Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Banyaknya gelombang PHK berakibat pada makin tingginya angka pengangguran di Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi PR pemerintah yang perlu diselesaikan segera. Sebab, tingginya angka pengangguran akan membuka jalan pada makin tingginya angka kriminalitas.
Seperti dilansir padek.jawapos.com (04-06-2024), jumlah pengangguran di Kota Padang pada 2024 mencapai 52.014 jiwa. Widya Apriyanti selaku Kabid Pelatihan Vokasi dan Pelatihan Tenaga Kerja Dinaskerin Kota Padang mengatakan bahwa Pemko Padang melakukan berbagai upaya penyerapan tenaga kerja lulusan baru dengan pengukuhan penguatan kemampuan, di antaranya seperti program padat karya dan peluasan kesempatan kerja.
Parahnya, saat ini, pengangguran di negeri ini malah didominasi oleh generasi Z. Sekitar 9,9 juta generasi Z di Indonesia tidak kuliah dan tidak bekerja. Hal tersebut diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini. Angka tersebut bukan hanya menunjukkan masalah serius dalam transisi generasi muda ke dunia pendidikan tinggi dan pasar kerja, tetapi berpotensi juga menghambat pemanfaatan bonus demografi serta pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Bonus demografi sendiri merupakan periode proporsi penduduk usia produktif (15—64) mencapai puncaknya dan proporsi penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia) relatif lebih kecil. Nah, Indonesia saat ini berada di ambang bonus demografi yang diperkirakan akan berlangsung hingga 2030. Potensi tersebut bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi seandainya sumber daya manusia (SDM) mampu dimanfaatkan secara optimal.
Akan tetapi, tingginya angka generasi Z yang tidak kuliah dan tidak bekerja menunjukkan bahwa Indonesia belum siap sepenuhnya memanfaatkan bonus demografi ini. Ketidaksiapan inilah yang dapat menghambat potensi pertumbuhan ekonomi, juga memperburuk masalah sosial, seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Sementara visi Indonesia Emas 2045 adalah menciptakan Indonesia yang maju, adil, dan makmur, sebagaimana dinyatakan pada saat negeri ini merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Salah satu pilar utama dari visi ini, yakni pembangunan SDM yang unggul. Namun, jika angka pengangguran di kalangan generasi Z tinggi, tentu hal itu bisa menjadi batu sandungan besar untuk mencapai tujuan tersebut.
Ada banyak hal yang berkontribusi terhadap tingginya jumlah generasi Z yang tidak kuliah dan tidak bekerja. Dua di antaranya yaitu:
Pertama, kesenjangan keterampilan. Pendidikan SMA/SMK sederajat sering kali tidak cukup mempersiapkan lulusan untuk dunia kerja. Banyak lulusan yang tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri. Ini terjadi akibat kurikulum yang terlalu fokus pada teori, tanpa memberikan keterampilan praktis yang relevan. Hal ini menyebabkan ketidaksiapan lulusan dalam menghadapi dunia kerja.
Kedua, biaya pendidikan. Tingginya biaya pendidikan, terutama perguruan tinggi, menjadi hambatan utama bagi banyak generasi muda untuk melanjutkan pendidikan. Sebab kenyataannya, beasiswa dan program bantuan pendidikan masih belum mencukupi untuk menjangkau semua yang membutuhkan. Akses pendidikan yang terbatas dan sulit dijangkau memperbesar kesenjangan sosial dan ekonomi.
Solusi Islam
Sistem Islam menjadikan pemerintah berposisi sebagai pengurus (raain) yang bertanggung jawab menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
“Ketahuilah, setiap kalian merupakan pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyatnya, dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.”
Dalam sistem Islam, negara akan melakukan industrialisasi dengan mendirikan industri alat-alat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Syekh Abdurrahman Al-Maliki di dalam kitab As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla,
“Untuk menjadi negara industri, ditempuh satu jalan saja, yaitu menciptakan industri alat-alat sebagai penghasil mesin terbit dahulu. Dengan adanya industri alat-alat ini, maka akan tumbuh industri-industri yang lain.”
Hasilnya, pemerintah dalam sistem Islam pada masa kejayaannya dahulu memiliki industri dengan spektrum yang sangat luas. Hal tersebut diakui oleh Donald R. Hill di dalam bukunya, Islamic Technology: an Illustrated History (Unesco & The Press Syndicate of the University of Cambridge, 1986). Ia telah membuat daftar, catatan yang panjang mengenai industri yang pernah ada sepanjang sejarah Islam, yakni industri pangan, mesin, bahan bangunan, persenjataan, perkapalan, kertas, kimia, tekstil, kulit, bahkan pertambangan dan metalurgi.
Dengan luasnya spektrum industri dalam sistem Islam, menjadikan lapangan kerja yang disediakan negara demikian luas. Berapa pun banyaknya lulusan dari dunia pendidikan, mampu terserap dalam industri di dalam negeri. Dengan begitu, pengangguran dapat diminimalkan, kecuali orang-orang yang fisiknya lemah atau cacat sehingga ia wajib dinafkahi oleh kerabatnya atau langsung oleh negara.
Proses industrialisasi ini diawali dengan mengembalikan harta milik umum, seperti pertambangan, sumber daya alam, atau kekayaan umum lainnya yang selama ini dikuasai swasta (asing) atau para kapitalis, menjadi milik rakyat dengan negara sebagai pengelolanya langsung. Dengan demikian, seluruh rakyat bisa merasakan hasilnya dan dapat ikut berperan dalam proses industrinya.
Desain Kurikulum Pendidikan
Meski merekrut para lulusan dari sekolah dan kampus ke dalam dunia industri, kurikulum dalam sistem Islam tidak didesain untuk mencetak tenaga terampil yang siap kerja semata, seperti halnya sistem kapitalisme hari ini. Generasi muda tidak hanya dididik untuk menjadi pekerja industri, meski faktanya secara kompetensi mereka mampu memenuhi kebutuhan industri.
Asas pendidikan dalam Islam adalah akidah Islam dan tujuan pendidikannya untuk mencetak individu berkepribadian Islam sekaligus menguasai iptek. Kurikulumnya pun dibuat untuk menciptakan para lulusannya menjadi fakih fiddin atau paham dalam urusan agama, sekaligus pakar dalam iptek. Oleh karenanya, pada jurusan yang dibutuhkan oleh industri, para pemuda lulusan sekolah dalam sistem Islam memang merupakan orang-orang yang kompeten dan pakar di bidangnya.
Dampak yang terjadi adalah industri pada masa peradaban Islam tidak hanya akan memproduksi barang konsumtif semata, tetapi menghasilkan banyak penemuan teknologi berupa alat-alat yang bertujuan memaksimalkan hasil industri. Hal ini sebagaimana telah terjadi pada masa kejayaan dan kemajuan Islam dahulu. Sebelum maraknya industri, sistem Islam sudah melakukan revolusi pertanian dengan penemuan berbagai alat dan teknik sehingga hasil pertanian pun melesat.
Dengan kondisi seperti itu, tentu akan menghasilkan kesejahteraan secara merata bagi seluruh rakyat di berbagai pelosok negeri, termasuk para generasi muda yang tidak perlu bingung lagi harus kerja apa. Ini dikarenakan mereka memiliki kompetensi melalui penerapan kurikulum pendidikan Islam serta dukungan negara yang menyediakan lapangan kerja secara luas. Sebuah capaian yang sangat luar biasa bukan? Namun, hal itu hanya bisa terjadi jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh di dalam kehidupan. Wallahu a’lam [CM/NA]