Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Ketika aturan Islam diterapkan, maka akan mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat tanpa terkecuali. Dengan begitu, akan sangat mudah mengatasi sulitnya Gen Z memiliki rumah karena Islam mengatur kepemilikan tanah dan properti.
CemerlangMedia.Com — Generasi Z dihadapkan pada kenyataan pahit harga rumah terus melambung, sementara gaji stagnan. Dahulu memiliki rumah di usia muda merupakan bentuk pencapaian yang wajar, tetapi kini merupakan impian yang makin sulit untuk digapai.
CEO&Founder Pinhome Dayu Dara Permata menyampaikan bahwa Gen Z menghadapi tantangan dalam memiliki rumah karena harga properti makin tinggi, sementara penghasilan mereka rendah. Selain itu, inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat juga memengaruhi ketidakmampuan mereka untuk memiliki rumah (Antaranews.com, 14-02-2025).
Kenaikan harga properti yang tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan menciptakan jurang ketimpangan yang kian melebar. Alih-alih untuk membeli rumah, banyak Gen Z yang mengalokasikan pendapatannya untuk biaya hidup yang makin mahal.
Di sisi lain, kebijakan perumahan dan pertumbuhan ekonomi belum cukup memberikan solusi bagi mereka yang ingin memiliki tempat tinggal sendiri. Gen Z makin terimpit oleh keadaan saat ini. Impitan hidup yang sistematis dan terstruktur oleh sistem hidup rusak.
Impitan Kapitalisme
Tidak dapat dimungkiri, harga rumah terus naik setiap tahun melebihi pertumbuhan pendapatan rata-rata pekerja. Hal ini disebabkan oleh dominasi para spekulan. Banyak orang kaya membeli properti bukan untuk ditinggali, melainkan sebagai aset investasi. Hal ini mendorong permintaan yang tinggi terhadap properti sehingga mengakibatkan harga naik.
Selain itu, melonjaknya permintaan terhadap hunian rumah terutama di kota-kota besar membuat harga tanah melambung. Sementara itu, pengembang hunian baru sering kali lebih fokus pada segmen hunian rumah mewah/kelas menengah ke atas.
Pajak dan regulasi pemerintah turut menjadi faktor sulitnya mendapatkan hunian. Oleh karena itu, sering kali pengembang membangun perumahan yang lebih mahal untuk memastikan keuntungan yang tinggi.
Sementara di sisi lain, pendapatan pekerja muda tidak mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan inflasi dan kenaikan harga rumah. Hal ini lantaran dalam sistem kapitalisme, keuntungan perusahaan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kesejahteraan pekerja. Meskipun produktivitas meningkat, kenaikan gaji tidak sebanding karena keuntungan lebih dinikmati para eksekutif dan pemegang saham.
Di samping itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan serta persaingan di dunia kerja membuat pekerja sulit untuk menuntut kenaikan gaji. Kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh perusahaan nakal untuk makin semena-mena terhadap pekerja.
Begitu pula kebijakan trial dan eror yang sering digunakan untuk mengatasi masalah ini, tidak dapat menuntaskan permasalahan jika masih berkutat dengan sistem yang sama, yakni kapitalisme. Tampak jelas, kapitalisme menciptakan ketidakadilan dalam pendistribusian harta kekayaan. Hanya orang-orang yang bermodal saja yang bisa hidup sejahtera dalam sistem kapitalisme ini. Dengan demikian, selama sistem kapitalisme masih mendominasi negeri ini dan properti diperlakukan sebagai aset spekulatif, maka masalah kepemilikan rumah bagi generasi muda sulit teratasi.
Pandangan Islam
Islam mengatur kepemilikan tanah dan properti dengan prinsip-prinsip yang bertujuan untuk mencegah penimbunan (ihtikar) dan eksploitasi ekonomi oleh segelintir pihak. Oleh karena itu, untuk mengatasi sulitnya Gen Z memiliki rumah, maka Islam mengatur atas kepemilikan tanah dan properti.
Islam membagi kepemilikan menjadi 3 kategori, yakni kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah), kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah), kepemilikan negara (milkiyyah ad-daulah). Dalam hal ini, tanah dan properti yang pemanfaatannya untuk perumahan tidak boleh menjadi objek spekulan yang menyebabkan harga naik tidak wajar.
Lebih jauh, Islam melarang keras melakukan praktik penimbunan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Tidaklah seseorang melakukan ihtikar kecuali dia adalah orang yang berdosa.” (HR Muslim no. 1605).
Ketika properti diperlakukan sebagai spekulatif oleh pemodal besar, maka harga rumah makin tidak terjangkau bagi generasi muda yang baru meniti karir. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan distribusi kekayaan secara adil dan merata.
Demikian pula, negara wajib memastikan kebutuhan dasar rakyat, seperti perumahan. Negara wajib mencegah praktik spekulatif yang membuat harga rumah dan tanah tidak terjangkau masyarakat umum.
Islam juga memiliki mekanisme distribusi tanah yang adil, misalnya Islam melarang kepemilikan tanah tanpa pemanfaatan. Jika tanah dibiarkan terlantar tanpa dimanfaatkan dalam waktu tertentu, negara berhak mengambilnya dan memberikannya kepada yang lebih membutuhkan dan dapat mengelolanya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw..
Abdullah bin Abu Bakar berkata:
Bilal bin al-Harits al-Muzani pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi sebidang tanah. Lalu Rasulullah memberi dia sebidang tanah yang luas. Ketika Umar diangkat menjadi khalifah, ia berkata kepada Bilal, “Bilal, sungguh kamu pernah meminta tanah yang luas kepada Rasulullah saw. Lalu beliau memberikan tanah itu kepadamu. Sungguh Rasulullah tidak akan menahan sesuatu yang diminta dari beliau, sedangkan kamu tidak mampu menggarap apa (tanah) yang ada di tanganmu.” Dia berkata, “Baiklah.” Lalu Umar berkata, “Lihatlah dari tanah itu yang mampu kamu kelola, silakan pertahankan. Adapun yang tidak mampu kamu kelola, serahkan kepada kami untuk kami bagi di antara kaum muslim.” Bilal berkata, “Aku tidak mau melakukan itu. Demi Allah, itu adalah sesuatu yang telah Rasulullah berikan kepadaku.” Umar berkata, “Demi Allah, sungguh kamu harus melakukannya.” Lalu Umar mengambil tanah yang tidak mampu dikelola oleh Bilal dan beliau membagikan tanah itu di antara kaum muslim. (HR Yahya bin Adam no. 294, Ibnu Syabbah, al-Baihaqi no. 11825 di Sunan al-Kubrâ).
Islam mendorong individu untuk memiliki tanah dengan syarat mampu mengelolanya, bukan sekadar menimbun untuk mengambil keuntungan. Demikian pula aturan pekerja dalam Islam. Aturannya jelas dan tidak menzalimi, baik bagi pemberi kerja maupun pekerja.
“Berikanlah pekerja upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah).
Menunda memberi gaji adalah bentuk kedzaliman. Apalagi mengeksploitasi tenaga kerja, jelas melanggar syariat. Upah para pekerja sebanding dengan produktivitasnya.
Generasi muda dapat hidup sejahtera dan mampu membiayai hidupnya sendiri karena upah yang adil dan jaminan kesejahteraan dari negara berbasis Islam. Oleh karenanya, mudah untuk mendapatkan rumah impian dan kebutuhan lainnya.
Khatimah
Dengan demikian, apabila aturan Islam diterapkan, akan mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat tanpa terkecuali. Jika sistem kapitalisme masih terus berlanjut, masa depan generasi muda terus buram dan hanya Islam yang mampu menerangi. Wallahu a’lam. [CM/NA]