Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran politik yang benar di tengah masyarakat. Namun, kesadaran politik tidak cukup hanya sebatas kritis terhadap kebijakan penguasa atau realitas sosial yang ada. Melainkan harus diiringi dengan pemahaman yang mendalam tentang solusi yang hakiki.
CemerlangMedia.Com — Gelombang protes mahasiswa bertajuk Indonesia Gelap mengguncang berbagai kota, menandai ketidakpuasan generasi muda terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masa depan mereka. Pemotongan anggaran pendidikan tinggi untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo Subianto memicu kemarahan di tengah meningkatnya kekhawatiran atas pengangguran dan menyusutnya kelas menengah.
Demonstrasi ini bukan sekadar kritik terhadap kebijakan fiskal, tetapi juga cerminan kegelisahan yang lebih mendalam tentang arah ekonomi dan politik negara. Dari Jakarta hingga Makasar, jalanan dipenuhi pekik protes, membakar semangat perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai mencederai hak pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Merespons hal ini, pemerintah menyiapkan sebanyak 1.623 personel gabungan dari berbagai lembaga. Mereka diterjunkan untuk mengamankan aksi demonstrasi yang diselenggarakan oleh aliansi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Senin siang (17-2-2025). Aksi protes ini akan dipusatkan di sekitar kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, dan tidak diperbolehkan mencapai area depan Istana Negara (Beritasatu.com, 17-02-2025).
Solusi Parsial
Ketika sistem demokrasi terbukti gagal menjamin kesejahteraan rakyat, solusi yang ditawarkan justru sering kali berputar dalam lingkaran yang sama. Mengusulkan perbaikan dalam koridor demokrasi itu sendiri, misalnya sebagian pihak menawarkan konsep “demokrasi kerakyatan”, seolah-olah itu adalah bentuk yang lebih murni dan ideal. Sementara sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa berbagai varian demokrasi tetap berujung pada dominasi oligarki, ketimpangan ekonomi, serta kebijakan yang lebih berpihak kepada pemilik modal ketimbang rakyat kecil.
Di Indonesia, demokrasi telah diterapkan sejak kemerdekaan dan mengalami berbagai modifikasi, mulai dari demokrasi liberal, terpimpin, hingga reformasi. Namun, apakah sistem ini benar-benar mengarah pada kesejahteraan rakyat?
Faktanya, selama puluhan tahun demokrasi berjalan, jurang kesenjangan makin lebar, korupsi terus merajalela, dan hukum cenderung tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Ini menunjukkan bahwa bukan hanya individu atau rezim yang bermasalah, melainkan sistem demokrasi itu sendiri yang membuka ruang bagi dominasi segelintir elite dan melemahkan kekuatan rakyat dalam menentukan kebijakan yang berpihak pada mereka.
Oleh karena itu, ketika ada yang menawarkan demokrasi kerakyatan sebagai solusi, sejatinya mereka hanya mengulang formula lama yang gagal. Demokrasi pada hakikatnya tetap bertumpu pada asas kedaulatan rakyat yang diwakili oleh segelintir elite, yang dalam praktiknya selalu bisa dimanipulasi oleh kepentingan pemodal dan politisi.
Untuk itu, solusi dalam demokrasi adalah perlu ada keberanian untuk keluar dari jebakan sistem ini dan mencari alternatif yang lebih fundamental. Sistem yang benar-benar menempatkan keadilan dan kesejahteraan sebagai tujuan utama, bukan hanya janji-janji politik yang terus diulang setiap pemilu.
Jika demokrasi terus dipertahankan meski jelas-jelas gagal, masa depan Indonesia benar-benar terancam gelap. Kegelapan ini bukan hanya soal kemiskinan atau ketidakadilan ekonomi. Akan tetapi, juga hilangnya harapan rakyat untuk mendapatkan sistem yang mampu mengakomodasi kepentingan mereka secara nyata.
Oleh karena itu, solusi sejati harus menggali akar masalah hingga ke fondasi sistemik yang melahirkan ketimpangan tersebut. Pertanyaannya, apakah kita cukup berani untuk mengakui bahwa demokrasi bukan jawaban dan mulai mencari sistem yang lebih mampu menjamin kesejahteraan hakiki?
Saatnya Mahasiswa Melirik Solusi Hakiki
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran politik yang benar di tengah masyarakat. Namun, kesadaran politik tidak cukup hanya sebatas kritis terhadap kebijakan penguasa atau realitas sosial yang ada. Melainkan harus diiringi dengan pemahaman yang mendalam tentang solusi yang hakiki.
Tanpa solusi yang benar, kritik hanya akan berujung pada tuntutan reformasi dalam sistem yang sama sehingga pada akhirnya tidak menghasilkan perubahan mendasar. Di sinilah pentingnya mahasiswa memahami bahwa solusi sejati tidak datang dari ideologi sekuler seperti demokrasi, tetapi dari Islam sebagai sistem hidup yang paripurna.
Sejarah telah mencatat bahwa perubahan besar dalam peradaban manusia selalu dimotori oleh para pemuda yang memiliki visi dan keyakinan kuat terhadap gagasan yang mereka perjuangkan. Rasulullah saw. sendiri memulai dakwahnya dengan menggandeng para pemuda cerdas dan berani, seperti Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Mush’ab bin Umair, yang kemudian menjadi pilar dalam perjuangan menegakkan Islam.
Mereka tidak hanya bersuara lantang menentang ketidakadilan dan kebobrokan sistem jahiliah. Akan tetapi, juga membawa solusi konkret berupa sistem Islam yang akhirnya diterapkan secara menyeluruh di Madinah. Inilah contoh nyata bagaimana pemuda seharusnya berperan. Bukan hanya sekadar menjadi kritikus sosial, tetapi juga pelopor dalam membawa perubahan mendasar dengan solusi yang benar.
Oleh karena itu, mahasiswa hari ini harus mengambil peran yang sama. Bukan sekadar menjadi oposisi tanpa arah atau terjebak dalam pragmatisme politik, tetapi menjadi pengemban risalah Islam yang aktif mengoreksi penguasa dengan spirit amar makruf nahi mungkar.
Lebih dari itu, mahasiswa harus berani menyuarakan bahwa satu-satunya sistem yang mampu menjamin kesejahteraan umat adalah Islam, bukan demokrasi atau sistem lainnya. Untuk mewujudkan perubahan ini, mahasiswa tidak bisa bergerak sendiri, melainkan harus bergabung dengan kelompok dakwah ideologis yang memiliki visi perjuangan yang jelas, sebagaimana Rasulullah dan para sahabat membangun kekuatan dalam barisan dakwah yang kokoh.
Dengan bergabung dalam gerakan dakwah ideologis, mahasiswa akan memiliki pemahaman politik Islam yang lebih mendalam, mampu membangun opini publik yang kuat, serta mengarahkan perubahan sesuai dengan metode yang telah dicontohkan Rasulullah. Sebab, perubahan sejati tidak lahir dari sekadar kritik atau demonstrasi yang sporadis, tetapi dari kesadaran kolektif yang dibangun secara sistematis untuk menegakkan kembali sistem Islam secara menyeluruh. Jika mahasiswa benar-benar ingin menjadi agen perubahan yang membawa masa depan gemilang bagi umat, mereka harus mengarahkan perjuangannya pada jalan yang benar, yakni memperjuangkan tegaknya Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna. Wallahu a’lambisshawab. [CM/MA]