Oleh: Ummu Salman
(Pemerhati Sosial)
CemerlangMedia.Com — Keindahan alam Bumi Pertiwi tidak diragukan lagi, cagar budaya yang eksotik, serta pemandangan alam yang indah nan sejuk juga kekayaan alam yang melimpah ruah, tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa pun yang ingin menikmati pesonanya. Adalah wajar, jika negeri ini memiliki potensi wisata yang cukup menjanjikan sehingga dorongan peningkatan di bidang pariwisata pun kerap dilakukan, salah satunya dengan program Pokdarwis dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat di bidang wisata.
Sebagaimana diberitakan, Kabupaten Berau kembali meraih prestasi yang membanggakan setelah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Batu Payung Maratua berhasil meraih predikat terbaik pertama pada Lomba Pokdarwis Tingkat Provinsi Kalimantan Timur 2023. Anugerah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) terbaik tingkat Kalimantan Timur digelar pada pembukaan Jambore Pokdarwis se-Kalimantan Timur 2023 di Pratasaba Hall Maratua pada Jumat (24-11-2023) (Beraukab.go.id).
Keberadaan sektor pariwisata menjadi salah satu prioritas, sebab merupakan sektor penyumbang devisa bagi negara saat ini. Sektor ini juga dianggap dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat yang ada di lingkungan pariwisata sehingga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian rakyat dan masyarakat setempat.
Hanya saja, keberadaan pebisnis besar di tempat pariwisata terkadang membuat pebisnis lokal tergerus. Hal ini disebabkan karena pebisnis lain memiliki modal yang cukup besar, tentunya dengan kemampuan ilmu bisnis dan modal seadanya, pebisnis lokal belum mampu untuk bersaing. Bahkan tidak jarang hanya sekadar menjadi penjual asongan atau sebagai pegawai di tempat wisata dengan pendapatan yang terbilang minim.
Asas Liberalisme
Tidak hanya itu, pengelolaan pariwisata juga masih berasaskan pandangan hidup yang jauh dari pengaturan Sang Pencipta. Tidak jarang, ada budaya yang mengandung kesyirikan juga masih dilestarikan. Padahal bertentangan dengan syariat yang telah diturunkan untuk mengatur kehidupan manusia, maka dikhawatirkan akan menggerus keyakinan yang murni. Begitu pula dengan aktivitas yang tidak terikat dengan hukum syariat, juga terkadang tampak dari tingkah laku sebagian mereka saat melakukan aktivitas wisata, seperti kebebasan dalam bergaul, berpakaian, dan sebagainya. Semua ini disebabkan asas liberalisme yang mengilhami kehidupan manusia.
Adapun dengan “pariwisata halal” yang diadakan untuk menarik minat wisatawan muslim, masih terbatas pada makanan yang halal juga ketersediaan tempat ibadah bagi mereka. Sedangkan yang lainnya masih belum sepenuhnya terikat pada syariat, melainkan masih didasarkan pada pandangan hidup yang berasaskan manfaat dan untung rugi, seperti berbagai jenis makanan dan minuman yang belum terjamin kehalalannya, tetapi dapat menghasilkan pemasukan tambahan bagi tempat wisata.
Padahal kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah seharusnya dapat menyejahterakan rakyat, jika dikelola sesuai dengan peruntukannya, tidak dieksploitasi, melainkan sekadar eksplorasi untuk kebutuhan rakayat sehingga mampu menjadi tumpuan dalam meningkatkan ekonomi rakyat serta jaminan kesejahteraan mereka. Begitu pula dengan sektor pariwisata yang ada, berfungsi sebagaimana peruntukannya.
Namun, hingga kini, kesejahteraan tampaknya masih jauh dari harapan akibat dari pengelolaan sumber daya alam yang ada masih dimiliki oleh sebagian individu tertentu sehingga hasilnya tidak dirasakan oleh masyarakat secara umum dalam bentuk kehidupan yang sejahtera. Padahal jika dikelola dengan serius oleh pihak yang berwenang mengelolanya, maka bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi, tetapi kesejahteraan hakiki dipastikan dapat terwujud secara nyata sehingga menjadi sumber devisa bagi negara. Sedangkan sektor pariwisata diperuntukkan pada hal yang telah diatur oleh syariat.
Pariwisata dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam, pariwisata merupakan sarana dakwah dan di’ayah, bukan merupakan sumber devisa bagi negara. Adapun untuk pembiayaan, maka negara memiliki tiga sumber pemasukan, yakni fai, sedekah, dan kepemilikan umum.
Islam juga memberikan batasan yang jelas terkait kepemilikan sumber daya alam yang sifatnya melimpah sehingga tidak akan dimiliki oleh individu. Namun, akan dikelola oleh negara secara langsung, kemudian hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam rangka memberikan kesejahteraan pada kehidupan mereka.
Berbagai jenis keindahan alam yang merupakan tempat wisata, semisal pantai, air terjun, danau, perbukitan, dan sebagainya, akan menjadi sarana dalan rangka penyebaran Islam, mengukuhkan keimanan kaum muslimin yang berwisata. Bagi nonmuslim akan disuguhkan pandangan Islam berkaitan dengan keindahan alam yang ada sebagai bentuk ciptaan Allah Swt.. Mereka juga akan mendapatkan penjelasan tentang alam raya serta hakikat kehidupan seorang manusia.
Sedangkan cagar budaya akan dimanfaatkan dalam rangka menggambarkan bukti autentik sejarah kejayaan Islam. Adapun peninggalan budaya di luar Islam, jika berupa peribadatan yang terpakai, maka akan dibiarkan. Inilah bentuk toleransi dalam Islam, jika tidak terpakai, maka akan dikelola sesuai dengan pandangan syariat. Sebab, prinsip sektor pariwisata dalam Islam adalah sebagai syiar ajaran Islam.
Dengan demikian, terwujudnya pariwisata yang indah sesuai Islam hanya akan kita rasakan jika pengaturan kehidupan berada dalam penerapan Islam secara kafah. Maka, menjadi tugas kita bersama dalam memperjuangkan agar syariat Islam kembali tegak di tengah-tengah kehidupan dengan mengikuti metode dakwah Rasulullaah saw. secara murni, tanpa sedikitpun berpaling darinya.
Wallaahu a’lam bisshawwab [CM/NA]