Oleh: Anita Ummu Taqillah
(Komunitas Setajam Pena)
“Negara berkewajiban menanamkan keimanan (akidah) sejak dini sehingga akan membentuk individu yang berkepribadian Islam dan selalu terikat dengan syariat Islam di manapun dan kapanpun. Tim keamanan dalam negeri pun akan mengontrolnya sehingga tidak akan ada perempuan yang keluar rumah tanpa menutup auratnya.”
CemerlangMedia.Com — Kekerasaan terhadap perempuan makin hari makin mengiris hati. Kejadian demi kejadian, baik kasus penganiayaan hingga pemerk*saan memenuhi laman berita televisi maupun media sosial. Mirisnya, pemerintah justru akan melegalisasi aborsi bagi korban pemerk*saan. Melihat hal demikian, tidakkah negara terkesan lepas tangan?
Dilansir tirto.id (30-7-2024), pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perk*saan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal tersebut diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No. 17/2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan.
Aturan tersebut tentu memunculkan kontra. Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis menyatakan bahwa pasal terkait aborsi belum sesuai dengan ketentuan Islam. Sebab, dalam fatwa No. 1/MUNAS VI/MUI/2000 menyebut, melakukan aborsi (pengguguran janin) sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh (ditiupkan ruh), hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam. Selain itu juga, mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi (mediaindonesia, 1-8-2024).
Negara Gagal Memberi Jaminan Keamanan
Pengesahan undang-undang legalisasi aborsi bagi korban pemerk*saan tidak akan menyentuh akar permasalahan yang ada. Bukan menyelesaikan, legalisasi aborsi tersebut justru berpotensi menimbulkan masalah baru, baik bagi korban sendiri maupun masyarakat seluruhnya.
Korban bisa jadi akan makin depresi dan memiliki beban mental. Sebab, meski undang-undang menjadikan aborsi legal, tetapi tetap berisiko tinggi. Apalagi karena telah menghilangkan nyawa janin yang tidak berdosa.
Di sisi yang lain, para pelaku pemerk*saan juga akan merasa lega dan tidak terbebani karena janin hasil kejahatannya tidak perlu dipertanggungjawabkan. Hal itu juga akan memunculkan para pelaku baru, tanpa rasa takut. Alhasil, kondisi masyarakat akan makin rusak jika hal demikian terus terjadi.
Sungguh, ini menjadi bukti bahwa negara seolah lepas tangan atas korban pemerk*saan. Solusi demi solusi hanya bersifat tambal sulam. Sebab, negara hanya sekadar mencari solusi dari salah satu dampak pemerk*saan dan tidak melihat akar permasalahan. Sementara jika akar permasalahan tidak dicari solusinya, maka permasalahan apa pun tidak akan selesai dengan tuntas.
Di samping itu, ini juga menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin keamanan bagi perempuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Negara juga memberikan kebebasan berperilaku bagi masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan sehingga memicu pemerk*saan.
Selain itu juga, sanksi yang kurang tegas pun berujung tidak jeranya para pelaku, serta munculnya pelaku baru. Inilah hasil pemikiran dari sistem kapitalisme liberal yang bercokol di negeri ini.
Islam Memberi Solusi Tuntas
Oleh karena itu, sudah seharusnya mencari solusi tuntas dan terbaik dari yang Maha Pencipta, yaitu solusi dari sistem Islam. Sebab, Islam tidak hanya sebuah agama yang mengatur ibadah ritual semata. Akan tetapi, Islam juga merupakan cara pandang dan sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Jika dilihat dari kacamata Islam, aborsi jelas sesuatu yang diharamkan. Oleh karena itu, tidak perlu dilegalkan dengan aturan perundang-undangan hasil pemikiran manusia. Cukuplah syariat Islam yang menjadi acuannya dan menyelesaikan persoalan dari akarnya.
Sejatinya, banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya tindak pemerkosaan maupun pelecehan seksual.
Pertama, tidak adanya edukasi dan penguatan keimanan (akidah) masyarakat oleh negara sehingga perilaku masyarakat cenderung bebas dan tidak terikat dengan syariat Allah Swt.. Hal ini membuat banyak para perempuan tidak menutup aurat dengan sempurna, bahkan cenderung memamerkan auratnya di depan umum. Di sisi yang lain, para laki-laki pun tidak menundukkan pandangan.
Kedua, tidak adanya filter dan aturan yang tegas dari negara tentang tayangan-tayangan di media, baik media massa, televisi, maupun media sosial yang sangat mudah diakses, seperti YouTube, TikTok, dan lain sebagainya. Alhasil, siapa pun bebas mengakses tayangan yang melanggar syariat dan memicu syahwat masyarakat yang sudah rendah imannya agar segera terpenuhi.
Ketiga, tidak adanya sanksi dan aturan yang tegas bagi pelaku pemerk*saan sehingga tidak jera serta mengakibatkan munculnya pelaku baru.
Pemimpin dalam sistem Islam adalah penjaga dan pelindung bagi rakyatnya, maka segala urusan rakyat berada di pundaknya. Rasulullah saw. telah bersabda,
“Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Dari sebab-sebab di atas, maka yang harus dilakukan negara adalah:
Pertama, menanamkan keimanan (akidah) sejak dini sehingga akan membentuk individu yang berkepribadian Islam dan selalu terikat dengan syariat Islam di manapun dan kapanpun. Tim keamanan dalam negeri pun akan mengontrolnya sehingga tidak akan ada perempuan yang keluar rumah tanpa menutup auratnya.
Kedua, negara akan memfilter dan mengatur dengan tegas tayangan-tayangan di media. Hanya tayangan yang bersifat edukatif, amar makruf nahi mungkar, dan yang bermanfaat yang diloloskan. Tayangan yang bersifat pornoaksi, pornografi, atau sejenisnya yang dapat memicu syahwat akan diblokir.
Ketiga, negara juga akan memberi sanksi tegas bagi pelaku pornoaksi, pornografi, dan sejenisnya. Pun, kepada pelaku pelecehan seksual maupun pemerk*saan. Dengan begitu, kejahatan seksual tidak akan terjadi. Efek jera pun berimbas kepada yang lainnya sehingga potensi kehamilan akibat pemerkosaan juga tidak ada.
Jika pun ada kejadian pemerkosaan yang berakibat kehamilan, negara akan bertanggung jawab. Dimulai dari memahamkan sang ibu tentang takdir dan ikhlas menerima qada sehingga tetap rida mengasuh dan menyusui anaknya. Begitu pula, segala kebutuhan anak korban pemerkosaan akan ditanggung oleh negara.
Dengan begitu, keamanan terjamin. Perempuan dimuliakan. Kehidupan bermasyarakat berjalan dengan damai dan tenteram. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]