Lindungi Generasi dengan Islam Kafah

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Linda Ummu Raisa

Ketakwaan individu tidaklah cukup kuat karena manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh karenanya, ketakwaan akan membentengi diri dari segala kemaksiatan.

CemerlangMedia.Com — Kehidupan generasi saat ini makin mengerikan. Mereka makin jauh dari harapan dan masa depan yang cerah. Ancaman demi ancaman telah menjadi bayang-bayang yang tidak kuasa untuk ditahan, seperti yang baru-baru ini terjadi. Jagat pemberitaan digemparkan dengan kasus MJA (40), seorang petani di Kabupaten Ende, NTT yang ditangkap oleh polisi atas dugaan kasus penc4bulan terhadap seorang anak di bawah umur berinisial Z (16) (regional.kompas.com, 16-11-2024).

Kondisi di atas hanyalah salah satu contoh saja. Sebab, berbagai kejadian yang mengancam anak-anak telah banyak terjadi. Para manusia budak syahwat mengintai setiap saat untuk melancarkan aksi bejatnya. Sebut saja kejadian anak perempuan di Banyuwangi berinisial CNA yang menjadi saksi bisu bagaimana dia dibvnvh setelah sebelumnya dic4buli (liputan6.com, 13-11-2024). Mau berlindung kepada siapakah generasi saat ini?

Tanpa Tuntunan Ilahi, Hidup Penuh Ancaman

Dari kedua peristiwa tragis itu, sangat kasat mata bagaimana kondisi anak makin terancam dan sangat membutuhkan perlindungan. Realitanya dalam sistem kehidupan saat ini, keluarga, masyarakat, dan negara belum mampu menjadi benteng perlindungan bagi anak.

Keluarga sebagai tempat perlindungan utama bagi anak-anak tidak berdaya menghadapi gempuran peradaban Barat yang acap kali membawa budaya pemicu syahwat. Negara yang seharusnya melindungi masyarakatnya dari serangan ini, justru acap kali pula membuka celah bagi masuknya budaya Barat yang merusak ini.

Konten media sosial (medsos) bebas berseliweran, bahkan yang mengumbar aurat dan mengundang syahwat. Siapa pun bebas melihat tontonan ini. Keimanan dan ketakwaan masyarakat pun tidak dijaga oleh negara sehingga mereka tidak mampu membentengi dirinya dari kemaksiatan. Akibatnya, syahwat membuncah dan mereka pun berkeliaran mencari mangsa sebagai tempat pelampiasan, salah satunya adalah anak-anak.

Inilah akibatnya ketika sistem yang diterapkan bukan berdasarkan wahyu Ilahi. Aturan yang berlaku dalam sistem ini murni lahir dari akal pikiran manusia. Aturannya ditetapkan melalui suara mayoritas para wakil rakyat, bukan berdasarkan halal haram yang ditetapkan Allah Taala.

Alhasil, aturan yang lahir darinya kental dengan kepentingan segelintir para kapitalis berkolaborasi dengan para penguasa. Perolehan keuntungan materi yang di kedepankan dari aturan ini sehingga konten medsos yang berbahaya tidak pernah diberantas sampai ke akarnya. Negara hanyalah meminimalkan dampak negatifnya saja.

Masyarakat dalam sistem ini pun bersifat individualistis. Amar makruf nahi mungkar nyaris tidak ada karena batasan yang bias dalam hak asasi manusia (HAM). Menegur orang lain karena melakukan suatu kemaksiatan dalam sistem ini dianggap ikut campur urusan orang lain dan melanggar HAM.

Tidak berdayanya keluarga dalam melindungi semua anggotanya, abainya negara terhadap perlindungan rakyat, masyarakat yang individualistis berkolaborasi menjadi kancah kehidupan yang penuh ancaman dan bahaya bagi seluruh masyarakat, khususnya anak-anak. Lantas, apakah pantas kita berdiam diri membiarkan sistem batil ini merampas semua keamanan, ketenangan, dan keberkahan dari hidup ini?

Dalam Naungan Ilahi, Hidup Terlindungi secara Hakiki

Manusia diciptakan dengan bekal akal dan naluri. Ketika kedua potensi ini diserahkan sepenuhnya kepada manusia, maka dia akan melakukan segala sesuatu sebebas-bebasnya. Hasil dari semua ini adalah berupa kezaliman dan kerusakan dalam kehidupan. Oleh karenanya, manusia membutuhkan ajaran yang mampu menuntun akal dan pemenuhan nalurinya sesuai dengan yang diinginkan Sang Maha Pencipta. Islamlah satu-satunya ajaran yang mampu mewujudkan kebaikan tersebut.

Islam mengajarkan manusia untuk menjaga segala perbuatannya karena kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Mudatsir ayat 38 yang artinya,

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”

Perintah Allah inilah yang mendorong manusia untuk bertakwa. Akal yang tertuntun wahyu Ilahi menjadikan manusia mampu mengendalikan pemenuhan nalurinya sesuai dengan yang diperintahkan dan dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Dengan adanya ketakwaan, manusia mampu melindungi diri dan orang lain dari kemaksiatan. Namun, ketakwaan individu tidaklah cukup kuat karena manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh karenanya, membentengi diri dari segala kemaksiatan haruslah terbentuk dari tiga pilar, yaitu ketakwaan individu dan keluarga, kontrol dari masyarakat yang bertakwa, dan negara yang menjaga masyarakatnya.

Untuk membentuk ketakwaan individu dan keluarga, Allah memerintahkan setiap orang tua untuk menjaga anak-anak dan keturunannya dari perbuatan maksiat, sebagaimana firman-Nya dalam QS At Tahrim ayat 6,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka.”

Firman Allah juga dikuatkan dengan sabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama.”

Masyarakat harus menjalankan amar makruf nahi mungkar, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Ashr ayat 3 yang artinya,

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”

Saling mengingatkan harus dilakukan secara terus-menerus dan membutuhkan kesabaran agar yang diingatkan bisa memahaminya. Alhasil, ketika ada kemaksiatan, tidak ada yang main hakim sendiri, melainkan dengan memberikan sanksi yang akan diterapkan oleh negara.

Oleh karena itu, kehadiran negara penting untuk menegakkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan manakala terjadi pelanggaran dalam masyarakatnya. Negara yang mampu mewujudkannya hanyalah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, yaitu Daulah Khil4f4h Islamiah.

Khalifah akan menjaga rakyatnya sebagai amanah dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Al Bukhari, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggunjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Ketiga pilar ketakwaan inilah yang akan saling menguatkan dan menjadi benteng pelindung dari segala kemaksiatan. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *