Digempur Produk Impor, Produk Lokal Tekor

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Neti Ernawati
(Ibu Rumah Tangga)

“Islam akan memilih dan menempatkan pejabat sesuai kualitas, kredibilitas, dan amanahnya. Pejabat yang terbukti melakukan penyelewengan akan ditindak dengan tegas agar menimbulkan efek jera. Apabila rakyat dan pejabat bersinergi dalam pembangunan dan pengembangan industri, niscaya kesejahteraan mampu diraih seluruh rakyat secara merata, tanpa harus ada persaingan antara barang impor dan industri lokal.”


CemerlangMedia.Com — Dilansir dari CNBC Indonesia (10-08-2024), produk pakaian jadi dari Cina telah dengan jelas membanjiri Pusat Grosir Tanah Abang. Aneka baju, termasuk baju bayi dan anak, semua berlabel merk dagang Cina, tanpa disertai label SNI (Standar Nasional Indonesia). Bahkan, petunjuk pencuciannya pun tertulis dalam bahasa Cina.

Banjir produk Cina ternyata bukan hanya dari impor legal saja, tetapi juga dari kegiatan ilegal. Deputi bidang UKM KemenKopUKM (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) Temmy Setya Permana mengungkapkan, ada sekitar 50% produk ilegal asal Cina yang berupa tekstil dan produk tekstil (cnbcindonesia, 08-08-2024).

Potensi nilai impor yang tidak tercatat atau ilegal diperkirakan mencapai Rp59,2 triliun. Nilai impor ilegal tersebut paling banyak berupa impor pakaian jadi. Produk impor inilah yang menggempur pertahanan produk dalam negeri di pasaran tanah air.

Daya Saing Produk Mematikan Industri Lokal

Ada barang ada rupa, tentu sangat selaras dijadikan patokan. Dari segi kualitas, bisa dipastikan produk dalam negeri memiliki kualitas lebih baik. Namun, produk Cina memiliki model yang beragam dan menarik.

Dari segi harga pun, barang dari Cina memiliki harga yang jauh lebih murah. Apalagi jika barangnya ilegal, harga bisa dipatok lebih murah lagi karena produk tidak dibebani dengan bea masuk. Sementara produk dalam negeri, harga relatif mahal karena berbagai beban pembiayaan, seperti pajak.

Layaknya negara berkembang, yang sebagian besar masyarakatnya masih dalam kondisi prasejahtera, tentu saja barang murah dari Cina banyak diminati dan laris manis di pasaran Indonesia. Kondisi ini membuat produk lokal mengalami penurunan penjualan. Beberapa perusahaan industri pun mengalami kerugian hingga kebangkrutan.

Puluhan pabrik tekstil yang merupakan sektor padat karya banyak yang tumbang. PHK besar-besaran terjadi di mana-mana. Andai kondisi ini terus berlanjut, disinyalir akan mengakibatkan hilangnya serapan tenaga kerja hingga sekitar 69.000 jiwa.

Konsumerisme Meningkatkan Ketergantungan pada Impor

Sebenarnya gempuran barang impor dari Cina sudah terjadi sejak beberapa waktu lalu. Hal ini tampak jelas setelah negara turut serta dalam perjanjian China-ASEAN Free Trade Agreement (FTA) hingga terjebak dalam perdagangan bebas. Produk impor pun masuk tanpa henti. Permendag No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang salah satu isinya mengacu pada relaksasi impor justru makin membuka keran impor menjadi lebih besar.

Hanya saja, banyak pihak tidak peduli. Sebagian masyarakat yang memiliki sisi konsumerisme tinggi, justru senang dengan adanya banjir barang dari Cina yang murah, kompetitif, dan inovatif. Bahkan, ada yang mulai menggeluti bisnis impor, baik personal maupun perusahaan. Apalagi dengan makin banyaknya penyedia jasa ekspedisi dan e-commerce antar negara yang mendukung perdagangan bebas.

Munculnya dua kepentingan yang berlawanan tidak dapat dihindarkan. Masyarakat yang notabene ingin mendapat keuntungan dengan produk Cina, secara tidak langsung telah menekan kepentingan pelaku industri tekstil dalam negeri dalam mengupayakan penghidupan.

Negara Lepas Tangan Soal Nasib Industri Lokal

Berbeda dengan pemerintahan Cina yang memberi dukungan penuh pada sektor industrinya. Industri di Indonesia justru seolah dibiarkan berjuang sendiri, mulai dari menghadapi persoalan upah, pembiayaan produksi, kesulitan mendapat bahan baku, energi listrik, dan bahan bakar yang makin mahal ditambah dengan kebijakan impor yang tidak berpihak.

Pemerintah seolah abai terhadap kemungkinan praktik predatory pricing atau praktik menjual dengan harga rugi yang bertujuan mematikan saingan bisnis dari industri luar negeri. Sementara jelas, praktik semacam ini berbahaya karena dapat mematikan industri tekstil dalam negeri. Hal tersebut juga akan makin meningkatkan ketergantungan negara pada kegiatan impor.

Pemerintah juga dinilai lebih berpihak pada pengusaha importir. Praktik kotor oknum kepabeanan dalam pemalsuan dokumen terkait isi kontainer barang impor menjadi salah satu indikasinya. Kontainer masuk tanpa dicek isinya dengan alasan khawatir mengakibatkan panjangnya antrean.

Sementara pengecekan kontainer sangat efektif untuk menekan barang yang memiliki dampak buruk bagi negara maupun menekan masuknya barang ilegal. Dengan begitu, barang ilegal dapat langsung dikembalikan ke negara asalnya.

Islam Melindungi Industri Lokal

Sudah seharusnya negara memiliki kemandirian dalam pembangunan dan pengembangan industri seperti yang Islam ajarkan. Produk-produk strategis, seperti makanan pokok, sandang, termasuk produk tekstil akan diupayakan ketersediaannya melalui swasembada sehingga tidak terjadi ketergantungan pada impor luar negeri.

Negara dengan sistem Islam tidak akan membebani industri dengan pembiayaan-pembiayaan yang mahal. Akan tetapi, justru hadir memberikan bantuan modal. Bahkan, pada masa negara Islam tegak, bendungan-bendungan dibangun sebagai sarana pembangkit listrik dalam usaha mendukung kegiatan industri.

Islam mewajibkan negara untuk membangun sistem bisnis yang kuat dan sehat dengan menekankan prioritas pada sektor industri berat yang lebih tahan menghadapi iklim perdagangan. Dalam Islam, suasana persaingan bisnis tetap sehat, semua terlindungi dalam regulasi yang bersumber dari aturan Allah dan Rasul-Nya.

Islam akan memilih dan menempatkan pejabat sesuai kualitas, kredibilitas, dan amanahnya. Pejabat yang terbukti melakukan penyelewengan akan ditindak dengan tegas agar menimbulkan efek jera. Apabila rakyat dan pejabat bersinergi dalam pembangunan dan pengembangan industri, niscaya kesejahteraan mampu diraih seluruh rakyat secara merata, tanpa harus ada persaingan antara barang impor dan industri lokal. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *