Keadilan Hanya Ilusi dalam Dekapan Demokrasi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Neti Ernawati
(Ibu Rumah Tangga)

“Jalan dalam Islam bukanlah jalan untuk memenangkan kedaulatan rakyat yang dapat memunculkan benturan antara rakyat dan penguasa. Sandaran kekuasaan yang sesungguhnya adalah umat. Kedudukan rakyat dan penguasa sama, yakni sebagai hamba Allah.”


CemerlangMedia.Com — Ternyata bukan hanya minyak dan gula saja yang kini makin mahal, nilai-nilai keadilan pun makin sulit untuk didapatkan. Hukum seolah menjadi barang mahal yang hanya mampu dibeli oleh orang-orang berkedudukan. Tengok saja kasus terbaru tentang vonis bebas Ronald Tannur, seorang anak mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang keputusannya sempat menimbulkan aksi protes di pengadilan.

Seperti diberitakan, Ronald Tannur didakwa karena kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian seorang perempuan berinisial DSA (26) pada (4-10-2023) lalu. Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya menjatuhkan vonis bebas setelah sebelumya, terdakwa dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (jpnn com, 28-07-2024).

Kasus tersebut menambah daftar ketidakadilan di negeri ini. Bagaimana tidak, sekelas kasus menghilangkan nyawa saja, pelakunya dibiarkan bebas, apalagi untuk kasus-kasus yang lebih ringan, seperti kasus asusila yang menjerat Hasyim Asy’ari, mislanya.

Hasyim Asy’ari dicopot dari kedudukannya sebagai ketua KPU setelah dilaporkan melakukan tindakan asusila. Hasyim diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), tetapi belum mendapat penindakan hukum lantaran korban belum membawa kasus tersebut ke ranah pidana (detiknews, 3-07-2024).

Sungguh ironi! Di negeri yang mengusung demokrasi, mencari keadilan ibarat mencoba menemukan jarum dalam tumpukan jerami. Terlebih jika kasus tersebut menimpa orang-orang besar atau pejabat negeri.

Sebagian rakyat masih bermimpi terwujudnya demokrasi sejati, yakni kedaulatan ada di tangan rakyat dan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa terkecuali. Namun, sebagian yang lain sudah tidak peduli.

Ketimpangan hukum menjadi bukti bobroknya demokrasi. Muncul anggapan, demokrasi atau tidak, nasib hidup tetap ditentukan oleh tangan sendiri. Meski pelaku politik terus mengeklaim sebagai penguasa yg demokratis dan penjaga demokrasi, pada akhirnya rakyat dapat menilai sendiri, mereka telah mencederai demokrasi. Bagaimanapun para pengusung demokrasi berusaha mengingkarinya, realita bahwa kedaulatan tidak lagi di tangan rakyat tidaklah dapat dimungkiri.

Mimpi yang Diusung Demokrasi

Memang, demokrasi masih menjadi sistem pemerintahan yang dipuja-puja. Demokrasi yang dikenal dengan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat masih menjadi mimpi banyak orang yang mendamba kehidupan negara yang sejahtera, adil, dan makmur. Katanya, hanya pada sistem demokrasilah, kedaulatan mampu dipegang sepenuhnya oleh rakyat dan kedaulatan rakyat akan mendorong hukum bertindak, tanpa pandang bulu.

Sayangnya, demokrasi sejati hanya pernah ada di Atena, zaman lampau yang penduduknya hanya setara satu kelurahan. Namun, demokrasi akan sulit dilakukan dengan baik dalam tatanan negara dengan cakupan wilayah yang cukup luas karena akan mengakibatkan terhambatnya banyak aspek, salah satunya aspek kontrol yang biasanya menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan.

Selain itu, demokrasi juga memiliki kecenderungan tunduk pada kekuasaan oligarki dan uang. Demokrasi yang terbiasa menggunakan biaya mahal, membuka celah tarik-menarik kepentingan antara pemilik modal dan elite politik kekuasaan.

Oleh karenanya, tidak heran, pada zaman modern, kedaulatan adalah milik orang yang berkuasa. Tatanan aturan hukum pun seolah diperjualbelikan mengikuti kehendak penguasa, baik itu pemilik modal ataupun elite politik.

Kesalahan mendasar sistem demokrasi adalah meletakkan konsep kekuasaan di tangan penguasa yang sejatinya hanyalah manusia biasa. Lumrah apabila kemudian muncul kekuasaan tirani akibat keserakahan manusia yang berkuasa.

Sementara kalangan rakyat kecil jelas akan mengalami kesulitan dalam memantau kinerja penguasa. Jadi, sistem pemerintahan yang kekuasaannya berada di tangan manusia, jelas, merupakan sistem yang rusak.

Konsep sistem pemerintahan yang baik adalah yang menggunakan aturan Tuhan Sang Pencipta sehingga penguasa akan berjalan sesuai aturan agama. Hukum dibuat berlandaskan syarak sehingga tidak akan ada yang mampu mengintervensinya. Kedudukan hukum pun akan menjadi yang tertinggi, sedangkan pintu untuk kebal hukum pun tidak akan terbuka.

Ketidakpastian hukum membuat rakyat membutuhkan jalan perubahan yang hakiki untuk keluar dari jeratan demokrasi. Jalan perubahan yang hakiki ini hanya bisa didapatkan melalui Islam.

Islam tidak hanya mengajarkan masalah akidah, ibadah, dan moral saja. Islam adalah agama ideologi yang syarat dengan tatanan kehidupan, termasuk tatanan kenegaraan.

Tatanan Islam Menjamin Keadilan Hukum

Keunggulan sistem pemerintahan Islam terbukti dengan adanya sistem kekhalifahan yang pernah jaya pada masanya. Islam meletakkan kedaulatan di tangan syarak (Allah Swt.) dan kekuasaan ada di tangan umat. Hak menentukan hukum di tangan Al-Khaliqul Mudabbir (Pencipta dan Pengatur) sehingga tidak satu pun rakyat yang punya kekuasaan mampu membeli kedaulatan hukum.

Jalan dalam Islam bukanlah jalan untuk memenangkan kedaulatan rakyat yang dapat memunculkan benturan antara rakyat dan penguasa. Sandaran kekuasaan yang sesungguhnya adalah umat. Kedudukan rakyat dan penguasa sama, yakni sebagai hamba Allah.

Apabila penguasa melakukan kesalahan, maka rakyat akan melakukan koreksi. Koreksi terhadap penguasa semata-mata karena takwa dan karena kasih sayang sesama makhluk Allah Swt., bukan kebencian. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *