Oleh. Ummu Faiha Hasna
CemerlangMedia.Com — Baru-baru ini, pemerintah memberikan kelonggaran PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk ekspor konsentrat tembaga sampai pertengahan 2024. Walaupun secara aturan, hal itu akan berakhir pada Juni 2023.
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Freeport terancam tutup jika pengelolaannya tidak diperpanjang. Saat ini, Freeport mampu memproduksi konsentrat sebanyak 3 juta ton per tahun berdasarkan eksplorasi tahun 90-an. (finance.detik.com, 28 April 2023)
Kalau Freeport tutup imbasnya Indonesia akan merugi, sebab, mempunyai saham 51 persen. Menteri investasi juga memaparkan terkait utang Indonesia yaitu modal pemerintah dalam rangka akuisisi Freeport akan lunas pada tahun 2024. Utang ini maksudnya adalah biaya untuk mengakuisisi 42,87% saham Freeport MCMoran di PT Freeport senilai US$ 3,85 pada tahun 2018 lalu. Sangat disayangkan kata Bahlil, jika pelonggaran tidak diberikan, karena pendapatan Freeport dari tahun ke tahun terus membaik.
Meski aset ini dipandang menguntungkan, namun keberadaan Freeport di tanah air merupakan wujud dari penjajahan model baru dari kapitalisme yang diemban oleh negara superpower Amerika.
Di dalam prinsip pengelolaan harta, kapitalisme tak mengenal batas-batas kepemilikan. Selagi ada modal serta kekuasaan, maka siapapun bisa saja berkuasa. Termasuk menguasai harta kepemilikan umum. Konsekuensinya, harta kekayaan alam yang seharusnya milik warga negara bisa dikuasai swasta atau asing. Seperti yang terjadi dalam PT Freeport saat ini.
Agar eksistensi kekuasaan ini terus berlangsung, maka paham kapitalis yang telah mendarah daging telah menghembuskan slogan-slogan dan tawaran yang membodohi masyarakat jajahannya. Di antaranya alasan yang dipropagandakan adalah ketidakmampuan Indonesia mengelola sumber tambang sendiri. Di samping itu, investasi asing memberikan keuntungan sekian miliar dan pemikat lainnya.
Kapitalisme sejatinya telah membuat penguasa bertekuk lutut pada pemilik modal. Hal ini tidak lepas dari model sistem politik buatan manusia yang mengakibatkan adanya persekongkolan antara pengusaha dan penguasa.
Kalau saja, penguasa negeri ini mau mengelola bermacam-macam tambang yang merupakan SDA secara mandiri sesuai hukum syariat, semua kekhawatiran yang ada tentunya tidak akan terjadi. Negara dipastikan akan memperoleh keberkahan, dan keuntungan yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang dihasilkan sekarang ini.
Islam memandang, bahwa kekayaan alam akan memberikan kemaslahatan bagi warga dan negaranya. Jika prinsip dasar pengelolaannya dilakukan sesuai hukum syarak. Di mana harta kepemilikan umum tersebut tidak untuk diobral atau diprivatisasi swasta atau asing.
Hal ini, sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, bahwa ada tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yaitu air, padang rumput dan api. Sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah.
Sementara itu, adapun hadits lain, dari Abyadh bin Hammal, di mana Abyadh pernah meminta kepada baginda Nabi untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Akan tetapi, Baginda kemudian meluluskan permintaan itu. Hanya saja, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Duhai Baginda Nabi, tahukah apa yang telah Anda berikan kepada dia? sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Lalu, baginda Nabi pun berkata, untuk mengambil kembali tambang garam tersebut dari dia.” Sebagaimana hadist yang diriwayatkan at -Tirmidzi.
Dalam kitab Nizhamul Iqtishadi, saat Baginda Nabi mengetahui bahwa tambang tersebut laksana air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis seperti mata air dan air bor, maka, beliau mencabut kembali pemberian beliau.
Sejatinya, dalam masalah padang, api dan air, semua manusia bersekutu di dalamnya. Karena itu, beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.
Sejatinya, terkait harta kepemilikan umum baik itu emas, batu bara, perak, minyak, dan gas yang jumlah depositnya besar maka ini dikategorikan sebagai harta kepemilikan umum yang haram dikuasai asing. Dalam harta ini tak boleh sedikit pun dikuasai oleh individu, apalagi dikuasai swasta dan asing. Semestinya harta tersebut dikelola langsung oleh negara. Sebab, harta kepemilikan umum jenis tambang merupakan harta yang tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Karena memang membutuhkan keahlian khusus, juga butuh biaya yang besar serta teknologi canggih agar hasilnya bisa benar-benar dinikmati bagi seluruh warga negaranya.
Maka dari itu, negara sebagai wali rakyat akan melakukan eksplorasi dan pengelolaan secara mandiri, yang nanti hasilnya pun akan diberikan untuk kemaslahatan rakyat baik itu secara langsung, seperti subsidi, energi, listrik dan lain sebagainya. Ataupun dengan tidak langsung seperti jaminan gratis terhadap layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Begitu pula kedaulatan terhadap sumber daya alam, ini akan membuat negara memiliki power di kancah perpolitikan Internasional.
Oleh karena itu, menyelesaikan permasalahan PT Freeport haruslah oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan, dengan menerapkan kebijakan sesuai dengan syariat Islam pula. Sebab, hanya dengan sistem Islam yang berakidah Islam yang sejatinya mampu membawa keberkahan, kebaikan untuk umat dan juga negara. Sehingga negara memiliki bargaining position yang disegani dan ditakuti bagi dunia Internasional. Wallahu a’lam bishshawab. [CM/NA]