melihat realita pelayanan kesehatan di Indonesia hari ini, di antaranya adalah kurangnya fasilitas kesehatan terlebih di daerah 3T, kurangnya SDM dan sarana prasarana, belum lagi terkait infrastruktur untuk mencapai fasilitas kesehatan, dll..
Meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, tetapi melihat tingginya angka korupsi dan keberpihakan pembangunan yang hanya untuk kalangan tertentu, maka akan muncul berbagai persoalan yang justru menghambat terwujudnya program ini. Dari sini tergambar bahwa program CKG ini seperti setengah matang dan bahkan lebih tercium aroma “pencitraannya” daripada keseriusan dalam menyelesaikan urusan umat.
Terlebih, sistem kapitalisme menjadikan peran negara hanya sebagai fasilitator dan regulator. Negara dalam sistem kapitalisme abai terhadap peran utamanya sebagai raain (pengurus umat).
Sistem kapitalisme juga meniscayakan sumber pemasukan negara dari utang dan pajak sehingga ada banyak risiko gagalnya program untuk rakyat ini. Kalaupun tetap berjalan, rakyat sangat mungkin mendapat beban tambahan, misalnya kenaikan pajak, iuran BPJS, dan lain sebagainya. Inilah dampak pengelolaan kesehatan di bawah sistem saat ini.
Kapitalisme meniscayakan kesehatan dikelola di atas prinsip komersial. Pihak swasta boleh ikut andil dalam mengelola kesehatan, sebagaimana BPJS hari ini.
Hadirnya BPJS kesehatan dengan prinsip asuransi menjadi faktor pengelolaan kesehatan rakyat di tangan swasta. Wajar jika muncul persoalan tidak teraksesnya layanan kesehatan oleh seluruh rakyat dengan fasilitas yang berkualitas. Sebab, prinsip pengelolaan kesehatan oleh pihak swasta adalah bisnis.
Kesehatan menjadi barang mahal, terbukti dengan adanya perbedaan penanganan bagi yang menggunakan BPJS dan mandiri. Kebijakan baru terkait pemeriksaan kesehatan gratis ini juga membuktikan bahwa negara menyadari, kesehatan di negeri ini masih sulit diakses secara gratis.
Sistem Islam Menjamin Kesehatan Rakyat
Islam menetapkan negara harus menyediakan layanan kesehatan secara gratis dan berkualitas untuk semua warga negara, baik kaya maupun miskin, muslim maupun nonmuslim. Sebab, kesehatan merupakan layanan publik dan bisa diakses oleh semua kalangan.
Inilah wujud peran negara sebagai raain (pengurus) dan junnah (pelindung). Artinya, negara wajib melayani dan bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh pelayanan yang diberikan negara terhadap rakyatnya, termasuk kesehatan.
Negara tidak akan mengeksploitasi atau menempatkan rakyat sebagai pasar untuk barang dan jasa kesehatan, sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Negara akan menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan secara maksimal dan terbaik.
Negara akan membentuk badan-badan riset yang bisa mengidentifikasi berbagai macam penyakit beserta penangkalnya. Pada masa keemasan Islam, Bani Ibnu Thulun yang ada di Mesir memiliki masjid yang dilengkapi dengan tempat-tempat mencuci tangan, lemari tempat menyimpan minuman, obat-obatan, dan dilengkapi dengan ahli pengobatan atau dokter untuk memberikan pengobatan gratis.
Kekhalifahan Bani Umayyah juga banyak membangun rumah sakit yang disediakan untuk orang yang terkena lepra dan tuna netra. Bani Abbasiyah banyak mendirikan rumah sakit di Baghdad, Kairo, Damaskus dan mempopulerkan rumah sakit keliling.
Negara juga sangat memperhatikan upaya promotif dan preventif. Upaya optimal ini akan mampu menekan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan sehingga tidak mengganggu aktivitasnya. Melalui departemen terkait, negara menyosialisasikan gaya hidup sehat serta menciptakan lingkungan bersih dan asri dengan cara membuat aturan yang menjamin kehalalan serta higienitas makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat, serta lingkungan yang bersih dari polusi.
Negara akan mampu mewujudkan layanan kesehatan berkualitas dan gratis karena memiliki banyak sumber pemasukan. Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan negara mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum, seperti tambang, kekayaan laut, hutan, dan lain sebagainya untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan kesehatan rakyat.
Selain itu, budaya kaum muslim ialah saling tolong-menolong/ta’awun dan saling membantu. Hal ini tentu akan memudahkan negara dalam menciptakan pelayanan kesehatan bagi setiap individu rakyat.
Adapun terkait administrasi, negara Islam menerapkan konsep pelayanan yang mudah, cepat, dan profesional. Inilah yang akan menjadi pedoman negara dalam memberikan layanan kesehatan pada rakyatnya sehingga rakyat mendapatkan layanan terbaik. Sungguh, hadirnya negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Daulah Khil4f4h yang diwajibkan Al-Qur’an sangat urgen di tengah umat hari ini. Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]