Indonesia Pasar Narkoba, Pencegahan Hanya Wacana?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Syariat Islam adalah satu-satunya dasar hukum, bukan hukum buatan manusia. Oleh karenanya, hukum narkoba ditetapkan berdasarkan nas-nas syariat dan qiyas (analogi hukum) terhadap khamar karena keduanya sama-sama memabukkan dan merusak akal.

CemerlangMedia.Com — Indonesia kaya dengan berbagai jenis sumber daya alam. Selain itu, beragam suku, budaya, dan bahasa juga menambah banyaknya kekayaan Indonesia. Namun, kini juga “kaya” akan jalur peredaran narkoba. Dari Sabang sampai Merauke, narkoba masuk lewat bandara, pelabuhan, hingga sel penjara.

Pencegahan terhadap penyalahgunaan zat adiktif tersebut seolah hanya wacana. Praktik pencegahan mandek di meja rapat dan slogan kampanye. Berton-ton narkoba diselundupkan, bahkan transaksinya bernilai triliunan.

Menurut Sekretaris Utama BNN Irjen Tantan Sulistyana, perkembangan narkoba saat ini sangat komplek dan menghawatirkan. Untuk itu, BNN berencana melakukan penguatan sumber daya dan infrastruktur agar penanganan permasalahan narkoba lebih optimal (BeritaSatu, 13-05-2025).

Permasalahan narkoba yang makin kompleks menunjukkan kegagalan sistemik dalam penanggulangan secara menyeluruh. Di sisi lain, hal ini menjadi sinyal lemahnya profesionalisme dan integritas para penegak hukum di negeri ini.

Kompleksitas Masalah

Perkembangan masalah narkoba, mulai dari distribusi lintas negara, penyamaran dengan menggunakan teknologi, hingga keterlibatan jaringan internasional menunjukkan bahwa sistem hidup saat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan narkoba. Indonesia sebagai tempat beredarnya narkoba, mengindikasikan bahwa negara ini lemah dalam bidang pengawasan di berbagai pintu masuk, baik lewat jalur udara, darat, maupun perbatasan.

Intelijen negara tidak efektif menjalankan tugasnya. Sementara sistem hukum di negara ini acapkali tebang pilih dalam pelaksanaannya. Bandar besar nyaris tidak tersentuh, sedangkan pengguna kecil menerima jeratan hukum yang berat.

Tidak sampai di situ, dalam banyak kasus didapati oknum penegak hukum ikut terlibat dalam masalah narkoba, mulai dari menjadi konsumen, pengedar, pemungut upeti, hingga menjadi bekingan pemilik narkoba. Aparat tidak lagi berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi justru bagian dari masalah yang terjerat hukum sehingga yang terjadi adalah krisis kepercayaan dan kekosongan pelindung rakyat.

Pencegahan yang dilakukan tidak menyentuh akar persoalan. Adanya krisis spiritual karena sekularisme telah menggerogoti pemikiran masyarakat sehingga minim akhlak. Selain itu, pencegahan seolah hanya formalitas.

Sosialisasi di sekolah-sekolah hanya satu arah, tidak berkelanjutan. Kampanye saat Hari Anti Narkoba terkesan seremonial tahunan tanpa memberikan edukasi atau penyadaran mendalam terkait narkoba. Pencegahan lebih diarahkan untuk memenuhi target program, bukan menyelesaikan pokok persoalan.

Lebih jauh, moral tidak lagi menjadi fondasi bertingkah laku. Narkoba menjadi pelarian bagi orang-orang yang menjalani jenuhnya hidup di tengah masyarakat modern yang berjalan tanpa pegangan absolut.

Di sisi lain, ketimpangan ekonomi akibat sistem ekonomi kapitalisme turut menjadi biang maraknya narkoba di negeri ini. Tatkala segala berorientasi pada uang, maka bisnis narkoba pun menjadi jalan yang ditempuh untuk menghimpun banyak uang sekalipun hal itu dapat merusak masyarakat.

Hal ini pula yang menjadikan hukum di negeri ini tidak tegak. Aparat mudah tergiur menerima “amplop” untuk mengamankan para pebisnis narkotika sehingga zat ini melenggang bebas memasuki negeri ini, bahkan sampai pelosok. “Amplop” yang didapat digunakan untuk bertahan hidup atau memenuhi gaya hidup.

Sementara itu, sistem kapitalisme menciptakan tingginya pasar narkoba. Permintaan yang membludak mendatangkan keuntungan raksasa. Sekalipun bisnis ini ilegal, tetapi dengan adanya permintaan terhadap narkotika, bisnis ini tetap berjalan. Inilah logika kapitalisme yang cacat dan amoral.

Di samping itu, standar kebebasan yang dijunjung tinggi meniscayakan gaya hidup bebas selama dianggap tidak mengganggu. Alhasil, hiburan, pergaulan bebas, pesta adalah lahan subur tempat beredarnya narkotika. Inilah yang melemahkan kontrol masyarakat. Kontrol sosial tersandung “kebebasan individu”.

Inilah sistem hidup yang mengarahkan kepada kehancuran. Jika sistem ini tidak berubah, pencegahan terhadap masalah narkoba akan tetap menjadi omon-omon. Sementara masyarakat, terutama generasi penerus bangsa terancam dan jaringan narkoba makin liar tidak terjangkau.

Perubahan Sistem

Islam memandang narkoba setara dengan khamr yang sifatnya memabukkan dan merusak akal. Oleh karenanya, narkoba termasuk barang yang diharamkan sebagaimana khamar.

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan azlam (mengundi nasib) adalah najis dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah: 90).

Dalam dalil yang lain,
Kullu muskirin haram
“Setiap yang memabukkan itu haram.” (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i).

Dengan demikian, segala sesuatu yang merusak akal wajib dicegah oleh negara. Negara berasas Islam mempunyai prosedur sempurna dalam mengimplementasikan hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunah.

Implementasi tersebut menyentuh aspek penetapan hukum (legislasi) dan penindakan (eksekusi). Dalam legislasi hukum, syariat Islam adalah satu-satunya dasar hukum, bukan hukum buatan manusia. Oleh karenanya, hukum narkoba ditetapkan berdasarkan nas-nas syariat dan qiyas (analogi hukum) terhadap khamar karena keduanya sama-sama memabukkan dan merusak akal.

Dalam penindakan/eksekusi, institusi yang bertugas adalah hisbah dan jihazul amn. Hisbah berfungsi untuk mencegah kemungkaran di masyarakat, termasuk mencegah peredaran dan penggunaan narkoba. Hisbah adalah pengawas sosial yang bergerak aktif berpatroli, bukan hanya menunggu laporan masyarakat.

Sementara jihazul amn adalah lembaga keamanan/kepolisian. Institusi ini berfungsi untuk menangkap pelaku kejahatan, menyita barang bukti, dan menyerahkan kepada pengadilan. Mereka hanya tunduk kepada syariat dan bertanggung jawab kepada khalifah, bukan pada kepentingan elite.

Adapun sanksi yang diberikan kepada pengguna narkoba adalah had khamr, yakni dicambuk sebanyak 40—80 kali di depan umum untuk memberikan efek jera kepada pengguna sekaligus pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan serupa. Untuk pengedar narkoba dikenai takzir berat, bisa sampai hukuman mati karena dianggap perusak di muka bumi. Sementara jaringan atau kelompok terorganisir, maka Islam menganggap sebagai ancaman sistemik dan mereka wajib diperangi sebagaimana pemberontak.

Sebagai langkah awal untuk mencegah, Islam menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Tujuannya membentuk kekukuhan ideologi individu agar menjauhi narkoba atas kesadaran taat kepada Allah, bukan karena takut akan sanksi.

Khatimah

Demikianlah ketika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh. Ketaatan individu, masyarakat, dan negara tercipta dengan selaras. Hanya dengan jalan inilah, pemberantasan narkoba akan maksimal. Wallahu a’lam. [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *