Ekspor Produk Nikel Melonjak: “Economic and Ecology Balance”, Mungkinkah?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Linggar Esty Hardini, S.Geo.
(Aktivis Muslimah Ngaglik, Sleman, DIY)

CemerlangMedia.Com — Buah nyata dari hilirisasi nikel yang telah dilakukan pemerintah diklaim berdasarkan data ekspor produk nikel yang makin melonjak. Sekjen APNI Meidy Katrin Lengkey menyebutkan dari 2021 hingga 2022 terdapat kenaikan ekspor HRC dan CRC hingga 4,9%. Sementara untuk ekspor nikel matte juga melonjak sebesar 300% (cnbcindonesia.com, 18-9-2023).

Selain itu, pada forum mining zone, Sekjen APNI juga menyampaikan optimis terhadap kenaikan yang lebih signifikan di akhir 2023 nanti. Berdasarkan pada update per Agustus 2023 sudah ada 54 pabrik pirometalurgi yang memproduksi nikel pig iron, feronikel bahkan nikel matte. Hal tersebut sejalan dengan ambisi yang telah disepakati pada KTT ke-43 ASEAN untuk menjadi bagian kuat dari industri kendaraan listrik sebagai penyuplai salah satu bahan baku baterai, yaitu nikel. Kapitalisasi industri kendaraan listrik tersebut lah yang digadang-gadang sebagai solusi dari isu climate change dengan target net zero emission di 2060. Lalu, dapatkah “Economic and Ecology Balance” di dalam sistem kapitalisme saat ini?

Krisis Iklim Jadi Cuan

Isu mengenai climate change memang menjadi isu yang sangat diperhatikan karena menyangkut keberlangsungan kehidupan manusia. Tentu saja membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk mengatasi keterlanjuran kerusakan atmosfer sebagai pokok permasalahan dalam climate change. Maka dalam sistem kapitalisme ini dipercayai bahwa permasalahan tersebut dapat diatasi oleh para pemilik modal yang dapat membantu membiayai pemulihan lingkungan.

Pada akhirnya solusi-solusi yang ditawarkan oleh para kapitalis inilah yang dianggap sebagai pilihan terbaik. Hingga saat ini dipercayai bahwa climate change merupakan akibat dari kerusakan atmosfer yang salah satu sumbernya adalah operasional transportasi dengan bahan bakar fosil. Muncullah solusi kendaraan listrik yang digadang akan mengurangi emisi secara signifikan. Lantas apakah langkah penyerahan pengambilan solusi kepada para kapitalis ini merupakan jalan yang tepat?

Framing terhadap optimisme keberhasilan pengurangan emisi dengan mengalihkan energi berbahan bakar fosil dengan energi listrik terus dilakukan khususnya pada operasional transportasi. Namun, perlu diingat bahwa dibutuhkan industri baterai untuk mendukung realisasi dari industri kendaraan listrik. Salah satu bahan mineral dalam pembuatan baterai adalah nikel. Dengan dalih urgensi pemenuhan kebutuhan percepatan industri kendaraan listrik, tambang nikel, dan smelter nikel mulai merajalela. Tak cukup sampai di situ saja, pemerintah nyatanya mendukung dan mendorong bagi badan usaha untuk melakukan explorasi demi memenuhi cadangan nikel. Kementerian ESDM juga mengungkapkan sudah ada badan usaha yang berminat melakukan kegiatan eksplorasi baru di kawasan lapangan hijau atau green field (industri.kontan.co.id, 20-8-2023).

Ujung-ujungnya cuan, yang awalnya kendaraan listrik dijadikan sebagai solusi, kini semua beralih ke kepentingan ekonomi. Realisasi industri kendaraan listrik nyatanya menjadi kue yang dibagi-bagi sesuai kesepakatan dan kemampuan negara-negara yang ingin berperan baik dalam industri baterai, industri teknologi, ataupun industri otomotifnya. Sebagai negara yang memiliki cadangan mineral nikel terbanyak di dunia, pemerintah yakin dapat menjadi pemeran utama dalam industri penyedia bahan baku baterai. Optimisme tersebut dimulai dengan adanya hilirisasi tambang nikel yang membuat pabrik smelter nikel makin banyak. Investor dalam negeri maupun asing segera diberikan karpet merah. Hilirisasi nikel yang dilakukan diklaim sudah menunjukkan keberhasilan dengan naiknya permintaan ekspor ke negara-negara industri baterai. Lantas, bagaimana dengan klaim keberhasilan penjagaan terhadap ekologi sebagai ruang hidup manusia? Bahkan isu lingkungan nyaris tak terdengar, tertutup kerasnya suara klaim keberhasilan para kapitalis dalam pencapaian materi.

Isu Lingkungan Hilirisasi Nikel

Perlu diketahui bahwa dalam kegiatan tambang nikel dan pengoperasian pabrik smelter nikel berpotensi memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Sayangnya, di dalam sistem kapitalisme, lingkungan merupakan bagian dari beban industri karena membutuhkan alokasi dana, tetapi tidak menambah profit secara ekonomi, bahkan dipandang mempertipis laba. Memotret dari metode tambang nikel yang saat ini ada, penambangan dilakukan dengan metode open pit yang artinya lahan akan di buka dari permukaan tanah hingga sampai pada mineral tambangnya.

Metode penambangan open pit ini akan mengubah bentang lahan, mengurangi daerah resapan, bahkan sangat memengaruhi kualitas lingkungan. Imbasnya, apabila terjadi hujan, air limpasan bukaan tambang akan menjadi air limbah yang terkontaminasi mineral tambang serta mengandung TDS tinggi. Tidak banyak pilihan dalam pengelolaan air limbah ini karena debitnya yang sangat besar, pilihan termurahnya adalah pembuangan ke sungai. Kandungan TDS yang tinggi akan berpengaruh terhadap pendangkalan sungai dan berpotensi terjadi bencana banjir.

Belum lama ini, banjir bandang melibas sebagian wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada Rabu (13-9-2023) yang menelan korban jiwa, yakni seorang pekerja tambang. Di antara wilayah yang dilanda banjir bandang adalah area tambang nikel yang dikelola PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) (kumparan.com, 14-09-2023).

Selain itu, terkontaminasinya bahan mineral tambang pada air limbah sangat berbahaya, baik bagi biota sungai maupun jika digunakan sebagai air baku warga sekitarnya. Dengan sistem pengelolaan saat ini, kerusakan lingkungan dari hulu saja sudah sangat tampak. Apalagi dengan adanya kebijakan hilirisasi nikel. Selain masalah air limbah produksi, perlu diketahui bahwa dalam suatu pabrik pasti membutuhkan power plant untuk menyuplai kebutuhan listrik di lokasi pabrik tersebut dengan kapasitas yang besar.

Batu bara masih menjadi pilihan sebagai bahan bakar yang lebih kecil cost-nya dibanding bahan bakar lainnya, baik dari segi ketersediaan, mobilitas, dan harga barang. Penggunaan bahan bakar batu bara akan menambah beban emisi udara yang terlepas di lingkungan. Jika dikembalikan lagi pada solusi kendaraan listrik, maka solusi tersebut sebenarnya hanya mengalihkan sumber emisi dari yang bergerak menjadi sumber emisi tidak bergerak.

Lalu apakah dampak ekonomi dari kenaikan ekspor dapat mengembalikan kerusakan ekologi ruang hidup? Sedangkan berbagai pihak sepakat bahwa pemulihan terhadap kerusakan lingkungan bukan hal yang mudah dan memerlukan biaya yang tinggi. Sungguh kontradiktif, solusi yang tadinya digadang sebagai penyelesaian climate change nyatanya justru makin merusak lingkungan dan ini baru satu sisi dari industri penyiapan bahan baku kendaraan listrik saja. Inilah hasil dari penyerahan kebijakan solusi kepada sistem kapitalisme. Solusi yang dihadirkan selalu semu karena segala aspek penyelesaian hanya dipandang dari sisi materialistis.

Maka sudah pasti dalam sistem kapitalisme tidak akan pernah terjadi keseimbangan antara ekonomi dan ekologi sebagai ruang hidup. Hal tersebut karena pencapaian materi individu maupun kelompok lebih penting dari pencapaian kemaslahatan untuk seluruh masyarakat baik dalam hak ruang hidup maupun hak materi yang seharusnya diatur oleh negara. Kapitalisme baik sistem perekonomian maupun pemerintahan telah memutuskan hubungan manusia dengan alam.

Islam dalam Menyikapi Potensi Ruang

Dikutip dari buku berjudul Green Deen karya ibrahin Abdul-Matin, “Green deen, sebuah pemahaman yang berlandaskan atas prinsip-prinsip menjalankan Islam seraya berkomitmen kepada alam, yaitu kesatuan Allah Swt. dengan ciptaan-Nya (tauhid), memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya (ayat), menjadi penjaga bumi (khalifah), memegang teguh kepercayaan Allah Swt. atas potensi kita (amanah), bersikap adil (adl), dan hidup selaras dengan alam (mizan).”

Kutipan buku tersebut selaras dengan firman Allah Swt., “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).

Sebagai seorang muslim harus menyadari bahwa sebagai wujud ketaatan kepada Allah Swt., kita wajib menjalankan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya dan menyadari bahwa setiap apa yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawabannya. Manusia, yang Allah Swt. amanahkan sebagai penjaga bumi, artinya ekologi sebagai ruang hidup harus dijaga dan dikelola sesuai tuntunan wahyu dari Allah Swt. atau tidak melanggar hukum syariat. Sebab, keserakahan terhadap potensi ruang hanya akan menyisakan kerusakan yang berdampak luas.

Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmannya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, supaya Allah SWT membuat mereka merasakan sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). (QS Ar-Rum [30]: 41).

Kerusakan tersebut sejalan dengan perilaku konsumtif manusia yang memperlakukan potensi ruang hidup serakah dengan melakukan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran untuk mencapai nilai materi. Islam mengajarkan bahwa sebagai manusia, ia diciptakan dengan nilai yang melekat padanya, manusia bernilai karena ia diciptakan oleh Allah Swt. sehingga manusia tidak membutuhkan benda-benda untuk diciptakan atau dikonsumsi agar dirinya menjadi bernilai. Pemikiran tersebut dapat melahirkan pemahaman bahwa pengendalian terhadap perilaku konsumtif akan menciptakan lingkungan yang lebih baik sekaligus menciptakan hubungan yang baik antara alam, manusia, dan Sang Pencipta.

Pengendalian terhadap perilaku konsumtif membuat manusia dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan pengerukan sumber daya alam secara rakus karena sadar bahwa keberlangsungan kehidupan tidak diukur dari nilai materi saja, tetapi juga mempertimbangkan aspek lingkungan dan keridhaan Allah Swt..
Wallahu a’lam Bisshawwab [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *