Kemelut Pagar Laut, Bukti Nyata Dominasi Korporasi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd.
Praktisi Pendidikan

Jika aturan Islam ditegakkan, kasus seperti pagar laut yang hanya menguntungkan korporasi dengan membatasi akses nelayan dan masyarakat pesisir terhadap sumber daya alam tidak akan terjadi. Sebab dalam Islam, sumber daya alam yang bersifat vital bagi kehidupan rakyat harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir elite.

CemerlangMedia.Com — Kemelut pagar laut masih mendominasi pemberitaan media. Sejak awal Januari lalu, kasus ini terus mencuri perhatian khalayak ramai. Terutama setelah instruksi pencabutan yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto. Polemik ini bukan sekadar soal kebijakan maritim, tetapi juga mencerminkan tarik-ulur kepentingan antara negara, korporasi, dan nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya pada laut.

Praktisi hukum yang juga Pengamat Kebijakan Publik Yus Dharman, pada Jumat (31-1-2025) mengatakan, pemagaran ataupun pematokan laut merupakan kejahatan korporasi. Ia juga meminta, pelaku jangan berdalih pemagaran laut yang merugikan nelayan itu bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) (Balipost.com, 02-01-2025).

Terdapat Pelanggaran Hukum

Pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, telah memicu perdebatan luas. Isu yang mencuat mencakup pengelolaan ruang laut, keberlanjutan ekologi, serta dampaknya terhadap masyarakat pesisir.

Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) menilai bahwa langkah ini tidak hanya berpotensi menyalahi regulasi. Akan tetapi, juga mencerminkan kompleksitas benturan kepentingan antara sektor publik dan privat dalam pengelolaan kawasan pesisir (Kompas.com, 14-01-2025).

Dari perspektif hukum, tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 31/2021 yang mengatur tata ruang laut.

Di sisi ekologi, keberadaan pagar laut membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Material yang digunakan, seperti bambu, paranet, dan pemberat pasir, berpotensi merusak habitat laut, mengurangi biodiversitas, serta mengganggu aliran air laut yang esensial bagi keseimbangan ekosistem pantai.

Sementara itu, dari aspek sosial, kebijakan ini menimbulkan ketidakadilan bagi komunitas pesisir, terutama nelayan tradisional. Sebanyak 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya ikan di wilayah tersebut terpaksa menempuh jarak lebih jauh untuk melaut. Ini berdampak pada meningkatnya biaya operasional serta menurunnya hasil tangkapan mereka.

Dalam Cengkeraman Korporatokrasi

Kasus pagar laut ini menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum dalam konflik tata kelola ruang laut di Indonesia. Meskipun secara jelas melanggar undang-undang, tetapi tidak ada langkah tegas untuk menyeret pelaku utama ke ranah pidana.

Sebaliknya, kasus ini justru memperlihatkan pola klasik dengan adanya pihak tertentu yang dijadikan kambing hitam. Sementara dalang utama yang memiliki kuasa dan kepentingan ekonomi tetap lolos dari jerat hukum. Fenomena ini mengindikasikan adanya ketimpangan dalam sistem hukum, korporasi dan pemodal besar kerap mendapat perlindungan.

Sementara masyarakat kecil, seperti nelayan tradisional justru menjadi korban dari kebijakan yang diskriminatif. Jika dibiarkan berlarut, kasus ini bukan hanya merugikan masyarakat pesisir, tetapi juga makin menguatkan praktik impunitas yang mengancam keadilan dan keberlanjutan lingkungan laut.

Kasus pagar laut dan penjualan pesisir menunjukkan bagaimana korporasi makin mengendalikan kebijakan negara. Sebuah fenomena yang disebut korporatokrasi. Ketika kepentingan modal lebih dominan daripada kepentingan rakyat, negara kehilangan kedaulatannya dan justru tunduk pada kekuatan pemilik modal.

Ironisnya, aparat dan pejabat negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyat malah berperan sebagai fasilitator bagi kepentingan korporasi. Bahkan, melanggar hukum yang seharusnya mereka tegakkan. Kolaborasi ini bukan sekadar bentuk penyimpangan birokrasi, tetapi sebuah kejahatan terstruktur yang membawa kemudaratan bagi masyarakat luas, khususnya nelayan dan komunitas pesisir yang terdampak langsung.

Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang hancur, tetapi kedaulatan negara pun terancam. Sebab, laut sebagai salah satu aset strategis bangsa justru dikendalikan oleh kepentingan privat yang mengeruk keuntungan tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat.

Buah Ekonomi Kapitalisme

Prinsip liberalisme dalam ekonomi kapitalisme mendorong korporatokrasi. Kekuatan ekonomi oligarki mendikte kebijakan negara demi kepentingan segelintir elite. Kebebasan pasar yang diagungkan dalam kapitalisme sering kali hanya menguntungkan para pemodal besar, sementara rakyat kecil terpinggirkan. Regulasi yang seharusnya melindungi kepentingan masyarakat luas justru sering kali disusun untuk memperkuat dominasi korporasi, membuat ketimpangan ekonomi makin lebar.

Fenomena ini terjadi karena sistem kapitalisme didasarkan pada akal manusia yang lemah dan terbatas. Akibatnya, kebijakan ekonomi yang dihasilkan lebih banyak mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu daripada menciptakan kesejahteraan yang merata. Dengan mekanisme pasar bebas yang cenderung mengutamakan keuntungan semata, aspek keadilan sosial sering kali terabaikan. Pemerintah yang seharusnya berperan sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya, justru terjebak dalam kepentingan oligarki yang mengendalikan sumber daya ekonomi.

Dalam kondisi seperti ini, rakyat kecil makin sulit mendapatkan akses terhadap kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang berpihak pada keadilan, melainkan sarana bagi segelintir orang untuk terus mengakumulasi kekayaan dengan mengorbankan mayoritas masyarakat. Jika ini merupakan kejahatan sistemik, maka solusinya harus sistemik pula.

Kembali Kepada Aturan Ilahi

Dengan menerapkan sistem Islam secara kafah, kebijakan ekonomi akan berpihak kepada keadilan dan kemaslahatan seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir oligarki. Dengan prinsip kedaulatan di tangan syarak, sistem Islam memastikan bahwa hukum yang diterapkan adalah hukum Allah Swt. bukan hasil kompromi kepentingan elite atau oligarki. Dalam sistem ini, penguasa adalah pelaksana hukum syariat dan wajib memimpin dengan adil sesuai ketentuan Islam.

Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah larangan bagi penguasa untuk menyentuh atau menguasai harta rakyat secara zalim, apalagi memberikan keuntungan bagi korporasi dengan merugikan rakyat. Negara juga dilarang memfasilitasi pihak lain, baik swasta maupun asing untuk menguasai sumber daya yang seharusnya menjadi milik umum.

Jika aturan Islam ditegakkan, kasus seperti pagar laut yang hanya menguntungkan korporasi dengan membatasi akses nelayan dan masyarakat pesisir terhadap sumber daya alam tidak akan terjadi. Sebab dalam Islam, sumber daya alam yang bersifat vital bagi kehidupan rakyat harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir elite.

Sistem ini akan mencegah korporatokrasi, menghentikan eksploitasi rakyat, dan menjamin keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kafah, kezaliman dan ketimpangan seperti ini dapat dihindari. Wallahu a’lam bissawab. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *