Oleh: Mila Ummu Al
CemerlangMedia.Com — Miris! Siapa sangka, seorang ibu tega berbuat asusila terhadap anak kandungnya sendiri. Seorang ibu yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi anak, kini dengan tega mempermalukan anak dan dirinya sendiri dengan merekam aksi penc4bulannya. Tiada yang menyangka, kejadian seperti ini adalah kenyataan.
Dilansir dari CNN Indonesia (7-6-2024), Polda Metro Jaya menangkap seorang ibu berinisial AK (26) yang diduga menc4buli anak kandungnya. Diketahui, kasus tragis ini terjadi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Setelah video aksi penc4bulannya beredar di media sosial, tersangka AK ditangkap di Cileungsi, Kabupaten Bogor pada Kamis (6-6-2024). Menurut informasi, AK telah mengakui perbuatannya dan telah menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Polda Metro Jaya.
Entah mengapa, akhir-akhir ini marak kasus ibu yang menc4buli anaknya lalu direkam karena iming-iming uang. Sepanjang Juni 2024 saja, telah terjadi dua kasus ibu kandung menc4buli anaknya dengan motif ekonomi. Kemarin, seorang ibu berinisial R (22) di Tangerang Selatan dilaporkan anak kandungnya berusia 4 tahun. Kali ini, polisi menemukan kasus serupa dengan tersangka AK yang menc4buli putranya berusia 10 tahun. Tidak menutup kemungkinan jika ada kasus serupa yang belum terungkap.
Banyak Faktor
Ada asap berarti ada api. Maraknya kasus penc4bulan dengan tersangka orang tua kandung tidak lepas dari berbagai macam faktor yang melatarbelakanginya. Seperti yang diketahui, salah satu faktor yang melatarbelakangi AK adalah impitan ekonomi. Artinya, impitan ekonomi ternyata mampu membuat seseorang menjadi gelap mata, tidak terkecuali seorang ibu.
Selain faktor ekonomi, kondisi lingkungan dan sosial masyarakat juga dapat memengaruhi maraknya kasus asusila. Tidak dimungkiri jika sistem kehidupan sekuler mampu mendegradasi keimanan individu secara signifikan. Terbukti hari ini, kehidupan sosial masyarakat makin jauh dari nilai-nilai Islam. Tontonan, konten-konten, film, dan tayangan yang menghiasi media maupun layar HP lebih dominan pada hal-hal yang berbau sensual, tidak sen*noh, dan tidak mendidik. Jika hal ini dibiarkan, petaka kerusakan moral tidak bisa terelakkan. Alhasil, kehidupan generasi makin liar akibat gaya hidup sekuler liberal yang didapat melalui tontonan.
Secara fitrah, seorang ibu seharusnya memiliki naluri kasih sayang yang sangat besar terhadap anak kandungnya. Sayangnya, kehidupan sekuler yang kapitalistik mampu mengikis habis naluri keibuan tersebut. Perbuatan AK bisa jadi akibat kesalahan pola asuh dalam mendidik generasi.
Tidak ada yang salah dengan menikah muda, yang salah adalah menikah muda tanpa ilmu dalam berumah tangga. Sayangnya, sistem sekularisme hari ini tidak mampu membekali dan membenahi pola pikir dan pola sikap generasi yang minim edukasi, literasi, dan pemahaman Islam.
Kasus yang dialami AK menjadi contoh kecil betapa pentingnya pendidikan pranikah sebelum menjadi ibu. Sebab, tidak bisa dimungkiri jika AK adalah contoh ibu muda yang minim edukasi dan ilmu dalam berumah tangga sehingga mengalami kebingungan dalam menjalankan perannya sebagai istri dan ibu. Artinya, kesiapan fisik, psikis, dan ilmu sangat dibutuhkan dalam membina rumah tangga.
Membina rumah tangga bukan sekadar bicara cinta dan kesiapan lahiriah, melainkan lebih kepada kesiapan ilmu yang terbangun saat pernikahan itu terjadi, contohnya mengerti hak dan kewajiban antara suami dan istri, bagaimana komunikasi yang baik antar keduanya, pola pendidikan dan pengasuhan anak, peran vital ibu sebagai madrasah pertama, serta kepemimpinan ayah. Juga belajar bagaimana cara menjaga hubungan anak, menantu, dan mertua, pengelolaan keuangan, dan segala bentuk hubungan setelah membina rumah tangga. Semua ilmu ini perlu dipahami demi membentuk kematangan berpikir dan kedewasaan sikap.
Selain faktor-faktor di atas, kasus asusila terhadap anak juga disebabkan tidak adanya perlindungan berlapis terhadap anak. Hal ini disebabkan tidak berlakunya aturan baku mengenai tanggung jawab negara, masyarakat, dan keluarga untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual. Ditambah lagi penerapan sistem sekularisme liberal yang makin menggerus keimanan setiap individu.
Akibat sekularisme pula kaum muslim menganggap Islam hanya sebatas ibadah ritual. Kaum muslim pun kehilangan gambaran nyata kehidupan Islam yang sesungguhnya baik jika diterapkan pada lingkup negara, masyarakat, dan rumah tangga. Sekularisme buatan manusia mendominasi tata pergaulan sosial di masyarakat, padahal Islam memiliki solusi tepat dalam meminimalkan maraknya kasus asusila dan pelecehan seksual.
Solusi Islam
Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis dalam mengatasi kejahatan asusila. Pada lapisan preventif (pencegahan), Islam telah mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Sejak awal, syariat Islam mengharamkan perbuatan zina dan mewajibkan perempuan menutup aurat dengan menggunakan hijab syar’i (kewajiban berjilbab dan berkerudung di ruang publik). Kemudian, laki-laki dan perempuan dewasa diwajibkan agar menundukkan pandangan.
Adanya larangan berkhalwat (campur baur), larangan bertabaruj (berhias di hadapan nonmahram) bagi perempuan adalah demi melindungi kehormatan perempuan. Islam juga memerintahkan agar perempuan yang melakukan safar lebih dari semalam agar didampingi mahramnya. Bahkan, Islam juga mengatur agar tempat tidur anak dipisahkan.
Pada lapisan kuratif (penanganan), negara Islam menegakkan sistem sanksi berdasarkan hukum syarak. Hukum yang berasal dari Allah Swt. adil dalam memberi ganjaran dan balasan bagi pelaku maksiat. Hukum sanksi di dalam Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (efek jera) bagi pelaku kejahatan. Ketika hukum Islam diterapkan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut.
Pada lapisan edukatif, pembinaan dan pendidikan akan menggunakan kurikulum berbasis akidah Islam yang mampu membina individu masyarakat dengan pemahaman Islam. Seluruh lapisan masyarakat akan menjadikan Islam sebagai standar perbuatan sehingga menjadikan generasi memiliki keimanan yang kuat, pemikiran yang matang, cakap akan ilmu dan amalnya.
Generasi perempuan menjadi terdidik dan siap menjadi calon ibu yang memahami peran domestik dan publik sesuai fitrahnya. Begitu pun seorang laki-laki dibekali ilmu agar mampu menjadi pemimpin masa depan, sekaligus menjadi calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab.
Semua jenis perlindungan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan keamanan dan perlindungan bagi rakyatnya, mulai dari menerapkan sistem pergaulan, sistem pendidikan, dan penerapan hukum pidana. Semua tidak dapat terlaksana tanpa kehadiran negara Islam, yakni Daulah Khil4f4h yang menerapkan syariat Islam secara kafah. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]