Emas dan Nyawa: Realita Penambangan Ilegal di Indonesia

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Widhy Lutfiah Marha
Pendidik Generasi

Sistem Islam dapat menjamin keselamatan masyarakat sekaligus mencegah terjadinya bencana, seperti longsor yang di area tambang. Dengan demikian, pengelolaan tambang, baik oleh negara maupun individu tetap dapat dilakukan secara optimal sehingga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

CemerlangMedia.Com — Seorang warga negara asing asal Cina berhasil menyelundupkan emas seberat 774,27 kg melalui penambangan ilegal di Ketapang. Selain itu, ia juga berhasil mengambil cadangan perak sebanyak 937,7 kg dari lokasi tersebut. Akibat tindakan ini, Indonesia mengalami kerugian sebesar 1,02 triliun rupiah (cnnindonesia.com, 27-09-2024).

Kegiatan penambangan emas ilegal juga berlangsung di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Tragisnya, aktivitas ini menyebabkan longsor di area galian yang mengakibatkan korban jiwa. Sebanyak 13 orang dilaporkan meninggal. 11 jenazah telah dievakuasi, 4 masih berada di lokasi, dan 25 orang masih tertimbun. Selain itu, 3 orang lainnya mengalami luka-luka (liputan6.com, 27-09-2024).

Kapitalisme Gagal Mengelola Sumber Daya Alam

Peristiwa ini mencerminkan pengelolaan tambang yang sangat buruk. Hal ini terjadi akibat kegagalan negara dalam mendata sumber daya alam yang berujung pada berbagai masalah serius, seperti longsor di area penambangan yang mengakibatkan korban jiwa. Selain itu, kegagalan ini juga menyebabkan hilangnya cadangan emas karena dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu.

Seharusnya, negara memiliki data lengkap tentang potensi sumber daya alam di seluruh wilayah dan memiliki kedaulatan dalam pengelolaannya. Dengan demikian, baik tambang besar maupun kecil dapat dimanfaatkan secara optimal. Negara juga harus waspada terhadap pihak asing dan pihak lain yang berniat merugikan.

Sangat disayangkan bahwa negara ini diatur oleh sistem kapitalisme yang cenderung mendorong para penguasa untuk menghindar dari tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya alam secara benar. Mereka sering kali mengeklaim bahwa masalah yang ada, termasuk penambangan ilegal, bukanlah tanggung jawab mereka.

Sistem kapitalisme yang terlalu fokus pada keuntungan materi ini membuat pemerintah setengah hati dalam mengurus kepentingan rakyat. Kasus penambangan ilegal terus berulang, meskipun sudah ada undang-undang yang mengaturnya. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan dalam penegakan hukum dan pengawasan serta mengabaikan kebutuhan masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kekayaan alam kita tidak dikelola dengan bijaksana dan berkelanjutan.

Islam Sebagai Solusi

Negara Islam memiliki cara yang sangat berbeda dalam pengelolaan tambang jika dibandingkan dengan kapitalisme. “Dalam Islam, peran negara diatur dengan sangat jelas dan tegas. Negara berfungsi sebagai raain (pengurus). Selain itu, negara juga berfungsi sebagai junnah (perisai).” (HR Bukhari dan Muslim).

Kesadaran negara mengenai kedua peran ini sangatlah penting karena hal itu akan memandu negara dalam mengelola potensi kekayaan alam yang dimiliki sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya alam akan sejalan dengan aturan yang ditetapkan dalam Islam sehingga menciptakan keseimbangan antara kekayaan alam yang ada dengan pengelolaan yang bertanggung jawab.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah menunjukkan dengan jelas bagaimana seharusnya pengelolaan harta tambang dilakukan. Contoh yang diberikan oleh beliau bukan hanya sekadar nasihat, melainkan merupakan hukum syariat yang wajib dijadikan pedoman oleh negara dalam mengelola sumber daya tambang yang ada.

Dalam satu riwayat dari Abu Hurairah, “Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjelaskan adanya tiga hal yang harus dijaga agar tidak dilarang atau dihalangi bagi masyarakat untuk memanfaatkannya, yaitu rerumputan, air, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Selanjutnya, terdapat kisah mengenai Abyad bin Hammal yang mendatangi Rasulullah dan meminta agar beliau memberikan hak pengelolaan tambang garam kepadanya. Nabi Shallallahu alaihi wasallam pun memenuhi permintaannya dengan memberi tambang tersebut. Namun, ketika Abyad bin Hammal radhiyallahu anhu meninggalkan majelis, salah seorang hadirin menyatakan, “’Apakah Anda tahu apa yang baru saja Anda berikan? Anda telah memberikan sesuatu yang tidak berbeda jauh dari air yang mengalir.’ Mendengar hal itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam segera mencabut kembali pemberian tambang garam itu dari Abyad bin Hammal.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).

Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dan adil, serta memberikan gambaran betapa Rasulullah sangat memperhatikan hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya. Selain itu, masih terdapat sejumlah hadis lain yang menekankan aturan-aturan serupa dalam pengelolaan harta tambang.

Berdasarkan dalil-dalil yang ada, pengaturan tambang dalam Islam memiliki aturan yang jelas, barang tambang yang jumlahnya melimpah tidak boleh dimiliki oleh individu. Harta tersebut dianggap sebagai milik umum. Al-Alamah Syekh Abdul Qodir Zalum, dalam kitabnya Daulah Al-Khilafah pada halaman 54 menjelaskan bahwa konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalam Islam berhubungan erat dengan pemahaman tentang kepemilikan yang terbagi menjadi tiga kategori.

Pertama, kepemilikan individu yang mencakup harta tambang dengan jumlah yang terbatas. Kedua, kepemilikan umum atau milik Allah yang mencakup harta tambang dengan deposit yang melimpah. Ketiga, milik negara yang berkaitan dengan sumber daya alam yang dilindungi atau dikelola untuk kepentingan masyarakat.

Dengan aturan-aturan syariat ini, negara Islam bertugas mengatur pengelolaan tambang serta memetakan wilayah-wilayah yang mengandung sumber daya tersebut. Kuantitas dan kualitas barang tambang akan ditentukan oleh para ahli yang kompeten di bidangnya. Selain itu, adanya hima atau wilayah konservasi diperuntukkan guna menjaga kebutuhan negara serta menjaga fungsi ekologis lingkungan.

Jika suatu jenis tambang tersedia dalam jumlah yang berlimpah, negara Islam, sebagai wakil umat akan mengambil alih pengelolaan tambang tersebut secara mandiri, tanpa melibatkan individu atau pihak swasta. Hal ini dikarenakan monopoli terhadap tambang dinyatakan haram dalam syariat. Dengan hukum ini, negara Islam memiliki kemampuan untuk menutup celah perampokan yang dapat terjadi pada sumber daya tambang.

Hasil dari pengelolaan tambang ini akan dikembalikan kepada umat dan distribusinya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah melalui subsidi energi dan dukungan lainnya secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis untuk kebutuhan publik yang dibiayai melalui pos kepemilikan umum, yakni baitulmal.

Di sisi lain, jika jumlah sumber daya tambang tersebut terbatas dan wilayahnya tidak berisiko untuk dieksplorasi maupun dieksploitasi, negara Islam memberikan izin kepada individu atau perusahaan swasta untuk mengelola tambang tersebut. Namun, izin ini disertai dengan syarat yang ketat, mulai dari prosedur yang harus diikuti, jenis alat yang digunakan, hingga kualifikasi para pekerja yang harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh negara.

Untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak diabaikan, sistem Islam menginstruksikan kadi hisbah untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kualitas pengelolaan tambang yang dikelola oleh individu secara berkala. Dengan langkah-langkah tersebut, sistem Islam dapat menjamin keselamatan masyarakat sekaligus mencegah terjadinya bencana, seperti longsor di area tambang. Dengan demikian, pengelolaan tambang, baik oleh negara maupun individu tetap dapat dilakukan secara optimal sehingga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Negara Islam memiliki aturan yang kuat untuk membentuk karakter individu dan masyarakat melalui sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Islam. Melalui pendidikan ini, setiap individu tidak hanya mengembangkan diri, tetapi juga menjauhi praktik-praktik yang berbahaya, seperti terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal yang minim standar keselamatan, demi meraih keuntungan sesaat.

Dalam Islam, masyarakat yang dibentuk oleh hukum Islam tidak akan bersikap acuh tak acuh terhadap berbagai bentuk kemungkaran. Sebaliknya, mereka akan aktif berpartisipasi dalam melakukan amar makruf nahi mungkar, saling mengingatkan, dan mendorong satu sama lain untuk selalu berbuat kebaikan.

Dengan demikian, pengelolaan tambang yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam, bukan hanya sekadar urusan bisnis, tetapi juga merupakan bentuk pengabdian terhadap syariat yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Apakah umat tidak menyadari betapa besar keberkahan yang bisa diperoleh ketika segala urusan hidupnya diatur oleh ketentuan-ketentuan Islam secara menyeluruh? Hal ini menegaskan pentingnya memahami dan menjalankan syariat Islam dalam setiap lini kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam agar dapat meraih manfaat yang maksimal dan berkelanjutan. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *