Kemerdekaan Retorika Belaka? Kok Bisa?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Gegap gempita menyambut Agustus. Bulan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai ajang perlombaan dipertandingkan dalam memeriahkan pesta kemerdekaan. Tak tanggung-tanggung, segala pesona Indonesia dipertunjukkan mulai dari keberagaman budaya, adat, suku, agama, dan kekayaan lainnya. Semua rukun dalam keberagaman yang ada.

Pada 2023 ini, Indonesia genap berusia 78 tahun. Usia yang matang untuk menunjukkan eksistensi bangsa dalam kancah internasional. Namun, rupanya dengan usia itu belum mampu membuat negara ini menjadi negara maju yang diperhitungkan di dunia. Negara ini masih menjadi negara pengekor negara negara maju. Seringkali, kedaulatannya diobok-obok negara luar. Misalnya, pengakuan atas laut Natuna dengan Insiden masuknya KM Kway Fey, yaitu kapal Tiongkok ke dalam wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut teritorial Indonesia 19 Maret 2016 lalu, pengerukan sumber daya alam (SDA) oleh PT Freeport milik Amerika di Papua yang sudah berlangsung beberapa abad atas dalih kerja sama, serta proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang malah dipasarkan ke asing oleh pemimpin negeri.

Kondisi Ekonomi dan Politik Negeri

Begitu pula dengan persoalan masyarakatnya, kondisi ekonomi yang jauh dari kata sejahtera merupakan bukti bahwa kemerdekaan itu cenderung retorika belaka. Persoalan kemiskinan yang tak kunjung terminimalkan sehingga menyebabkan angka stunting terus mencuat makin membuat kemerdekaan bangsa ini patut dipertanyakan. Berdasarkan data yang ada di dunia kesehatan, Indonesia nomor 1 tertinggi gizi buruk se Asia Tenggara setelah Timor Leste (Pramborsfm.com, 11-08-2023).

Sama halnya dengan persoalan utang negera, Indonesia masih saja menumpuk utang ke negara lain. Bank Indonesia mencatat sebesar 396,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp6.080 triliun (asumsi kurs Rp15.344) adalah utang pada triwulan II 2023 (Kompastv, 15-08-2023).

Pokok persoalan di atas sekaligus menjadi bahan pertanyaan besar, kemerdekaan apa yang selalu didengungkan? Cengkeraman para penjajah masih sangat erat di negara ini. Memang, penjajahan secara militer tidak ada, tetapi kini negara penjajah mengganti metode penjajahan. Misalnya di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan melalui pinjaman dana. Pinjaman dana tersebut dilakukan dengan dalih membantu negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan. Faktanya, alih-alih kemiskinan teratasi yang ada justru makin bertambah.

Dalam hal ekonomi ini pula, negara imperialis pun melakukan kebijakan yang sangat merugikan negara ini. Mereka memaksakan ide pasar bebas melalui organisasi World Trade Organization (WTO) yang meliberalisasi perdagangan serta mewajibkan seluruh anggotanya termasuk Indonesia untuk melonggarkan regulasi domestik seperti pungutan pajak, subsidi, pembatasan kuota, dan lainnya yang menyebabkan terhalangnya arus perdagangan barang dan jasa. Hal ini akan berakibat masyarakat, petani, dan UMKM akan kehilangan pasar yang berkeadilan. Menurut Executive Director Indonesia for Global Justice (IGJ) M. Riza Damanik, sebaiknya Indonesia tidak turut serta dalam WTO tersebut karena dengan ketidakikutsertaan Indonesia di dalam WTO akan membuat Indonesia merdeka dalam mengambil kebijakan, tanpa ada lagi bayang-bayang WTO yang terkenal dengan 3 perjanjian mengikat yaitu barang, jasa, dan hak kekayaan ilmiah (Merdeka.com, 10-05-2013).

Negara-negara imperialis itu, melalui institusi-institusi yang dibentuk seperti IMF, World Bank dan sebagainya sering kali memaksakan kemauan politiknya atas suatu negara. Misalnya pada 1998 saat Indonesia mengalami krisis moneter. IMF memberikan syarat kepada Indonesia dalam menggelontorkan dana pinjaman berupa kebijakan untuk menghentikan program bantuan sosial. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat jatuh. Selain itu, bunga kredit perbankan menjadi mesin industrialisasi yang kemudian berimbas kepada industri-industri di Indonesia pada waktu itu menjadi kolaps (Cnnindonesia, 03-07-2023).

Sama halnya dengan kebijakan hilirisasi bijih nikel. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meraung-raungkan tentang kebijakan pemerintah Indonesia tersebut. Menurut IMF, kebijakan tersebut merugikan Indonesia, padahal faktanya menurut Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kebijakan tersebut telah menguntungkan negara hingga US$ 30 miliar atau setara Rp450 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per US$) (Cnnindonesia.com, 05-07-2023).

Dari fakta di atas, sangat terlihat bahwa IMF melakukan tekanan-tekanan sehingga negara ini tidak merdeka dalam mengambil keputusan, terlebih saat ini pinjaman menjadi sumber pendapatan negara. Ini karena negara yang bermabda pada kapitalisme ini menjadikan utang dan pajak sebagai pendapatan pokok negara.

Arti Kemerdekaan Sesungguhnya

Dari sinilah dapat dipahami bahwa sekalipun secara fisik negara ini telah merdeka, tetapi secara politik dan ekonomi belum sepenuhnya merdeka atau masih terjajah. Dengan demikian, euforia memeriahkan kemerdekaan hanyalah ibarat sebuah mantra yang melenakan agar rakyat ini berhenti berjuang melawan penjajah.

Sejatinya, kemerdekaan adalah kebebasan dari penghambaan sesama makhluk. Maka, selama kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme masih mencengkeram negara, selama itu pula penjajah tetap menguasai negara ini. Lebih parah lagi, politik demokrasi sebagai turunan mabda kapitalisme meniscayakan keberadaan penguasa-penguasa boneka sebagai alat penjajah. Jelas, ini adalah bentuk penjajahan yang terstruktur dan sistematis.

Dengan demikian, penjajahan yang terstruktur secara global dan sistematis ini haruslah dilawan dengan perlawanan yang terstruktur dan sistematis pula. Indonesia harus terlepas dari sistem yang membuat negara ini tidak merdeka. Perlawanan tersebut juga harus dengan sistem global, yakni dengan menerapkan sistem Islam secara kafah.

Kemerdekaan Hakiki Hanya dalam Naungan Islam

Sistem Islam telah membuktikan kepada dunia bahwa di bawah kepemimpinannya mampu membawa manusia dalam kemerdekaan hidup. Dalam Islam, penghambaan itu hanya kepada Allah Swt. Sang Pencipta. Adapun sistem perbudakan yang ada pada sistem Islam bukan diartikan sebagai mendukung perbudakan, tetapi justru Islam dengan segala kesempurnaan aturannya sangat menganjurkan untuk membebaskan dan memerdekakan budak. Ini terbukti dari aturan Islam yang memerdekakan budak menjadi pengganti hukuman bagi orang-orang yang melanggar aturan Islam. Misalnya, sanksi untuk sumpah palsu, zihar, pembunuhan yang tidak disengaja dan lainnya. Hal ini karena jauh sebelum Islam datang, perbudakan sudah ada di dunia.

Adapun prestasi-prestasi sistem Islam pada saat memimpin dunia di antaranya adalah mampu menciptakan manusia-manusia brilian seperti Ibnu Sina yang terkenal sebagai bapak kedokteran. Beliau adalah pelopor di dunia kedokteran bahkan sampai sekarang, penemuan-penemuannya di bidang kedokteran menjadi rujukan ilmu kedokteran modern.

Di dalam penerapan sistem Islam pula, pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz tidak di jumpai rakyat yang layak menerima zakat karena kehidupan ekonomi pada masa itu sangat sejahtera. Begitu pun dengan bidang politik luar negeri. Sistem Islam mengharamkan kerja sama dengan negara lain yang akan menguasai ekonomi, politik, keamanan dan sebagainya. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 141, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS An Nisa: 141)

Ayat ini selain berupa larangan bagi kaum kafir untuk menguasai orang-orang mukmin, juga merupakan petunjuk bagi politik luar negeri Islam dalam konstelasi internasional. Sebab negara kaum muslimin wajib memiliki kedaulatan penuh dalam bidang apa pun tanpa disetir negara lain.

Oleh sebab itu, kemerdekaan hakiki akan didapatkan apabila negara ini menerapkan hukum Islam secara kafah. Kemerdekaan tidak hanya menjadi retorika belaka apabila hukum Islam dijadikan dasar bernegara. Maka, kebutuhan kaum muslim untuk segara membentuk negara dengan sistem Islam secara kafah sangat urgen guna untuk melindungi diri dari penjajahan negara kafir di bidang ekonomi, politik, militer dan sebagainya. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *