Penulis: Mia Kusmiati
Hanya Islam yang menjadikan pejabat negara sebagai pelayan rakyat, bukan tuan. Rakyatlah yang menjadi prioritas. Pejabat harus berkorban dan merelakan dirinya mendapatkan fasilitas paling minim selama rakyat masih menderita.
CemerlangMedia.Com — Pada acara perayaan ulang tahun Partai Gerindra yang ke-17, Presiden Prabowo Subianto yang juga menjadi ketua umum partai menyampaikan pidato, yakni mengumumkan rencana penghematan anggaran yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Langkah ini diambil sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 yang berfokus pada efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025.
Pada Efisiensi tahap pertama yang saat ini tengah berlangsung dengan nilai sebesar Rp306,69 T. Sementara untuk tahap kedua, rencana efisiensi belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang dianggap kurang efisien ditargetkan mencapai Rp308 T. Tahap selanjutnya, efisiensi akan menyasar Badan Usaha Milik Negara dividen ditargetkan mencapai Rp300 T.
Dalam jumlah tersebut, Rp200 T akan digunakan untuk kepentingan negara dan Rp100 T akan dikembalikan ke BUMN. Presiden juga mengatakan, efisiensi anggaran tersebut setara 44 miliar dolar AS, 24 miliar akan dialokasikan untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan 20 miliar dolar AS akan diserahkan kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk dikelola sebagai dana investasi (kompas.com, 16-02-2025).
Jangan Mengorbankan Rakyat
Dikutip dari Radio Republik Indonesia (rri.co.id) edisi (16-2-2025), ada banyak kementerian dan lembaga yang berdampak pada efisiensi anggaran, termasuk di dalamnya adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengalami efisiensi sebesar Rp7,27 T dengan pagu anggaran Rp26,27 T. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) juga mengalami efisiensi sebesar Rp6,78 T dengan pagu anggaran Rp49,82 T.
Kebijakan ini mendapat protes dari kalangan mahasiswa, dosen, dan masyarakat. Bentuk kekecewaan tergambar dalam tagar #IndonesiaGelap yang dilanjutkan dengan aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Satryo Soemantri selaku Mendiktisaintek menanggapi pemangkasan anggaran tersebut. Dia menyatakan, ini akan berdampak pada sejumlah anggaran beasiswa yang selama ini dikelolanya dan berpotensi akan mengurangi beberapa program beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BIP), Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK), dsb..
Program beasiswa yang merupakan jalur utama dari keluarga yang tidak mampu untuk bisa menikmati pendidikan di perguruan tinggi tentunya akan mengalami keterhambatan. Bahkan, bisa jadi berisiko untuk tidak melanjutkan pendidikannya lagi karena keterbatasan biaya.
Oleh sebab itu, apabila efisiensi anggaran tetap dilakukan, maka akan berpotensi naiknya biaya UKT (uang kuliah tunggal). Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa pendidikan tinggi hanya bisa dienyam oleh sekelompok orang yang ekonominya menegah ke atas sehingga hak pendidikan tidak berafiliasi dengan baik dan sifatnya tidak menyeluruh.
Pengambilan kebijakan yang serampangan dalam pemangkasan anggaran terutama di sektor pendidikan merupakan kebijakan praktis yang akan membuka pintu baru malapetaka sebuah negara untuk dapat bergerak maju. Sebab, keterpurukan sebuah negara dapat ditandai dengan gelapnya sistem pendidikan yang dinaunginya sehingga akan makin jauh harapan menuju Indonesia Emas.
Efisiensi tidak boleh menyasar sektor krusial, seperti pendidikan, subsidi untuk masyarakat, fasilitas umum, dll. karena itu semua adalah hak masyarakat yang tidak bisa diganggu. Sudah menjadi tugas negara untuk memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat, bukan malah menganggap subsidi rakyat sebagai sebuah beban dengan memangkas anggaran seminimal mungkin.
Efisiensi anggaran dapat menjadi hal yang bagus selama dilakukan dengan adil, transparan, dan dipikirkan dengan bijak dalam mengambil keputusan. Pemerintah harus benar-benar pandai memilah anggaran mana yang memang perlu dipangkas dan tidak.
Di sisi lain, memangkas anggaran demi menjalankan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang pada faktanya tidak berjalan mulus karena berbagai masalah yang ditemukan, seperti dalam hal pendistribusian, perbedaan menu, makanan yang tidak memenuhi standar gizi, dana yang dikorupsi, dan sebagainya. Terlebih, MBG bukanlah solusi mendasar atas permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Seharusnya pemerintah fokus menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak, memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan secara gratis dan merata, harga bahan-bahan pokok yang murah sehingga bisa dijangkau oleh semua kalangan demi bisa memberikan makanan bergizi untuk semua anggota keluarganya.
Dalam sistem kapitalisme yang serba bebas, negara dikelola berdasarkan kepentingan bisnis. Secara individu, mereka yang menjadi pejabat, tetapi secara umum pola pikir mereka bukan untuk memberikan pelayanan terhadap rakyat atau umat. Akan tetapi, untuk mendapatkan kesenangan duniawi yang identik dengan fasilitas dan sarana untuk mendapatkan harta. Lagi dan lagi rakyat dirugikan, kepentingannya juga diabaikan. Rakyat menjadi korban dari kerusakan sistem yang diberlakukan di negeri ini.
Para elite politisi yang berkuasa selalu berdrama “perjuangan untuk rakyat” di masa kampanye. Namun, ketika kekuasaan dalam genggaman, mereka lupa akan janji dan hanya memikirkan kepentingan golongannya. Ini merupakan konsekuensi logis dari sistem kapitalisme yang diterapkan.
Solusi Islam
Islam memiliki tata kelola yang berbeda dengan sistem kapitalisme. Negara dibangun berdasarkan ketakwaan kepada Allah Swt. yang aturannya bersumber dari aturan Ilahi.
Dalam pandangan Islam, negara hadir untuk mengurus (riayah) rakyat, memelihara urusan rakyat, menunaikan kemaslahatan mereka, menjamin kebutuhan mereka, dan menjaga mereka dari segala mara bahaya. Para pemimpin (khalifah) menempatkan urusan umat di atas urusannya sendiri dan menjadi garda terdepan untuk kesejahteraan umat.
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) pemelihara urusan rakyat dan dia akan ditanya tentang rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari).
Dalam sabdanya yang lain, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakang dia dan berlindunglah kepada dia.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hanya Islam yang menjadikan pejabat negara sebagai pelayan rakyat, bukan tuan. Rakyatlah yang menjadi prioritas. Pejabat harus berkorban dan merelakan dirinya mendapatkan fasilitas paling minim selama rakyat masih menderita. Hanya saja, sangat sulit terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini yang telah mengajarkan prinsip-prinsip keuntungan duniawi. Ketakwaan tidak dijadikan landasan dan bergantung dari hawa nafsu kekuasaan.
Oleh karena itu, di sinilah pentingnya ada perubahan sistem dan mengganti pemimpin yang mengorbankan rakyat dengan pemimpin yang amanah dan mempunyai spirit meriayah rakyat. Penggantinya hanya syariat Islam dan Khil4f4h. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]