Oleh: Ummu Saibah
(Member AMK)
CemerlangMedia.Com — Kehidupan seseorang muslim di dalam sistem kapitalisme sangat tidak menguntungkan, selain kehilangan perlindungan yang seharusnya didapatkan dari negara melalui penerapan syariat Islam, taraf hidup mereka pun jauh di bawah standar sejahtera. Perekonomian kapitalisme yang diterapkan menjadikan harta atau kekayaan hanya beredar di kalangan atas saja. Alhasil, rakyat makin menderita karena kemiskinan, tercekik oleh biaya hidup yang mahal, susahnya mendapatkan pekerjaan, dan ditambah lagi harus menaati sejumlah kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat, bahkan sering kali terkesan dipaksakan.
Seperti yang dialami oleh para pedagang kaki lima (PKL) di negeri ini. Usaha mereka untuk mencari nafkah kembali diusik karena negara melalui Kementerian Agama mengimbau kepada produsen maupun PKL makanan dan minuman agar segera mengurus sertifikat halal paling lambat (17-10-2024), seperti yang dituturkan oleh Muhammad Aqil Irham, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Ia juga menyampaikan bahwa akan ada sanksi bila sampai tenggat waktu belum memiliki sertifikat halal, berupa peringatan tertulis, denda administrative, ataupun penarikan produk dari peredaran (tirto.id, 03-02-2024).
Kemenag juga menginformasikan bahwa negara akan memberikan layanan sertifikasi halal secara gratis untuk 1000 PKL. Akan tetapi, program ini malah menunjukkan ketidakseriusan negara dalam meriayah rakyatnya karena jumlah PKL di seluruh negeri ini hampir 22.000. Alhasil, hanya 1000 PKL saja yang bisa mendapatkan sertifikasi halal secara gratis, sisanya harus membayar bila ingin mendapatkan sertifikasi halal (bisnis.com, 05-05-2013).
Melayani Rakyat adalah Kewajiban Negara
Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diterima oleh rakyat tidak merata sehingga bisa memicu terjadinya kecemburuan sosial, penyalahgunaan wewenang oleh aparat pemerintahan, dan tentu saja berpotensi terjadinya kasus sogok menyogok. Dengan diterbitkannya sertifikat halal, rakyat memang merasa terbantu, terutama yang beragama Islam. Program ini mempermudah mereka untuk memastikan produk yang beredar di pasaran bisa dikonsumsi atau tidak menurut standar agama Islam. Mengingat halal dan haram adalah standar perbuatan setiap muslim yang berkaitan erat dengan ibadah dan keimanan.
Sayangnya, untuk mendapatkan sertifikasi halal tersebut, rakyat harus merogoh kocek mereka sendiri. Tentu saja hal ini menimbulkan masalah baru karena sebagian besar target dari program ini adalah PKL yang taraf ekonominya rendah, jangankan untuk mengurus sertifikat halal, untuk makan saja sering kali tidak mencukupi.
Terlambatnya proses sertifikasi halal akan berimbas pada tersendatnya pelayanan bagi konsumen, padahal apabila sertifikat halal bisa didapatkan tanpa harus mengeluarkan biaya, tentu rakyat akan bergerak cepat untuk membuatnya sehingga pelayanan terhadap konsumen tidak akan tersendat. Alhasil, semua pihak akan terpenuhi hak maupun kewajibannya.
Namun, hal semacam ini tidak bisa kita harapkan dari penerapan sistim kapitalisme karena di dalam sistem ini, negara hanya berfungsi sebagai fasilitator yang menghubungkan pihak produsen dan konsumen. Negara tidak berdiri sendiri, bahkan setiap kebijakan yang diambil bisa disetir atau dipesan oleh para pemilik modal atau oligarki.
Begitu pula dalam melaksanakan program-programnya, negara akan menggandeng pihak asing atau swasta sebagai rekanan. Tentu saja kerja sama tersebut bukan demi kualitas pelayanan terhadap rakyat, tetapi demi keuntungan sebanyak-banyaknya untuk golongan tertentu saja.
Hal ini bisa kita lihat dengan banyaknya aset negara yang akhirnya menjadi milik perusahaan asing, bahkan fasilitas yang seharusnya menjadi milik umum pun bisa menjadi ladang bisnis bagi swasta. Semua dilakukan tanpa sedikit pun mempertimbangkan kemaslahatan bagi rakyatnya sehingga wajar, pelayanan terhadap rakyat selalu berbayar atau dikomersialisasikan. Jika pun gratis, akan dibarengi dengan diskriminasi dan kualitas pelayanan yang buruk.
Fungsi Negara dalam Sistem Islam
Menurut pandangan Islam, tugas negara adalah mengurus urusan rakyatnya. Negara harus berdiri di garda paling depan dan tidak mewakilkan tugasnya kepada pihak lain dan benar-benar menjamin kepengurusannya bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat baik muslim maupun nonmuslim. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. dalam hadis riwayat Imam Bukhari,
“Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Termasuk dalam menjamin kehalalan produk yang beredar di pasaran, negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan kualitas barang karena ini adalah kebutuhan mendasar bagi kaum muslimin khususnya dan seluruh rakyat umumnya. Kehalalan suatu produk akan diawasi dari awal proses pemilihan, pembuatan bahan, proses produksi, hingga distribusi. Sertifikasi halal akan diberikan secara cuma-cuma atau gratis. Sedangkan biaya operasionalnya bisa diambil dari kas baitulmal.
Tidak hanya sebatas itu saja, negara juga akan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya produk halal, baik kepada muslim maupun kepada nonmuslim. Negara juga akan melarang barang-barang haram beredar di pasaran dan akan memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan cara atau memproduksi barang yang terkategori haram. Para pedagang juga tidak akan luput dari sanksi apabila kedapatan menjual barang haram kepada kaum muslimin, sanksi juga akan diberikan kepada kaum muslimin yang memakai atau mengonsumsi barang yang terkategori haram sesuai nash syarak.
Di dalam sistem Islam, semua kebijakan yang diambil oleh negara, baik dalam bentuk peraturan maupun pelayanan kepada rakyatnya, semua didasarkan dan disesuaikan dengan syariat Islam dan tentu saja hal itu mempertimbangkan kemaslahatan untuk seluruh rakyat muslim maupun nonmuslim. Hal ini tidak akan terwujud tanpa keberadaan sistem Islam, yaitu Khil4f4h. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]